Powered By Blogger

Sabtu, 21 Maret 2015

The Secret Story #6

For everygirls in the world, you need to learn that sexiness is not about being naked
The Secret Story #6 (TSS-6)
Location : Malaysia; Sama-sama Hotel and KLIA
Cast :
Marc Marquez as himself
Annbelle Marquez as his cute daughter
Mercy Marcia as Evelynne Tjandra
Melly as herself
Customer servive as themself

This is the link of : The Secret Story #5


Lobby Sama sama Hotel, Sepang. Malaysia


"daddy, ayoo temani aku nonton frozen lagi....daddy" Annabelle menagih janji daddy-nya. Tapi yang dipanggilnya tak bergeming.

Annabelle  kebingungan melihat daddy-nya yang diam seperti patung. Bocah kecil itu kini duduk disamping Marc, memperhatikan wajah daddy-nya dengan seksama. Meski usianya masih 5 tahun, ia cukup bisa menilai ada sesuatu yang tidak beres dengan daddy-nya. Tangan mungilnya ia gerak-gerakkan di depan wajah Marc. Namun Marc tak berkedip sedikitpun. Matanya terbuka tapi tak melihat, bahkan jiwanya mungkin saat itu sedang tidak di sana. Wajah Annabelle memerah, ia turut berkaca-kaca. Annabelle beringsut kemudian duduk dipangkuan Marc, lalu mendekap Marc dengan tangan mungilnya. Kali ini Marc tergugah dari lamunannya ketika samar-samar ia mendengar suara Annabelle menangis. Anak gadis kecilnya jarang menangis, tangis terakhirnya adalah saat mendapat tugas membuat puisi untuk mama. Marc tersadar, Annabelle ada dalam pangkuannya dan memeluknya, sambil menahan tangis. Marc membelai kepala Annabelle lembut. Annabelle segera menegakkan kepala yang sejak tadi ia benamkan di dada Marc.

"daddy, maafin abel ya....?" pinta Annabelle

"sayang...kenapa?" tanya Marc lembut

"Karena abel selalu ajak-ajak daddy nonton frozen, daddy jadi sedih...kan?"

Tiba-tiba Marc teringat janjinya untuk menemani Annabelle nonton frozen seusai wawancara.

"Ayo kita nonton frozennya, Abel bawa DVD nya kan?" tanya Marc setengah berbisik di telinga Annabelle

Annbelle menggeleng, lalu kedua tangan mungilnya menyangga wajah Marc. Sebentuk senyum lugu putri tunggalnya terbentuk, "Daddy, jangan sedih ya? Abel nonton frozennya sama om Alex aja" tangan bocah itu menyeka sisa air mata dipelupuk mata Marc. Marc terharu bukan main, putri kecilnya menghapus airmatanya. Annabelle memang masih terlalu kecil untuk tau penyebab air mata Marc. Ada rasa malu ketika putri kecilnya mengetahui dirinya menangis, ia nampak lemah.
Marc tersenyum lebar menyembunyikan keperihan hatinya. Marc menempelkan keningnya ke kening Annbelle, 'Ayo kita nonton Frozen bertiga sama om Alex" ajak Marc

"tidak daddy...., Abel tau daddy bosan, daddy kan boy, kan frozen itu untuk girl.." jawan Annabelle

"tapi om Alex kan juga boy, hayooo..." canda Marc sambil menggelitiki perut  Annabelle. Bocah itu tergelak riang

"Kalo gitu abel mau ajak onti Vanessaaaa..." teriak Annabelle

Bocah kecil itu merosot dari pangkuan Marc, berlari menjauh. Marc hanya memandangnya sampai bocah itu menghilang di belokan.

 ....

Habitat Apartment and Condo, Ampang Park, Kualalumpur.

"Aku berangkat ke jakarta!" sebaris pesan muncul di HP Melly.
Melly baru saja bangun tidur, rasa kantuk masih menggelayutinya. Namun setelah membaca SMS itu, ia mengucek-ucek matanya, memastikan siapa pengirimnya
Sender : Marc motogp

Melly terlonjak, ketika menyadarinya. Kemudian dia mencari nomor kontak Eve di HPnya. Sahabatnya harus tau berita ini. Harus !!

"Nomor yang Anda tuju sedang sibuk, cobalah beberapa saat lagi" begitu bunyinya ketika Melly menghubungi Eve.

Melly mencoba mengulangi kembali, kali ini terdengar suara " Maaf nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif"

"yakk elaaah Eve kenapa susah banget ya di hubungi, kemana sih tuh anak ??" gerutu Melly seorang diri.

Melly menyerah, lalu di layar hapenya muncul notifikasi " missed call " dari Evelynne Tjandra.

Pantas saja, dia sibuk di telefon, ternyata pada saat yang sama Eve juga menelfon Melly. Melly meletakkan hapenya begitu saja, lalu berjalan menuju kamar mandi. Saat ia di kamar mandi beberpakali panggilan masuk dari Eve muncul.

Selesai mandi, melly menghampiri HPnya dan terkejut karena ada 20 missed call dari Eve. Ketika di telfon balik tidak juga aktif. Akhirnya Melly mengirimkan pesan singkat " Eve, Marc ke jakarta. Kamu jemput dia ya"

Marc and his cute daughter -FF

.....



"Daddy, kita mau kemana sih? kenapa kita hanya berdua, om Alex? om santi? om emilio? grandpa julia?"

Marc berjongkok di hadapan Annabel supaya ia bisa sejajar memandang wajah menggemaskan putri kecil kesayangannya.

"Annabel sayang, daddy mau bawa kamu ketemu seseorang yang sangat kamu inginkan...!" Ucap Marc sambil mencolek hidung mancung Annabelle.

"Siapa dad?" Tanya Annabelle dengan mata terbelalak, berbinar binar. Mata choklat gelap yang menurun dari Marc.

"Coba tebak? Hmmm?" Goda Marc sambil tertawa lebar

"Elsaaa?" Tebak Annabelle penuh semangat. Belakangan ini ia sedang tergila gila tokoh film frozen. Mulai dari baju bergambar elsa, sepatu, sandal, payung bahkan bed cover dan juga mug kesayangannya. Semua bertema tokoh Frozen.

