Powered By Blogger

Jumat, 20 Juni 2014

The Rest of My Life #3

author POV:

Sejak insiden pembajakan kursi roda oleh Alex lalu Ilona terjatuh, menjadi semacam benang merah yang menyatukan alur cerita hidup Ilona dengan Marc. Marc merasakan ada sesuatu dalam di Ilona yang membuatnya tertarik, masih tidak mengerti apakah sesuatu itu. Mungkin karena Ilona tidak mengejar ngejarnya? Kecantikan ilona? Wajahnya ayu, tapi jika wajah ayunya saja mengapa marc tidak memiliki perasaan yang sama pada Lara, Sara maupun Angelika para model papan atas yang seringkali berpasangan dengan dirinya. Pusing mencernanya. Marc hanya mengikuti kata hatinya. ilona. Nama yang unik bagi Marc. Ketika pertama melihatnya membuat Marc ingin melihat untuk kedua kalinya. Namun ketika marc melihat ilona untuk kedua kalinya membuat dirinya ingin melihatnya untuk ketiga kalinya. Begitu seterusnya. Ilona seperti zat adiktif yang membuatnya selalu ingin lagi dan lagi. Kesepakatan mengantar ilona jalan jalan pagi sebagai konsekuensi rusaknya kursi rodapun dengan suka hati ia ambil alih dari Alex. Dengan senang hati Alex memberikan, bahkan karena hal itu Alex menganggap Marc kakak yang luar biasa baik. Dan penantian perjumpaan dengan ilona menjadi lebih menarik ketimbang race motogp yang dulu sangat dinantinya. Semua menjadi biasa saja kecuali ilona.  Obrolan ringan dengan ilona menjadi hal luar biasa meski hanya membicarakan kupu-kupu kuning yang warnanya tidak simetris. Atau membahas tentang semut yang selalu bersalaman setiap kali ketemu. Atau bunga liar sepanjang jalan yang dulu sering terinjak oleh marc saat jogging. Bunga itu menjadi luar biasa indah saat Ilona yang mengatakannya.

" marc....kau tau sejak kecil aku suka sekali bunga, apapun bahkan bunga seperti ini yang tumbuh liar, jika kau perhatikan dengan seksama dari dekat, ia indah sekali" kata ilona sambil menyodorkan bunga liar di tangannya.



Marc menerimanya, lalu mengamatinya. Benar! Bunga itu indah ketika benar benar diamati. Sejak saat itu mendadak marc menjadi pencinta bunga, di manapun saat melihat bunga marc teringat Ilona.

Obrolan ringan dan sepele yang tercipta yang tidak menonjolkan tentang siapa diri. Bukan karena siapa marc dan siapa ilona.

@@@@@@

Ilona POV


Sudah hampir 2 minggu marc tidak datang, alex juga sama, 2 orang itu seperti hilang diculik alien. Belum pernah selama ini Marc menghilang. Sebenarnya aku ingin bertanya pada bibi carlotta tapi aku malu. Bibi carlotta pasti akan menggodaku jika aku bertanya tentang mereka. Hari dan minggu terasa lambat berjalan tanpa marc. Biasanya hanya menjelang weekend saja dia tidak datang. Entah apa yang dia lakukan setiap weekend. Mungkin dia menghabiskan waktu bersama kekasihnya. Aaahh bodohnya aku!! Benar saja setiap week end dia tidak ada. Aku benci kenapa aku harus bertemu dengan marc! Aku benci kenapa marc harus sebaik itu pada gadis cacat seperti ku. Tidakkah ia tau itu hanya akan menyakitiku? Memberi harapan kosong. Fatamorgana!!

Perlahan pandanganku kabur seperti kaca mobil yang tersiram air hujan. Aku termenung di atas kursi rodaku menghadap jendela. Di luar sana hujan. Hujan, membuat kesedihanku sempurna. Atau mungkin ini cara Tuhan membuatku lebih siap meninggalkan dunia? Ketika tidak ada lagi alasan untukku tetap bertahan di dunia ini. Mungkin.
Papa. Sudah lama papa tidak menengokku. Kudengar dari bibi Carlotta karir papa semakin maju sehingga papa makin sibuk karena harus sering pergi ke New York. Papa masih muda, dan tampan. Pasti banyak wanita di luar sana yang ingin menjadi istri papa, tapi pasti mereka tidak ingin memiliki anak tiri pesakitan seperti ku. Ya! Aku hanya menjadi penghalang kebahagiaan papa. Maka lebih baik aku ini tidak ada, jadi papa tidak perlu repot mencari wanita pengganti mama yang mau menerimaku.