"Bukan !" Ucap Marc agak kecewa

"Anna !" Annabelle masih mencoba menjawab. Masih seputar tokoh frozen juga.

"Dasar anak kecil " bathin Marc. Lelah.

Marc berdiri seraya meraup Annabelle ke dalam pelukannya.

Diciuminya pipi fluffy bocah itu. Annabele hanya tergelak gelak.

"Turunkan aku daddy! Ak mau jalan sendiri! " Pinta annabelle sambil berontak dari gendongan marc.

" Tapi jalan yang cepat ya...supaya tidak tertinggal naik pesawat. Masih ingin bertemu mommy kaan?"

"Aaaaapaa?" Annabelle terkesiap. Ia mematung sejenak

"Mommy ..." jawab Marc menegaskan dan meyakinkan putri kecilnya bahwa ia tidak salah dengar.

Lalu Annabelle menangis sekencang kencangnya sambil memeluk paha Marc.

"Daddy....daddy....seriuss? di mana mommy?"
Tanya Annabelle terbata bata di sela sela tangisnya. Tangisan senang bercampur kaget dan setengah tak percaya.

Marc kembali berjongkok. Menatap wajah putri kecilnya yang banjir air mata. Di belainya rambut Annabel sambil menyelipkan anak anak rambut yang menjuntai ke wajah Annabelle ke belakang telinga. Lalu dihapuskan air mata permata hatinya dengan jemarinya yang kasar.

Annabelle nyengir "tangan daddy kasar,  pipi Abel cakiitt" lalu Annabelle menjauhkan tangan Marc dari wajahnya.

Marc tertawa "iyaa tangan daddy seperti parutan yah, tapi Sayang daddy kan?"

Annabelle mengangguk "Abel sayang daddy yang tangannya kayak parutan " ucapnya sambil tertawa jahil lalu berlari...

Marc mmengejar putri kecilnya. Bocah itu berlari cukup kencang untuk seukuran bocah seumurnya.

"Ayo daddy cepattt...nanti tertinggal pesawat! " Teriak Annabelle menirukan kalimat Marc beberapa saat lalu padanya.

.....



Tok tok tok!!!

Melly terlonjak. Belum pernah ada orang sedemikian keras mengentuk pintu kamarnya. Sebab disetiap pintu ada bellNya. Apa orang itu buta huruf. Dan tidak membaca ada tulisan tekan bell. Setengah berlari Melly menuju pintu dan membukakannya.

Ketika pintu terbuka, Melly cuma bisa melongo. Tak bersuara.

"Mellyyyy....I miss youu, kok bengong? pasti ngga sangka kan aku senekat ini ?"

"Eve???"

"Iya, aku Eve...., ayo cepat antar aku ke hotel Marc..ayoooo"

"ehh ah tttap tapi...ituu..anuuu"

"kenapa? " tanya Eve tak sabar sambil mengguncang-guncangkan lengan Melly

"Kmana aja HPmu?? aku menghubungimu  susah setengah mati"

"Kaan aku boarding kesini, makanya nggak aktif,..."

'Aaarghhhh" teriak Melly sambil menepuk keningnya

"kenapa sihhh? jangan bikin aku bingung..."

"Marc ke jakarta..." jawab Melly lunglai

"APAAAAA? ke ja kar ta? " Eve terbata

Melly mengangguk pelan

"kenapa nggak bilaanggg?' Eve bernada tinggi

air muka Melly berubah ketika mendengar Eve membentaknya

"Aku udah info kamu langsung sedetik setelah Marc info kalo dia mau ke jakarta, kamu sendiri kenapa nggak bilang mau ke sini?" balas Melly ketus

Eve terhenyak di tempatnya. menyadari sikapnya yang salah. Lalu ia memeluk Melly. Melly tak merespon

'Maaf, aku ngga maksud begitu, aku..aku cuma panik" Eve memohon maaf dengan suara yang memelas.

Melly akhirnya luluh " Iyaaa, gw maafin, udah ngga usah mewek drama queen gini, sekarang kita coba susul Marc ke bandara!"

"Tapi mel..."

"Apalagi ayo cepat semoga kita masih punya waktu 30 menit, di SMS Marc bilang naik GA 9279, terbang jam 10.15'


****
KLIA- Airport, Kualalumpur, Malaysia


Setting : KLIA

Eve setengah melompat turun dari mobil, tepat di lobby keberangkatan. Eve menunjukkan tiket pulang ke jakarta hingga ia bisa masuk leluasa untuk mengejar Marc. sementara melly langsung melesat ke tempat parkir mobil.

sambil terengah engah, Eve menyusuri jadwal penerbangan yang terpampang di layar monitor raksasa. Ia menyipitkan matanya sambil mengelap keringat yang membanjiri wajahnya. Rambut panjangnya tak lagi tertata rapi seperti saat ia berangkat. Matanya terhenti pada sebuah angka GA 9279 dan kolom disampaing tertulis boardin. Seketika Eve berlari mencari gate garuda 9279. sesampainya di gate yang berdinding kaca itu, tampak hanya beberapa penumpang yang sedang antri, sebagian besar sudah menuju pesawat. Eve hanya bisa menangis menatap ke dalam, beberapa saat kemudian pada monitor raksasa tertulis GA 9279 sudah take off.

Eve berjalan gontai kakinya tidak tau arah mana yang akan di tuju. Eve berhenti di salah satu lorong, menyandarkan tubuhnya ke tembok. Ia tersedu. diraskannya persendian kakinya seperti tak bertenaga. tubuh Eve merosot, ia terduduk di lantai sambil memeluk lututnya, emmbenamkan wajahnya di antara kedua lututnya.

sungguh usaha yang sia-sia, sungguh keputusan yang terlambat. Mestinya Eve tidak membuka lembaran masa lalunya lagi. Merasa bodoh. Eve kesal. kemudian ia mulai meremas rambutnya dengan kesal.tak dipedulikannya orang yang lalu lalang dan memperhatikannya.

Eve memberi kesempatan dirinya menikmati kesedihan kekecewaan dan penyesalan, ia bebas mengekspresikan perasaanya karena disini tidak ada seorangpun yang mengenalnya. tidak ada keharusan untuk berpura pura semua baik-baik saja.

beberapa sat kemudian, tangis Eve terhenti ketika dirasakannya ada sepasang mata yang terus memperhatikannya, bukan hanya sepintas tetapi lekat memperhatikannya. Eve menoleh ke kanan. Seorang bocah kecil, membawa tisue toilet dan mengulurkan pada Eve.