"Ilona....lihat bibi bawakan ocha hangat kesukaanmu..." suara bibi Carlotta memecah suasana haru biru hatiku pagi itu. Aku tidak segera menengok. Cepat kuhapus air mata yang sedari tadi membanjiri wajahku. Arghh tapi tanganku rasanya lemas..dan....terlambat!! Bibi Carlotta mendapatiku menangis.

"Ehh ilonaa, kamu menangis?? Sayang jangan nangis...ayo ceritakan padaku..ada apa?" Tanya bibi Carlotta dengan wajah khawatir.

"Ehmmm...tidak apa apa..mungkin karena hujan jadi..aku terbawa suasana" jawabku bohong, tapi aku tak terlalu pandai berbohong.

"Ayolah jujur pada bibi....ada apa?" Bibi carlotta benar benar tak percaya.

"Ehmmm..tidak aku cuma kangen sama papa" jawabku akhirnya.

Terlihat ekspresi lega di wajah bibi carlotta.

"Tenanglah ...baru bibi mau kasih kabar...besok ayahmu datang, dia juga kangen berat sama gadis semata wayangnya..." ucap bibi Carlotta sambil mengusap sisa air mataku dengan punggung tangannya.

"Ahh...betul bi? Aky senang sekali..." pekikku. Sejenak mendung kesedihan tadi tergusur oleh kabar tentang kedatangan papa.

"Nah gitu cantik...senyum doong..bibi lega melihatmu tersenyum begitu. Oke bibi mau ke klinik paman Emilio dulu ya...pamanmu itu lupa tidak membawa ponselnya. Bibi cuma sebentar. Kamu jangan ke mana mana ya..., tehnya di meja yah...sekarang bibi pergi dulu..."

Selepas bibi carlotta menghilang bersama deru mesin mobil yang dikendarainya, rumah kembali sepi. Aku benar-benar sendiri. Rasanya hujan hujan begini minum ocha pasti enak. Aku raih segelas ocha buatan bibi carlotta yang diletakkan di atas meja tadi.

"PRAAANGGG!!!!"

Gelas yang kupegang merosot dengan bebas ke lantai. Hancur serpihan kacanya berhamburan ke setiap sudut ruangan. Air ochanya menggenang di lantai. Tapi bukan itu yang membuatku panik. Ada hal lain yang membuatku lebih takut. Jemari tanganku kebas tidak bisa digerakkan dan terus menjalar ke pergelangan tangan lalu lengan. Kemudian aku merasakan nafasku mulai berat dan semakin berat. Aku seperti dihimpit benda padat dari ke dua sisi. Tubuhku tak dapat begerak dan semuanya gelap......



✏✏📝

Perlahan aku membuka mataku. "Pecahan gelas itu. Di mana pecahan gelas itu. Aku tidak mengenali ruangan ini. Ini bukan di rumah bibi Carlotta. Di mana aku?"

Mataku tak begitu jelas melihat karena cahaya terasa terlalu silau, semuanya serba putih. Sayup sayup kudengar suara "bip" yang teratur dan itu seirama detak jantungku. Otakku masih mencerna gambaran disekelilingku. Selang infus. Selang oksigen. Alat rekam jantung. Cat serba putih. Clue itu merujuk ke satu temoat. Aku di rumah sakit!

"Mengapa aku bisa ada di sini?" Tak ada seorangpun di kamar ini.

Kudengar suara langkah mendekat. Papa datang, kapan papa datang...sedari tadi pikiranku sibuk dengan tanda tanya yang terus bermunculan.

"Ilooo....akhirnya kamu sadar...nak. papa sangat khawatir. Maafkan papa yaa, akhir akhir ini papa terlalu sibuk padahal kamu memerlukan perhatian papa. Maafkan papa ya nak..." kata papa panjang lebar. Sebenarnya aku tidak peduli dengan kata kata papa, bagiku papa ada di dekatku sudah lebih dari cukup.

"Ngga apa-apa pa, papa ngga perlu minta maaf. Ilo ngga apa-apa. Oya pap kok papa udah di sini kata bibi carlotta papa baru datang 2 hari lagi?" Tanyaku susah payah. Aku tak begitu nyaman bicara karena masker oksigen yang menghalangi mulut dan hidungku.

Papa tidak menjawab pertanyaanku, ia merengkuhku dalam pelukannya. Lalu kurasakan pipiku basah, padahal aku tidak sedang menangis.
"Papa menangis?" Tanyaku takjub.

Papa lelaki tegar bahkan saat akhirnya mama meninggal ia tidak menangis. Apakah yang membuat lelaki setegar papa berurai air mata?