"Jangan menangis, kau tidak boleh cengeng, kau harus jadi anak gadis yang kuat, ayo tersenyumlah,," kata bocah itu sok dewasa. Usianya sekitar 5 tahun, lancar sekali kalimat tadi meluncur dari mulutnya.

Eve menerima tisue yang diulurkan padanya, lalu menyeka air matanya. Bocah ini seperti malaikat kecil, tiba -tiba kesedihan yang menggunaung tadi lenyap. senyum bocah itu begitu menghibur Eve

"siapa yang menegajarimu bicara seperti itu?" tanya Eve lembut, sambil mengelus kepala bocah kecil itu

"daddy, daddy selalu bilang seperti itu kalau aku nangis" jawab bocah itu sambil memamerkan geliginya yang putih, untuk seumurannya sangat takjub giginya tidak rusak akibat permen atau karena malas gososk gigi, atau mungkin orang tuanya sangat telaten merawat anak itu, tebak Eve dalam hati.

"Namamu siapa?" tanya penasaran

"Panggil aku Abel " jawab bocah cantik itu lalu mengajak Eve untuk toss hi five. Eve menuruti

Kau siapa? Namamu siapa? "  tanya Annabelle balik.

"aku..namaku Evelynne..." jawab Eve sambil menyeka sisa air matanya dan tersenyum pada Annabelle.

Annabelle membungkuk lalu mencium kening Evelynne, sebelum berlari kecil meninggalkan evelynne. Evelynne hanya memandangi bocah itu.

"Abel abel..tunggu!!" Teriak evelynne lalu berlari mengejar Annabelle, tapi bocah kecil itu hilang di antara lalu lalang orang. Evelynne membuka hapenya, ia merasa bocah tadi mirip sekali dengan putri kecilnya yang belum pernah ia lihat.

****

Marc masih terdiam dalam duduknya, menatap ujung sepatunya. Namun pikirannya tidak di situ.
Setelah sekian tahun, dirinya masih saja terbelenggu masa lalunya, bayangan Evelynne seakan terus ada di kepalanya. Senyum Evelynne yang jarang namun amat sangat melumerkan hatinya. Nada-nada manja Evelynne yang di tutup-tutupi, tatapan mata rindu evelynne yang disembunyikan. Semua itu membuat Evelynne tak pernah membosankan dalam ingatannya.
Bahkan masih teringat jelas 6 bulan perjuangan Eve melawan morning sickness yang dahsyat, membuat tubuhnya kurus dan hanya perut yang menyembul. tiga bulan berikutnya Eve kembali normal, ia mulai makan tanpa harus di muntahkan, berjalan- jalan, menemani Marc latihan dirt track, membuatkan fusili tuna pedas. Fusili tuna pedas. menu baru yang belum pernah Mommy roser masak untuknya. Rasanya enak sekali, apalagi Eve menyajikannya dengan Lime Ice Mints.

"Marc, masa depan tidak berpihak pada kita. Aku bukan masa depanmu. Aku akan menjadi masa lalumu. Menjadi rahasia dalam hidupmu. Selamanya" Ucap Eve sambil membelai rambut ikal Marc yang bersandar di sisi tempat tidur Eve, beberapa saat sebelum Eve mengalami kontraksi dan melahirkan Annabelle.

Terdengar pengumuman untuk boarding bergema ke seantero ruang tunggu. Marc terhenyak, menyadari Annabelle tidak ada di sekitarnya.
'oh Annabelle !!" kemana anak itu,

Marc beranjak dari duduknya menanyakan ke oarang dikanan kirinya apakah melihat Annabelle. Hingga penumpang terakhir memasuki pesawat ia belum juga menemukan Annabelle.

Marc semakin panik, Marc keluar dari ruang tunggu menuju counter informasi untuk segera mengumumkan berita kehilangan Annabelle.

"My daughter lost !" ucap Marc sesampainya di meja informasi dengan wajah frustasi. menyesali kebodohannya yang tidak mengawasi Annbelle.

"Calm, do not panic, okay? We will help you...
now, tell us what are the characteristic of you daughter, what is she wearing today? How age?"

"Her name Annabelle, 5 years old, wearing pink frozen dress,  brown dark hair, little bit curly, brown eyes " jawab Marc sambil menatap penuh harap ke arah 2 orang Customer service yang ada di hadapannya

Sesaat kemudian, pengumuman tentang kehilangan Annabelle terdengar di seluruh sudut airport. Marc duduk gelisah, sebentar berdiri lalu duduk lagi, lalu melihat jam yang melingkar di tangan kanannya. berkacak pinggang sejenak sambil menatap langit-langit, lalu duduk lagi. tertunduk lesu menatap bandama pink milik Annabelle di tangannya.

"Keep calm, everything will be okay..." ucap salah satu CS sambil membawakan secangkir teh hangat

Marc tersenyum pendek, dan kata kata  tadi pun hanya masuk telinga kiri lalu keluar telinga kanan. Marc tetap gelisah. di tatapnya jarum jam di dinding lalu jam di tangan kanannya. seakan meyakinkan diri yang dilihatnya tidak salah. menunggu Annabelle kembali rasanya berabad-abad, padahal baru 30 menit ia kehilangan Annabelle.

"daddy !!!!!! " terdengar teriakan yang paling Marc nantikan. Marc menoleh ke arah suara itu, ia hampir tak percaya, ia mengucek -ucek matanya untuk memastikan pengelihatanya. Annabelle berlari ke arah Marc. Marc segera menyambutnya. Memeluknya erat. Mendekap seakan tak akan pernah ingin melepaskannya.

Annabelle, daddy tidak mau kehilanganmu ...kamu tadi kemana? daddy khawatir "  tanya Marc lembut berbisik sambil menciumi wajah Annebelle.

Annabelle balas menciumi wajah Marc. Tanpa disadari, secara alami, Annabelle mewarisi gaya Evelynne. Menciumi kedua kelopak mata Marc lalu memainkn rambur2 alis Marc, sambil menatap penuh sayang. Annabelle tersengguk-sengguk.

"daddy, maafin Abel, tadi Abel tersesat setelah dari toilet..Abel lupa jalan baliknya..."

"kenapa ngga bilang daddy ?' tanya Marc tanpa nada memojokkan

"sudah, dan daddy hanya mengangguk ...." jawan Annabelle inosen.

Marc menyadari kesalahannya, pasti saat Annabel memintanya mengantar ke toilet ia hanya mengangguk tanpa sadar karena tengah melamun.

"Maafkan daddy, sayang..." ucap Marc lalu kembali membenamkan Annabelle ke dalam pelukannya. Keteledorannya hampir saja membuat ia kehilangan putri satu-satunya, semangat hidupnya. Marc terus menggendong Annbelle sambil menarik traveling bag-nya.

"daddy..."

"ya sayang...."

"aku mau jalan sendiri...."

'tidak...kali ini daddy akan terus menggendongmu seperti ini..., kalo kamu hilang lagi seperti tadi, daddy ngga akan memafkan diri sendiri "

"pliiiiissssssss " Annabele memohon dengan gaya andalannya, memasang senyum manis hingga deretan giginya yang rapi tampak, sambil mengedipkan mata. Tapi kali ini jurus jitunya tak mempan. Marc justru semakin kuat memeluk Annabelle. Annabele menyandarkan kepalanya ke pundak Marc, rasa kantuk menyerangnya akibat sejak pagi buta tadi sudah dibangunkan dari tidur nyenyaknya.

Marc tersenyum lembut melirik ke arah Annabelle yang tertidur dalam gendongannya dan pegangan tangan Annabelle melemah, boneka princess Elsa pun terjatuh dari genggaman tangan mungil Annabelle.

My Daddy is the greatest dad in the world- Annabelle

.....


Langkah evelynne terhenti, sorot matanya tertuju pada seonggok boneka di lantai airport. Ia memungutnya, lalu mengamatinya. ia yakin ini adalah boneka milik Abel, si bocah kecil yang ia temui di dekat toliet tadi. Hari ini begitu melelahkan, peristiwa demi peristiwa terjadi seperti puzzle. Akan seperti apakah akhirnya?

Eve kembali berjalan, ketika beberapa langkah kemudian masuklah panggilan telefon

"Hi Mel, I missed him.." jawab Evelynne. Lalu menghentikan langkahnya, menepi ke pinggirian jendela raksasa berkca bening. Menatap ke luar

"maksudnya?' tanya Melly gusar

"Iya, Marc sudah ke Jakarta, pesawatnya sudah take off...... " Eve berhenti sejenak menghela nafas panjang. Butiran bening mulai meluncur dari sudut matanya

"Eve, are you there?....are you okay?..." tanya Melly khawatir setelah beberapa saat tak terdengar suara.

"I'm here..., Mel, i don't know what should I do.." ucap Eve putus asa

"Eve, sabarlah, yang tenang, kau bisa memajukan jadwal pesawatmu untuk kembali ke jakarta. Kalian bisa bertemu di jakarta. Aku akan coba kontak Marc untuk menunggumu di Jakarta sebelum ia meneruskan kembali ke Spanyol. okay...?

"Mel, sudahlah tidak perlu repot-repot. Mungkin memang aku tidak seharusnya kembali bersama Marc. Aku yang meninggalkannya 5 tahun lalu. Aku jahat, aku egois, aku membiarkan dia mengurus seorang bayi. ibu macam apa aku ini, bahkan melihatnya pun tidak. Aku tidak pantas untuk kembali mendapatkan Marc dan juga anak itu. Aku tidak pantas mereka mel,..kau tidak perlu menelfonnya. Biarlah semua terjadi mengalir seperti apa adanya, jika memang takdir kami bertemu, kau tidak perlu menghubungi Marc......'

"Eve, tidak seharusnya kau menyalahkan dirimu sendiri, Marc pun tak pernah menyalahkanmu percayalah, Marc sangat menanti kau kembali..."

"Sudahlah mel, tidak usah menghiburku, mungkin hidupku ini memang harus dramatis seperti ini..."


"Ya Tuhannn...Eve...lebih baik kau menenangkan dulu di sini, keluarlah aku akan menunggumu di lobby bandara, okay?"

"Terimakasih mel, tapi aku ingin sendiri saat ini...kau pulanglah. maafkan aku menganggu istirahatmu tadi "

"Oh common Mel..., jangan begitulah. Kau jangan membuatku khawatir..."

"I'm okay Mel, nothing to worry about me. Semua ini ada sebuah konsekuensi dari semua keputusan yang aku buat. Aku tidak mau lagi lari dari kenyataan karena terlalu dikontrol oleh perasaan takut. Aku harus berani menghadapi kenyataan akibat salah mengambil keputusan di masa lalu..., by Mel...take care your self"

Eve menutup telefonnya tanpa menunggu jawaban Melly.

"No right, no wrong don't blame yourself !" sebuah suara muncul tepat dibelakang Eve.  Suara yang sudah lama sekali tidak ia dengar. Suara dari seseorang yang dibawah alam sadarnya selalu dirindukan. Seseorang yang sengaja ia pendam dan lupakan selama bertahun tahun.

Eve ragu-ragu membalikan badannya. Benarkan suara Marc? Bukankah pesawatnya sudah take-off beberapa saat lalu??

Tangis Eve meledak, ketika ia membalikkan badannya dan pria yang kini tepat di hadapannya adalah Marc Marquez. Tak satupun kata keluar dari mulutnya, bahkan udarapun seakan tak mampu ia hirup. Otot pernafasannya seakan lumpuh. Dan kelenjar airmatanya seperti lupa cara untuk berhenti, begitu deras mengalir. Yang ia tau jantungnya kini berdetak lebih kencang dari biasanya, bahkan ia khawatir detaknya dapat terdengar oleh Marc.

Marc berjalan mendekati Eve, pandangan Eve semakin kabur karena pembiasan airmata di permukaan korneo matanya. Marc memeluknya, mendekapnya. Eve hanya diam, ia tak kuasa menggerakan tubuhnya.