"Ilo...sayang...kamu koma selama 3 hari, bibi carlotta menelfon papa saat papa dari new York akan kembali ke barcelona. Bibi carlotta dan marc menemukanmu pingsan. Lalu mereka membawamu ke rumah sakit. MG itu menyerang otot-otot mu lagi. Papa harap kamu kuat. Papa akan mengusahakan kesembuhanmu. Kamu tetap semangat ya..."

Aku mendengarkan ucapan papa, jadi ternyata aku koma. Jadi MG ini memburuk lebih cepat dari yang kuduga. Aku coba gerakan jemariku. Kulihat bergerak sedikit. Memang gerakannya tidak seperti yang kumau. Aku sudah pasrah karena aku tau hal ini cepat atau lambat pasti terjadi. Air mata papa membuatku harus tegar, aku tidak ingin papa bersedih melihatku terpuruk. Air mata papa sangat berharga untukku. Membuatku sadar bahwa papa sangat menyayangiku, tidak seperti yang kupikir beberapa hari lalu bahwa papa akan menikah lalu melupakanku.

"Iya pap, ilo janji akan tetap semangat..." janjiku sambil tersenyum, meski papa tidak melihat senyumku karena terhalang masker oksigen.

"Oh iya selain papa juga ada seseorang yang lebih khawatir dari papa ternyata..., sebentar papa panggil ya...?"

Papa melangkah keluar. Hmm pasti bibi Carlotta, aku merasa bersalah membuatnya khawatir. Terakhir kuingat aku memecahkan gelas berisi ocha sebelum semuanya menjadi gelap.

Aku menoleh ketika sekilas bayangan masuk selepas papa keluar kamar tadi. Bukan bibi carlotta!

" marc?" Tanyaku lemah. Aku tidak mengira marc menjengukku. Diakah orang yang di maksud papa?

Marc mendekat, matanya lekat menatapku. Jemarinya yang besar dan telapak tangannya yang kasar menggenggam tanganku yang dingin. Tangan marc hangat. Dan kehangatan itu menjalar ke seluruh tubuhku, memberi kekuatan tersendiri yang tidak bisa di jelaskan. Entahlah saat marc ada di dekatku aku selalu merasa lebih baik.

"Ilona..., hmmm gimana sekarang? Apa yang kau rasakan? Sakitkah?" Tanya marc dengan ekspresi khawatir

Aku hanya menggeleng. Tenggorokan ku terasa kering. Mungkin karena selama tigaselama tiga hari belum terlewati air.

Kami hanya saling menatap. Tatapan mata marc membuatku ingin hidup seribu tahun lagi. Sungguh! Dan hatiku perih karena keinginanku itu mustahil. Bahkan mungkin saat ini malaikat pencabut nyawa sedang berkeliaran di dekatku, bersiap siap menekan tombol "off" untukku.

Seorang perawat datang mengantarkan minuman.

"Maaf tuan, nona ilona baru sadar dari komanya jangan dulu diajak bicara terlalu banyak..." perawat itu memperingati.

Kemudian perawat itu memberikanku minum dengan sendok sedikit demi sedikit. Cukup membasahi tenggorokanku yang kering.

Marc masih duduk di samping tempat tidurku dan memperhatikanku yang sedang disuapi air putih sesendok demi sesendok.

"Waktunya tidak sampai 5 menit ya tuan, setelah itu nona ilona harus istirahat" ucap perawat itu lagi pada Marc. Marc mengangguk sopan sambil tersenyum tipis. Tidak salah jika perawat itu memanggil tuan karena saat itu marc mengenakan kemeja biru muda dan celana hitam. Biasanya marc mengenakan jeans dan kaos. Tapi apapun yang dikenakannya tak mengubah sedikitpun daya tariknya.
Aku menyayangkan waktu yang sangat singkat bertemu dengan Marc.

"Marc,...kau kemana selama hampir 3 minggu ini?" Tanyaku ingin tau. Aku benar benar tidak bisa menahan rasa ingin tahuku.

"Maaf...aku tidak memberimu kabar sebab kukira kamu tidak ingin tau kegiatanku...hehe karena kamu tidak pernah tanya..aku baru dari malaysia australia dan jepang ..."

Aku tersenyum sambil mengangguk pelan. Sebenarnya aku ingin tahu apa yang dikerjakannya di 3 negara itu, tapi pasti jadi lama dan perawat tadi pasti mengomel. Masih ada hari esok, pikirku.

"Marc..apa kau besok akan ke sini lagi?" Tanyaku malu-malu

"Kalau kau mengijinkan aku akan ke sini setiap hari..." jawab Marc sambil mengerjapkan matanya.

"Tentu...aku sangatbmenunggu.." jawabku jujur.

Hatiku maafkan aku melanggar janji. Aku tidak bisa membohongi diriku yang merindukan Marc. Hatiku maafkan aku melanggar janji untuk tidak jatuh cinta.

"Tuan, waktunya sudah hampir habis..silahkan tinggalkan nona Ilona, terimakasih" perawat tadi mengingatkan marc lagi.

"Ilona..sampai besok yah...semoga kau cepat pulih" ucap marc di telinga ku lalu mengecup lembut kedua pipiku sebelum meninggalkan kamar. Hatiku bergetar hebat. Dalam sakitku aku merasa sangat beruntung atas kehadiran Marc. Siapakah dia sebenarnya?

Aku menyesal tidak mencari informasi tentang marc, apa pekerjaannya. Itu karena aku sengaja membuat benteng agar aku tidak jatuh cinta dengan Marc. Rasa ingin tauku tentang Marc aku matikan dan kubuang jauh jauh. Namun akhirnya aku sendiri tidak kuasa menolak saat cinta itu datang mengetuk hatiku bahkan saat ini tengah menerjang dan membanjiri hatiku.

"Ah marc...rasanya tidak sabar menunggu pertemuan denganmu besok "

####

Aku masih di infus dengan immunoglobulin. Respon tubuhku cukup baik. Hari ini aku merasa jauh lebih baik. Bahkan aku tidak perlu lagi memakai masker oksigen, juga alat pacu jantung sudah dilepas. Hanya satu selang saja yang masih menempel di tangan kiriku, selang infus.

"Suster, boleh minta tolong rapikan rambut saya?" Pintaku. Aku tidak ingin terlihat kusut saat marc datang. Aku tidak ingin tampak seperti mayat. Meski aku masih terbaring.

Perawat itu dengan telaten menyisir rambutku dan memasangkan bandana, lalu mengoleskan lipgloss di bibirku yang kering.

"Sore ilonaaa..." tanpa melihat siapa yang menyapaku aku sudah tau itu suara Marc. Perawat itu kemudian meninggalkan aku saat marc masuk.

"Hay marc..kamu datang juga.." jawabku sambil tidak lupa memberikan senyuman termanisku. Marc mencium pipiku. Aku suka kebiasaan marc yang baru ini. Sejak kemarin dia melakukannya dan aku suka.

."aku membawakan sesuatu untukmu.."

Kulihat sedari tadi marc menyembunyikan kedua tangannya di punggung.

"apa? Kau membuatku penasaran...."

"Taraaaa.....coba lihat! "

"Kotak musik?"

"Benarrrr....apa kau suka?"

"Suka...suka sekali"

Marc membuka kotak musik itu. Muncul sebuah boneka cantik berpakaian balet. Boneka itu bergerak seiring musik. Menari. Balet!!

Aku tidak kuasa menahan tangis. Benda itu mengingatkan masa laluku. Aku benci melihatnya. Reflek aku meraih kotak musik dari tangan marc lalu membantingnya ke lantai. Sekejap suara musik itu lenyap dan pecah berkeping keping termasuk boneka penari balet itu pun hancur. Sama seperti aku, hancur.

Marc panik melihat reaksiku. Ia berusaha menenangkanku. Marc mendekapku.

"Ilona jangan nangis....nanti nafasmu sesak...maafkan aku..aku tidak tau salahku dimana tapi aku minta maaf membuatmu menangis" ucap marc gugup.

Aku tersentuh oleh kata kata marc, tentulah ia tidak tau apa salahnya tentulah ia tidak tau mengapa aku merusak hadiahnya. Aku coba menghentikan tangisku, kuhirup udara dalam dalam dan menghembuskannya pelan-pelan.

"maafkan aku marc...aku merusak hadiah darimu...seandainya bukan boneka penari balet ..." ucapku pelan, masih dalam dekapan Marc yang hangat. Kudengar detak jantungnya tak teratur. Aku benar-benar telag membuat Marc panik.

"Maafkan aku..aku tidak tau kalau kau tidak suka penari balet..." ucap Marc terbata.

"bukan...aku suka balet suka sekali bahkan aku ..." terdiam aku tak sanggup melanjutkan kalimatku.

"Lalu..." marc mengangkat lembut wajahku dengan kedua tangannya

"aku penari balet..." jawabku sambil menatap nanar ke dalam iris mata Marc. Seiring dengan jawaban yang keluar dari mulutku, air mataku turut mengalir.

Marc menengadah sambil memejamkan matanya mengatupkan bibirnya yang bergetar. Seakan marc turut merasakan kepedihan yang aku rasakan. Kemudian mendekapku lagi lebih erat dari sebelumnya.

"Apa bibi carlotta tidak cerita padamu?"