"Tidak ada yang salah, tidak ada yang benar, ini adalah perjalanan hidup. Cerita hidup yang memang harus dilalui. Aku tetap menginginkanmu menjadi bagian dari masa depanku dan anak kita, Annabelle" ucap Marc dalam bisikan lembut ditelinga Eve.

"Itu salahku Marc, seharusnya aku tidak meninggalkanmu, seharusnya aku tidak egois...."

"kau tidak salah, kau ingin membuat ayahmu bangga, apa itu salah? tidak kan? ..."

"Tidak Marc, aku tetap salah, it was my own mistakes...."

"Okay, but never look back on past mistakes, learn from them and move foward. let it go..." ucap Marc sambil menghapus air mata di pipi Eve. Eve menangkap jemari Marc di wajahnya lalu menciumnya penuh perasaan, rasa bersalah, rasa rindu dan tak mau kehilangan. Marc kembali memeluk Eve erat, dan Eve membalas pelukan itu. Tangan Eve masih menggenggam boneka yang tadi ia temukan.

"Daaaad...?? apa bonekanya sudah ketemu??" tiba-tiba Annabelle muncul dari belakang. Bocah itu tidak sabar menunggu ayahnya kembali dari mencari bonekanyanya yang terjatuh.

Marc melepaskan pelukannya, tersenyum ke arah Annabelle yang terbengong melihat ayahnya berpelukan dengan seorang wanita. Pemandangan yang tidak pernah Annabelle lihat sebelumnya. Terlebih Eve, dia bukan hanya terkejut.

"Marc...? dia? " tanya Eve menatap Marc lalu bergantian menatap Annabelle. Lalu Marc mengangguk

Eve masih memegang boneka princess Elsa milik Annabelle.
"Hi, aunty kau masih menangis? " sapa Annabelle ramah, sambil mendekati Eve

Eve berlutut (berdiri dengan lututnya) ketika Annabelle tepat sampai di hadapnnya.

"Ini bonekamu, aku menemukannya tadi " ucap Eve sambil

"Terimkasih aunty, tapi mengapa kau masih menangis? Ayo berhentilah menangis tau daddy-ku akan memarahimu dan bilang JANGAN CENGENG" ucap Annbelle sambil menirukan gaya Marc

Marc tertawa menutupi wajahnya. Eve tersenyum dalam tangisnya
" Boleh aku memelukmu ? " Tanya Eve pada Annabelle

Annabelle menatap Eve bingung, lalu menatap Marc meminta pertimbangan. Marc menngangguk tanda setuju. Annabelle membuka kedua tangannya dan membiarkan Eve memeluknya. Marc membungkuk dan memeluk mereka berdua...




stay tune gurlz!!



to be continue....





List Oneshoot Fanfiction


Hai FF aholic

Pasti di antara kalian ada yang suka oneshoot kan? berikut adalah daftar FF oneshoot yang ada di blog ini, semoga kalian terbantu yah :

1. When The Dream Come True
2. My Angel
3. What am I to you?
4. Little Angelo
5. THE PAST
6. Good Time
7. I am Sorry
8. Life is like a boat 

di antara 8 oneshoot itu, mana sih yang kalian paliiing favorit? Jawab di komentar ya

Selasa, 03 Maret 2015

The Secret Story #5

Finally, Secret story masuk musim ke 5
Pernah bayangin Marc jadi single parents, hmm itu hayalan saya terinspirasi dari cara Marc memperlakukan anak-anak yang ngefans sama dia. Kebapakan sekali. Entahlah karena terpengaruh sama masa kecil yang dekat dengan papa mungkin, jadi suka banget sama cowok yang sayang ke anak kecil.



kalo yang lupa episode sebelum ini , bisa baca dulu ini linknya The Secret Story #4

kelewat lama ngga dilanjutin akibat kesibukan di dunia non-fiksi #LOL

---------------------------------------------- 

Author POV


Maastricht univeristy

Foto Wisuda S3 - Maastricht University


Eve terpekik bahagia ketika pimpinan sidang disertasi menyatakan bahwa Eve lulus dengan predikat Cum Laude. Tak tertahankan airmata bahagia pun turut menyempurnakan kebahagiaannya. Eve segera menghambur kepelukan Ayah dan Ibunya yang sejak tadi pagi menyaksikan bagaimana Eve dibantai dengan berbagai pertanyaan dari para penguji, bagaimana mereka turut gelisah ketika Eve berjibaku mempertahankan disertasinya. Akhirnya di usia 23 tahun 10 bulan Eve berhasil meraih gelar PhD dengan predikat Cum Laude. Riuh tepuk tangan bangga menggema ke seluruh ruangan. Beratus ucapan selamat berdatangan untuk Eve. Tidak hanya membanggakan keluarga namun juga Indonesia.

Eve menatap nanar Ayah dan ibunya yang sedang berbincang di hadapannya. Tidak bisa ditutupi tampak senyum yang lebih sumringah sejak kelulusan Eve. Senyum bangga orang tua yang selama ini ia impikan. Hari ini mimpi itu terwujud. Eve memejamkan matanya menahan kepedihan manakala ia teringat, bahwa dia hampir saja menggagalkan mimpinya sendiri. Sekuat apa pun sesibuk apapun, Eve tidak pernah bisa lupa peristiwa itu, ia hampir saja menggadaikan kebahagiaan orang tuanya dengan kekhilafan yang ia lakukan.

"Hey, eve...sayang ayo kita boarding..." suara empuk wanita parubaya yang telah melahirkan Eve, menyadarkannya dari ingatan masa lalu.

"Okay eve, your past have to make you better not bitter !!" tegas Eve pada dirinya sendiri, mengambil nafas panjang kemudian bergegas mengikuti langkah kedua orang tuanya.

Ayah Eve adalah Rektor universitas negeri ternama di Bandung, kepulangan Eve dengan gelar PhD predikat Cum laude sangat memuluskan karirnya sebagai dosen termuda. Tidak sampai setahun nama Eve telah melejit sebagai dosen dengan pemikiran pemikiran baru yang sangat kompetitif dan inovatif.


Setahun kemudian...

Hari itu Eve merayakan ulang tahunnya yang ke 25, ia dan keluarganya merayakan di sebuah rumah makan paling terkenal di Bandung, bukan ulang tahun biasa. Ada modus perjodohan di balik itu.