"Tentang?" Tanya Marc tak mengerti

"Lumpuhku ini...kau pernah dengar Miasthenia gravis?"

Marc menggeleng sambil terus lekat menatapku.

"Itu nama penyakit, yang membuatku menjadi gadis berkursi roda, merebut semua mimpiku...." pandanganku menerawang hampa menatap kosong tetesan infus yang tergantung tak jauh dariku.

"Hey....!! Jangan melamun...!" Sergah marc sambil melambaikan  tanganya di wajahku.


"Apa sih??? Aku tidak melamun kok..." ucapku membantah dugaan Marc. Kuraih tangannya agar berhenti melambai lambai di wajahku.

Marc menatapku tajam saat aku meraih tangannya. Aku yakin semua mahluk bernama wanita di muka bumi ini takkan mampu manahan tatapan itu. Aku mengalihkan pandangan ke tangan Marc. Aku masih memegang tangan marc, sekarang aku benar benar merasakan permukaan telapak tangannya yg kasar karena kulitnya terkelupas.

"Tanganmu kasar sekali?" Tanyaku mengalihkan pembicaraan

Marc tertawa. "Haha iya...tanganku seperti ini kecuali musim dingin. Eh maafkan aku yah tapi pipimu tidak lecet waktu aku menghapus air matamu tempo lalu?"

"Eh kau ingat?" Tanyaku tak percaya, sebab kukira hanya aku yang menyadarinya.

"Ilona...hal tersulit adalah melupakanmu..jadi mana mungkin aku tidak ingat? " jawab marc sambil menarik rangannya dari genggamanku

"Marc...kenapa bisa mengelupas seperti itu?" Tanyaku penasaran.

"Ini risiko pekerjaan..." jawab marc sambil mencabuti kulit tangannya yang mengelupas.

Aku mengangguk mengerti sebab sebagai penari balet dulu konsekuensinya jari jari kakiku lecet mengelupas dan di beberapa bagian mengeras.

"Apa aku boleh tau pekerjaanmu marc?"

"Eh kau jadi mengalihkan pembicaraan tadi kita sedang bicara tentang sakitmu. Pasti ada obatnya..."

Aku menggeleng..."tidak...kau tau mamaku dan nenek? Yang makamnya tiap hari aku datangi? Mereka meninggal karena miasthenia gravus kau tau...." jawabku pilu di mataku terbayang upacara kematian ku.

Marc menatapku dengan mata redup, aku tidak bisa mengartikan tatapan itu. Terlalu pede jika aku katakan itu tatapan mata takut kehilangan. Siapalah aku ini?
Marc menarik nafas berat memejamkan mata sejenak. "Ilona...ijinkan aku memelukmu lagi.." pinta marc.

Sebenarnya itu bukan minta ijin, karena Marc tidak menunggu jawabanku. Aku sudah berada dalam pelukannya. Tercium aroma tubuhnya. Mengingatkanku saat kejadian beberapa waktu lalu yang membuatku ada dalam gendongannya. Mencium aroma tubuhnya. Terekam dalam memori bawah sadarku. Aku tidak dapat mendefinisikan aroma seperti apa, yang pasti aku menyukainya. Marc masih memelukku.

"Ilona..." marc memanggil lembut namaku

"Yaaa..." jawabku pelan

"Aku rasa aku takut kehilangamu....aku terus memikirkanmu setiap kali kau tidak ada di dekatku. Aku selalu ingin cepat kembali ke cervera agar aku bisa mendorong kursi rodamu menyusuri jalanan di cervera, menghirup embun pagi yang sama, mengomentari kupu kupu, burung burung kecil, dan segala hal sepele namun saat bersamamu semua menjadi istimewa. Kau membuatku melihat dunia ini jadi lebih indah ilona...dàn saat tak bersamamu semua tampak biasa biasa saja...aku tidak tau mengapa bisa seperti ini, tapi ini jujur....aku harap kau tidak mengira aku sedang berbohong...sebenarnya aku sudah lama ingin mengatakannya..ilona maaf jika aku terlanjur mencintaimu...apakah kau juga merasakan hal yang sama??"

"Marc...kau tau saat kau tak datang lagi aku merasa waktu dalam sehari bukan 24 jam lagi tapi 48 jam, semua terasa lebih lama. Marc kau tau sejak kau datang kau membuatku takut.."

"Takut apa? Apa aku menakutkan untukmu"

Tanya marc sambil merenganggkan pelukannya. Lalu menatapku dalam jarak hanya beberapa sentimeter. Hingga aku jelas melihat iris mata marc yang choklat bahkan aku bisa melihat komedo disekitar hidungnya. Bulu matanya lebat dan lentik di bingkai sepasang alis yang lebat berwarna choklat tua. Bibirnya selalu basah dan selalu membentuk garis senyum.