“Luar biasa Anda mendidik putri Anda Pak...cantik pintar dan berprestasi...” Puji pak Handoyo, sahabat Ayah Eve yang menjadi direktur utama sebuah BUMN di Bandung.

Ayah manggut-manggut bangga sambil tersenyum, “Belum sempurna pak, masih 99 persen, saya masih punya kewajiban untuk menikahkannya...hahahaha”

Seperti tersambar petir, Eve mematung di kursinya bahkan gelas yang ia pegang berhenti di udara. Pernikahan menjadi momok mengerikan untuknya, memorinya terlempar ke peristiwa 5 tahun lalu. Ke masa di mana ia menyerahkan virginitasnya pada sesosok laki-laki bernama Marc Marquez hanya dalam waktu satu malam. Hatinya kecut mengingat hal itu. Namun di sela kepedihan mengingat peristiwa pahit itu tiba-tiba muncul rasa pensaran. Di manakah Marc? Apakabarnya? Bagaimana bayi itu? Masih hidupkah? seperti apakah rupa bayi itu?. Rasa menyesal pun mulai tumbuh karena tidak sekalipun melihat rupa bayi yang telah dilahirkannya, bahkan laki-laki atau perempuan pun tidak tau. Pantaskan dirinya disebut sempurna. Eve merasa muak dengan pujian-puajian yang dilontarkan untuknya, merasa tidak pantas dengan semua pujian itu. Merasa diri hina, dan tak bertanggung jawab. Eve menggigit bibirnya, menahan perihnya sendiri karena tidak ada tempat untuk bercerita.

Singkat cerita setelah perayaan ulang Tahun Eve yang ke 25 itu, Eve di jodohkan dengan salah satu putra tunggal kolega Ayahnya bernama Raden Haryo Bayuaji. Ia  masih keturunan ningrat,  lulusan S3 di Monash University, ganteng, pintar dari keluarga berada dan keluarga baik baik.Eve memasrahkan pilihan pada Ayahnya, ia tau pilihan Ayah untuknya tidak akan salah.


****

Hari pernikahan Eve 2 minggu lagi. Eve memandang kartu undangan di tangannya, ada namanya dan nama calon suaminya. Kegelisahan dan kegundahan makin hari makin menghantuinya. Masa lalunya dengan Marc tidak bisa dipungkiri itu pernah terjadi, sejauh apapun ia berlari, masa lalu itu miliknya dan terus akan menempel pada dirinya seumur hidup. Tanpa sadar Eve tertidur....

Tiba-tiba eve terbangun oleh suara kertas di sobek, seorang bocah kecil sedang merobek-robek undangan pernikahannya. Bocah itu tidak takut melihat ekspresi kaget Eve, malah tersenyum memperlihatkan giginya yang kecil-kecil lalu bertepuk tangan. Eve mendekati bocah itu namun bocah itu justru berlari ke luar kamar. ' hey tunggu...!!!"

"BRUGGHHH"

Eve terjatuh dari sofa, ternyata cuma mimpi. Dilihatnya tumpukan undangan masih utuh tidak ada yang sobek satupun. Eve menghembuskan nafas lega. setelah itu ia bertanya-tanya siapa bocah dalam mimpinya itu, kenapa ia tiba-tiba masuk dalam mimpinya. Pikirannya masih sibuk mereka reka ketika phonecellnya berdering

Eve tersenyum melihat nama yang tertera di layar, "Melly". Satu-satunya orang yang tau cerita masa lalaunya di Eropa, satu-satunya orang yang mengerti betapa ia ingin membanggakan kedua orang tuanya. Jarak dan kesibukan, membuat Eve jarang bisa berkomunikasi dengan Melly.

"Hai...hai..hai " sapa Eve riuh, seketika atmosfer dalam ruangan itu berubah

"Non, aku sudah terima undanganmu...waah babak baru ya eve....fairytale bener deh. Eh aku browsing di google loh calon suamimu itu. Mantap betullah pilihan Ayahmu...'

"Eh... cepet juga ya sampainya, tapi Mel.." mendadak keceriaan hilang, eve ragu meneruskan kalimatnya

"Kenapa Non? so far so good kan persiapannya? tenang aku pasti datang, meskipun ya non tanggal pernikahannmi itu passss banget sama seri akhir motoGP valencia. Untungnya aku dapat ijin untuk ngga liputan, karena sudah kusiapkan pengganti"

"............" hening tidak ada respon 

setiap kali mendengar motoGP, race dan segala kosakata yang berhubungan dengan Marc Marquez membuat Eve teriris-iris perasaanya. Tidak terdefinisikan, bencikah, dendamkah atau sebalikanya rindukah? cintakah?

"hellooow...eve.. are you there honey" teriak Melly di seberang telepon

Eve tergugup " Hmmm iyaahh, Im here..."

"hey...kita lama banget yah ngga ketemu ngga ngobrol bahkan sejak ....." kali ini Melly yang tidak meneruskan kalimatnya

"Sejak aku hamil kan..." jawab Eve datar dan bergetar

"Eve...soryy...aku..aku ngga bermaksud mengingatkanmu pada masa lalu itu...kenapa kamu bilang itu, gimana kalau orang tua mu dengar?" 

"Mel, kamu masih jadi reporter motoGP?"

"Masih..."

"Bagaimana kabar Marc..." Eve tercekat ketika mengucapkan kata "marc" tenggorokannya perih seperti menelan serpihan kaca.

"Marc masih menjadi juara seperti tahun-tahun sebelumnya...."

"Bukan itu, maksudku apa sekarang sudah menikah..."

"Belum, tapi entahlah dia selalu membawa anak kecil di setiap race-nya. Setiap diwawancara ia tidak mau membahas anak itu..."

"Berapa usianya?"

"Sekitar 4 atau 5 tahun-nan..."

"laki-laki atau perempuan?"

"Perempuan..., eve...kamu baik-baik aja kan?"

Eve tersedu, air mata yang ia tahan tak terbendung " Dia anakku...."

"Eve!! kau bicara apa? mana mungkin itu anakmu? kau menggugurkannya kan? " Nada suara Melly meninggi

"tidak..aku tidak pernah menggugurkannya..." jawab Eve lemah

"Apaaa?? kau serius? Eve maafkan aku...waktu itu aku mendugamu menggugurkannya, makanya aku ngga kontak kamu lagi...." 

"Sudahlah mel..., kau tetap sahabatku aku berterimakasih karena kau tetap menjaga rahasia itu sampai sekarang. Mel apa kau punya foto bocah kecil itu? kirim via email ya? alamat emailku masih sama"

"Okay, aku kirim sekarang.....eve apapun yang bisa aku bantu, tinggal bilang yah..."

"Okay Mel, thank a lot. "

"Oh iya Eve, aku ada deadline artikel yang harus segera selesai, next kita sambung lagi, bye...take care..'

"Ok bye..."

Usai menyudahi pembicaraannya, Eve menuju ruang makan. Di sana keluarga besarnya sudah menunggu. Topeng kepalsuan ia pakai, tenang dan seperti tidak ada masalah, demi sebentuk senyum di wajah orang tuanya. Ingin rasanya waktu segera berlalu supaya ia tidak harus berlama-la berpura-pura.

Eve melirik jam dinding di kamarnya, tepat jam 12 malam. Kantuknya belum juga datang. Eve berjalan menuju meja kerjanya. Menyalakan komputer, berniat menyelesaikan pekerjaannya sebelum mengambbil cuti menikah. 

Notifikasi email bermunculan. Nama paling atas adalah Melly. Air muka eve seketika berubah dan lupa tujuan semula membuka komputer.

"Dear eve,

ini ada beberapa foto anak kecil yang selalu dibawa Marc, namanya Annabelle.

marc sangat mencintai bocah mungil itu,aku pernah mendapati keduanya secara tak sengaja saat aku sedang mengunjungi disneyland Paris. 

jaga emosimu yah, hari pernikahanmu sudah dekat...

Melly-

"Ibu macam apa yang bahkan tidak tau nama anak kandungnya sendiri" sesal Eve. Airmatapun sudah membanjiri wajahnya

saat attachment akhirnya terbuka, matanya tak berkedip menatap monitor. Terbelalak tak percaya! anak kecil dalam foto itu sama dengan wajah anak kecil yang tiba-tiba memasuki mimpinya tadi siang...

Tatapan eve terus tertuju pada foto gadis kecil itu, lalu foto kedua adalah foto bocah mungil itu bersama Marc. Eve terpejam, tak sanggup walau hanya menatap foto Marc. Pria itu, yang pernah membuatnya jatuh cinta hanya dalam hitungan detik, pria yang bersama selama 9 bulan. Eve termenung....kilasan kilasan cerita lalu bermunculan seperti potongan potongan video clip di kepalanya.

Teringat ketika kehamilannya berusia 7 bulan, di mana tidur Eve mulai terganggu. Hampir setiap malam Marc ikutan tidak tidur karena Eve selalu gelisah, Tak pernah sekalipun Marc mengeluh semua kerewelan Eve selama hamil, ia sangat sabar. Bahkan ia memenihi janjinya untuk tidak lagi menganggu kehidupan Eve hingga hari ini.

Eve membuka matanya, kembali menatap foto Annabelle dalam pelukan Marc. Bocah itu nampak bahagia dalam pelukan Ayahnya. Marc, masih sama seperti dulu, seakan usia sama sekali tidak melarutkan ketampanannya, usia justru memantapkan kedewasaanya.
Eve memindahkan file foto itu ke phonecellnya. Mematikan komputer lalu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Rasa kantuk yang diharapkannya tak kunjung datang.

Ketika kesempurnaan dalam frame pandangan khalayak umum digenggamnya, ia seperti terhenti di satu titik. benarkan ini yang ia cari selama ini? pertanyaan itu terus muncul? pertanyaan mengenai hakikat kebahagian dan  cinta. Pernikahan Eve dengan Haryo tinggal menghitung hari, tetapi Eve tetap merasa masih mencari sesuatu tanpa tau apa yang hilang. Seperti menemukan sesuatu tanpa tau apa sebenarnya yang ia cari. Ruang di hatinya tetap kosong....

****


Pernikahan Eve tinggal 10 hari lagi.


"Ryo, ada yang ingin aku bicarakan, temui aku di Lorojonggrang, Cikini 30 menit lagi" ucap Eve singkat sebelum menutup kembali phonselnya. Hari itu Eve sengaja ke jakarta untuk berbicara dengan Ryo sapaan akran Haryo.

Haryo terlambat 30 menit dari waktu yang dijanjikan, Eve sudah menghabiskan satu gelas juz sirsak. Kesibukannya sebagai pengusaha membuatnya tidak bisa datang sesukanya, karena banyak  bisnis yang di urusnya.

"maaf aku terlambat eve..." kata Haryo begitu sampai

Eve menggeleng sambil tersenyum datar.

"Ngga apa-apa, maaf aku meminta waktumu mendadak" ucap Eve kaku tanpa menatap Haryo, tatapannya justru ia buang ke ornamen-ornamen restaurant di sampingnya.

" Ada masalah apa Eve? apa ini terkait persiapan pernikahan kita?" tanya Haryo gusar

"Ini masalah serius Ryo, tentang pernikahan kita, sebelumnya aku minta maaf"

"Its okay, Ceritakanlah...'

"Ryo, apa kamu merasa sudah mengenal aku ?"

"Tentu, orang tua kita sudah lama berteman, bahkan kita saling kenal sejak kecil..."

"Tapi kami belum tau semua tentangku Ryo...aku ingin menceritakannya sebelum pernikahan itu terjadi"

"Okay aku kan mendengarkannya dengan senang hati..."

"tapi ini bukan kabar baik..."

"Hmmm, baiklah..."

"Ryo, aku tidak berharap apa-apa setelah aku menceritakannya,   Ryo...aku...aku sudah tidak virhin lagi. Ini memalukan! tapi tolong jangan ceritakan pada Ayah, cukup kau dan aku saja yang tau"

Ekspresi wajah Haryo tidak berubah "Itu saja?"

Eve terheran dengan reaksi haryo yang diluar dugaannya " Kau tidak terkejut?"

"tidak, aku bukan tipe orang orang yang mudah terkejut, berita baik maupun buruk semua kuhadapi sama, karena itulah kehidupan, kadang seuai keinginan kadang tidak. Semua biasa saja..."