"Kau membuatku takut menghadapi kematianku marc, karena aku takut tidak bisa lagi melihatmu..."

"Ilona kau tidak boleh mendahului Tuhan tentang kematian, dengar ilona hatiku sakit mendengarmu mengatakan kematianmu sudah dekat. Aku memang tidak tau tentang dunia kedokteran. Tapi aku punya keyakinan bahwa selalu ada jalan asalkan ada kemauan. Kau harus belajar untuk perpikir positif dan optimis bahkan dalam situasi terburuk sekalipun."

"Tapi...." bantahku

"Sssttt..." marc meletakkan jari telunjuknya di atas bibirku. Lalu membelai bibirku dengan jemarinya menatapku dalam. Kemudian mendaratkan bibirnya di atas bibirku. Aku memejamkan mata. Aku tidak bisa menolaknya karena aku juga menginginkannya. Bibirnya yang lembut menyentuh bibirku, tidak seperti jemarinya yang kasar. ini ciuman pertamaku!

Darahku mengalir kencang dan aku tak berani bernafas. Untunglah marc hanya mengecup singkat namun seumur hidup takkan pernah kulupakan!

"Berjanjilah untuk sembuh? Berjanjilah kita akan menua bersama, menghabiskan waktu bersama sampai akhir hidup bersamaku"

Sejenak aku lupa tentang bayang bayang malaikat kematian. Aku mengangguk.

"Demi kamu, aku ingin hidup seribu tahun lagi marc..."


 @@####@@

Aku duduk bersandarkan bantal di punggungku. Sejak tadi malam aku tidak makan, puasa untuk persiapan operasiku. Timektomi. Marc berhasil meyakinkanku untuk mengambil tindakan itu.

"Pagi nona ilona...nampak lebih segar pagi ini..." sapa perawat yang baru kemarin aku tahu namanya carbonel.

"Pagi...."

Rutinitas pagi yang selalu perawat itu lakukan. Menyeka badanku. Mengukur suhu tubuh, tekanan darah, menghitung denyut nadiku lalu mencatatnya dalam berkas.

"Nona...apa pangeranmu akan datang pagi ini?"

Aku terperanjat

"Maksudku tuan Marc Marquez..."

"Oh iya...ada apa?"

"Saya menitipkan ini tolong sampaikan untuk tuan Marc.." kata perawat itu sambil menyerahkan amplop coklat berukuran A4 padaku.

Meski bingung, aku menerimanya. "Baiklah ...sebentar lagi dia datang..."

"Terimakasih banyak nona, saya lanjutkan tugas saya ke pasien berikunya, semoga operasinya lancar..."
Perawat itu berlalu. Aku masih mengamati amplop choklat itu, tidak di segel. Sepertinya bukan rahasia. Aku mengintip isinya. Nampak seperti foto-foto. Aku menariknya satu lembar. Jantungku memburu seketika. Foto dalam amplop itu marc!!

Bagaiamana mungkin perawat itu memiliki foto marc??? Siapa dia? Ada hubungan apa???




To be continued....




Senin, 16 Juni 2014

The serial comedy of marquez family #session7

Cover story _ Marc - Alex - Alicia dan Maru


Hi...
Serial comedy marquez family kembali hadir. buat yang baru pertama baca jangan khawatir sebab meski judulnya serial tapi di setiap ceritanya tidak berhubungan dengan cerita sebelumnya kok. Disebut serial karena karakter dan tokonya saja yang sama, kalau alur cerita sih lepasan.

Hmmm, menulis cerita komedi itu tantangannya lebih besar daripada menulis romantis dan manis, itu yang aku rasakan. karena apa? Sebab harus berhasil membuat pembacanya tertawa. Nah anehnya, saat aku yakin tulisanku lucu justru malah ada yang bilang gak lucu, nah pada saat aku yakiiiin banget ini ngga lucu aku cuma berusaha membuat selucu mungkin justru malah katanya lucu bangettt...jadi sebenernya sampai sekarang aku belum menemukan jurus nulis yang lucu...gitu sih, Tapi justru di situ tantangannya...makanya aku mencoba lagi...entah lucu entah engga yang penting aku sudah berusaha...berusaha bikin tulisan lucu biar yang baca terhibur...

salam,

Marcia

@@@@@@

Okay....simak ceritanya yuuuk



Ini cerita tentang sofa tua dengan motif bergaris yang sering menjadi sengketa tak berakhir di rumah marc. Mami roser betul betul tidak habis pikir mengapa sofa bergaris yang sudah agak buluk itu selalu saja menjadi objek rebutan ketiga anak-anaknya. Sampai-sampai mami roser membeli sofa lagi 2 buah supaya mereka tak berebutan tapi tetap saja yang diributkan adalah sofa tua itu.




"Marc...ayolah pindah itu sofaku..ah kau merusak hariku.." Pinta alex sambil menarik-narik kaki marc agar hengkang dari sofa yang diklaim sebagai singgasananya Alex. Tak berhasil. Marc tak bergeming dia asyik senyam-senyum menatap iphone ditangannya.  Padahal sejak di rumah Rins tadi Alex sudah membayangkan begitu sampai rumah segera relaksasi di sofa kesayangannya itu. Tapi sayang si bayi alien sudah menguasainya. Alex mengendus kesal.

Alex melirik kaki marc. Padangannya tertuju pada bulu-bulu yang tumbuh di bawah kuku ibu jari kaki Marc. Ia teringat ketika Alicia membangunkannya dengan cara menarik bulu-bulu kakinya. Perih luar biasa. Bahkan saat itu Alex sampai terloncat dari tempat tidur. Dengan senyum jahil Alex melaksanakan idenya.

"Hupp ciaaaaattt tariìkkkk!!" Jemari alex menarik bulu-bulu kecil di kaki Marc.

"Rawrrrrrrrrrr" Marc meraung dan meloncat. Untung saja Alex berhasil menghindari gerak refleks kaki marc. Kalau tidak bisa bisa hidungnya patah dan harus di gips.

Pada saat yang samadengan raungan Marc di dapur terdengar suara barang berjatuhan. Mami roser yang sedang masak di dapur dibuat kaget oleh raungan Marc yang mirip serigala berubah bentuk.

"Hahahaha...yessss berhasill!!!" Teriak Alex seraya melompat ke sofa yang sudah kosong. Marc masih mengusap usap untuk menghilangkan rasa perih di kakinya akibat Alex mencabut bulunya dengan sadis.

"Sarap lu....awas yah!" Kata marc sambil menerjang Alex bermaksud melakukan hal yang sama. Marc mencengkeram kaki Alex. Alex tak menghindar. Ia tetap santai dan memasrahkan kakinya.

Marc membolak balik kaki Alex, yang tak berbulu selembar pun. "Kok kaki nya lady legs gini??" Tanya marc dengan mimik heran.

Alex hanya mengulum senyum. Tak menjawab.

"Eh kau waxing?? Gila yah..." tanya marc sambil bergidik geli dan tatapan menyelidik lalu melemparkan kaki Alex ke tempat semula.

"Alicia tuh yang sarap! Tiap pagi dia bangunin aku dengan cara cabutin bulu kaki ..lihat sampai gundu beginil..." ucap Alex cuek

Marc mengangguk-angguk mengerti, seisi rumah sudah tau Alex paling susah dibangunkan, Ide Alicia cukup brilian. Batin Marc.

Tak berapa lama muncul mami roser dari arah dapur, tergopoh sambil menggulung dasternya yang basah.


"Kalian ini kayak kucing sama anjing ributtt terus kerjaannya!" Bentak mami Roser geram dengan keributan yang acap kali terjadi di rumah itu.

"Siapa yang kucing mam?" Tanya Alex

"Kau lah siapa lagi, kau kan malas kayak kucing!!! " celetuk Marc

"Berarti kau anjingnya ??!" Simpul Alex sambil menjulurkan lidahnya.

"Enak aja ngatain gw anjing!! Dasar adik durhaka!" Bentak marc sambil menoyor kepala Alex.

"Sudahhh sudahhh, aduhh mami pusingg! Kalian sudah sebesar ini masih aja kayak anak anak..." Mami Roser mulai frustasi

"Iya tuh mam ! Marc bukan lagi kayak anak-anak kayak bayi malah...dasar bayi Alien!" ejek Alex.

"Eh mmaam lihat tuh Alex kurang ajar masa mami di bilang Alien!" kata Marc mengompori

"Dasar kompor meleduk ! Aku tidak bilang mami itu Alien??" umpat Alex

"Kan kau bilang aku bayi Alien, aku kan anak mami.." bantah Marc membela diri

"Haduhhhhh...cukuppp!!! Kalian diam atau mami buang itu sofa!!" Ancam mami Roser.

Marc dan Alex saling berpandangan. Lalu keduanya kompak memasang tampang memelas. "puppy eyes mode on"

"Iya mam...kita ngga ribut lagi" tanpa dikomando marc dan alex berucap secara bersamaan. kalau sudah begini mami roser langsung luluh.

Mami roser meninggalkan mereka, ke dapur lagi melanjutkan masak dan membereskan tumpahan sup akibat teriakan marc yang mengagetkannya tadi.