"Lalu sekarang bagaimana keputusanmu, setelah tau ceritaku... aku tidak pantas untukmu aku tidak sebaik yang kalian tau"

"Aku tetap menginginkanmu menjadi istriku Eve..selama kau mencintaiku...kau mencintaiku kan?" Tanya Haryo

Eve terdiam, tenggorokannya tercekat. Sulit mengatakan karena saat ini ia tidak tau. Bayang-bayang gadis kecil dalam mimpinya tiba-tiba muncul.

"Eve? kau dengar pertanyaanku kan sayang?"

"Ah, eh iyaa...aku mencintaimu" jawab Eve asal tanpa menjiwai kalimatnya

Haryo beranjak dari duduknya mendekati Eve lalu mengecup lembut kening Eve. Eve memejamkan matanya. Merasa baru menghianati dirinya, menghianati Haryo, menghianati keluarganya, dan menghianati kenyataan.


....

Puluhan email dari Eve memenuhi inbox Melly dalam beberapa hari terkahir sejak mereka kembali berkomunikasi. Melly membacanya satu persatu hingga dapat merasakan apa yang sedang dirasakan sahabatnya saat ini. Melly termenung di depan laptopnya. Bingung tidak tau harus bagaimana.

"Mel, heloow ditunggu kameramen tuh, katanya mau interview.." suara parau Steven mengagetkannya.

sore itu ia ada janji interview dengan Marc Marquez, pria yang menjadi dilema bagi sahabatnya.

Seperti biasa Marc, sudah menunggu di tempat interview, dari dulu dia sangat tepat waktu dalam acara apapun, bahkan meski gelar juara dunia terus bertururt trurut diraihnya sama sekali tidak membuatnya jumawa, tetap stay ground.

"hai mell, melly si reporter senior dari foxsport !! haha" sapa Marc ramah

"eh menyindirku yah karena tak juga naik jabatan dan tetap menjadi reporter?"

"hahaha, luapkan yang tadi aku bercanda"

"iya aku tau..."

"apalagi yang mau kau tanyakan, setiap taun ga bosan mewawancaraiku?"

"aku sebenarnya bosan melihatmu jadi juara terus heheh" balas melly

Marc tertawa lebar...

" serius, apa buktinya?"

"lihat saja aku tidak akan datang di valencia, aku bosan melihatmu..."

"Kau pasti bohong kan?"

"aku serius, aku harus menghadiri pernihan sahabatku...'

"Hebat ya sahabatmu itu bisa mengalahkan aku, valencia penentuan akhir jadi tidak penting ya hehe.."

"kau tidak mau tau siapa sahabatku yang menikah itu?

Marc terhenti dari tawanya. lalu memberi kode agar kameramen menjauh

"siapa?" tanya Marc serius

"Evelyne Tjandra..."

Mata marc menyipit mendengar nama itu. Lalu tersenyum getir, tidak seperti senyumnya beberapa detik yang lalu.

"Dengan siapa dia menikah?" tanya Marc dengan suara sedikit bergetar

"seorang PhD, pengusaha dan pengajar juga"

Marc, manggut manggut "Cocok untuk gadis pintar seperti dia " ucap Marc akhirnya, terselip kepedihan di setiap kata yang terucap dari bibirnya.

"daddy...!!! " tiba-tiba teriakan bocah kecil memecah keheningan suasana interview. Bocah kecil itu berlari dan menghambur kepelukan Marc.

"daddy, katanya mau temani aku nonton frozen, ayooo" rengek bocah itu manja, tak berapa lama Vanessa asisten pribadi Marc muncul.

"Sory, marc..Annabelle kabur, dia tidak mau aku temani, dia mau kau yang temani .." ucap Vanessa, lalu tersenyuk ke arah Melly

Marc bangkit dari duduknya sambil menggendong Annabelle mengajaknyanya ketaman di depan hotel. Tak berapa lama Marc kembali, kali ini berjalan beriringan sambil bergandengan tangan.

"Onty melly, maaf ya abel mengganggu pekerjaan onty dan daddy..." ucap bocah itu sebelum pergi meninggalkan melly dan Marc.

"anak itu pintar, tidak seperti anak-anak lain. dia bisa diajak berbicara dan mengerti..." ucap marc tanpa di tanya

"Anak itu sepintar ibunya.." Melly menimpali

Marc tersentak " Apa??"

"Iya annabelle sepintar ibunya, Evelynne.."

"Kau tau darimana??"

"jadi betul Marc? Evelynne adalah ibunya Annabelle?"

Marc, meremas rambutnya sambil tertunduk, lalu mengepalkan tanggannya dan meniju sofa yang didudukinya lalu beranjak berdiri. Berjalan hilir mudik. Melly hanya menatap Marc dalam duduknya.

"Dia menyesal meninggalkanmu dan anakmu...anak kalian maksudku, sekarang Evelynne sakit padahal pernikahannya tinggal seminggu lagi. Dia masih mencintaimu, dia saat ini tersiksa, Eve ingin bertemu Annabelle..."

Marc terhenti dari sikap gelisahnya, ia kembali duduk. Kali ini disamping Melly. Marc memegang kedua lengan Melly " Katakan apa yang harus aku lakukan?? ha?? bukan cuma dia yang tersiksa, tapi aku juga sama sekian tahun aku memendam perasaanku, aku rindu, aku mengkhawatirkannya, aku ingin tau kabarnya tapi aku sudah berjanji padanya untuk tidak lagi menganggu kehidupannya..."

Melly menatap Marc, tampak jelas airmata membanjir, korneanya memerah, wajahnya memerah dan giginya gemeretak menahan emosi.

"Marc....lepaskan tanganmu..." pinta Melly 

Marc menuruti. Marc menyeka air matanya dengan ujung lengan sweater yang dikenakannya, terakhir ia menangis adalah ketika masyarakat menuduhnya pindah ke Andorra untuk menghindari pajak. 

"Sepang-jakarta cuma 1,5 jam. Pikirkanlah untuk menemui Eve...hubungi aku jika kau sudah membuat keputusan, ini kartu namaku nomor phonecellku ada di situ"

Marc menerima kartu nama yang disodorkan Melly.

"aku permisi dulu, kau perlu waktu untuk berpikir. interview kita resechedule saja, selamat malam" 

bersambung....