Alicia heran dengan tumpahan sup dilantai dapur. Ia hendak mengambil air minum setelah skipping rutin. Alicia berjingkat-jingkat menghindari tumpahan sup itu agar tak mengenai sepatunya.

"Mam kenapa sup di sajikan di lantai begini?" Tanya Alicia polos

"ini bukan disajikan di lantai, tapi tumpah! memangnya ngasih makan maru disajikan di lantai?" jawab mami roser sabar dengan pertanyaan konyol Alicia.

"oohh, kok bisa tumpah mam?" tanya Alicia lebih lanjut

"Ini ulah Marc, pagi-pagi teriak kayak serigala berubah wujud. Mami sampai kaget dan merinding dengernya. Tumpah deh semua. Terpaksa kalian nanti makan spaghetti instan saja yah "

"Waaah...mama, marc harus tanggung jawab tuh. Biar Alicia yang panggil oknumnya biar dia bersihkan TKP!" kata Alicia berkobar kobar.

Alicia menghilang ke ruang tengah. Kedua kakaknya sedang asyik nonton basket di tivi. Alex melingkar di sofa, sementara marc melingkar di karpet di temani Maru yang menyudul nyundulkan kepalanya.

"Marc...dipanggil mami tuh..bantu bersihin lantai dapur...tadi mami kaget kau teriak sampai tumpah masakannya. Gagal makan sup kita hari ini..." Ucap Alicia begitu muncul di muka Marc

"Masa? Mami ngga bilang tadi.." ucap Marc tak percaya

"Kalao ngga percaya ke dapur aja..."

Marc bangkit dari karpet dan berjalan gontai ke dapur.

"Alex geser dong...aku mau rebahan...cape nih baru skipping..." rajuk Alicia pada Alex.

"Siapa suruh skipping....Rebahan di karpet kan bisa..."

"Iiihh nyebelin banget sih...geser dongg" pinta Alcia lagi.

"Ngga mau..."

"Huuuuh" Alicia bersungut lalu menjitak kepala Alex. Berlalu ke ruang tamu. Membanting badannya ke sofa baru yang dibeliin mami.

"Ah tapi sofa baru ini tak senyaman sofa tua bergaris itu " gerutu Alicia. Alicia memejamkan matanya memutar otak mencari cara merebut sofa itu dari Alex.

"Tringgg" sebuah bohlam 40 watts menyala di kepala Alicia.

Alicia bangkit dari sofa mendekati pintu depan lalu mengetuk ngetuk. Seakan ada tamu yang mengetuk pintu dari luar. Alicia terus mengetuk sampai Alex berespon.

"Alicia!!! Kupingmu ke mana? Buka pintu itu ada tamuu!!" Teriak Alex dari ruang tengah. Alicia terkikik, lalu menjawab "iyaaaa kaaaakk aku buka...!!" setelah itu Alicia membukakan pintu, seolah-olah memang betul ada tamu.

"Hayyyy....Rins...cari Alex pasti...sebentar yaah aku panggilkan Alex...." Alicia sengaja melantangkan suaranya agar terdengar sampai ke ruang tengah. Lalu berlari ke ruang tengah menghampiri Alex :

"Alex..ada Rins...cepat ke depan..."
Alex mengerutkan alisnya. Tak percaya. "Rins?? Ngapain dia ke sini kan tadi baru lari pagi bareng??" Tanya Alex

Alicia hanya mengangkat bahunya, "ga tau"

"Suruh masuk ke sini aja Al, kakak lagi pewe nih"

Mendengar jawaban Alex, alicia jadi tak bersemangat. Sepertinya misinya kali ini gagal. Ia berjalan gontai ke tuang tamu. Beberapa saat muncul lagi di muka Alex :

"Rinsnya ngga mau soalnya dia berdua sama cewek..."

"Hah? Cewek? Siapa al?" Alex kaget sampai terbangun dari posisi tidurnya.

"Meneketehe!! Liat aja sendiri!!" Jawab Alicia sebal. Alex penasaran lalu bangkit dari sofa menuju ruang tamu. Mata Alicia langsung berbinar-binar menatap sofa yang ditinggalkan Alex.

"Berhasil!!!! yeayyyyy!!!" Pekik Alicia kemudian membantangkan tubuhnya ke sofa sejenak melakukan peregangan lalu ditutup dengan posisi paling nyaman. posisi maru tidur. Melingkar.

"Eh mana Rins? Kok ga ada? Ngibul yahhh??'' tanya Alex curiga dan penasaran

"Hahahaha kena dehhhh....dasar bayi..!! Haha emang ngga ada rins ke sini hahahaha" Alicia terbahak penuh kemenangan.

"Dasarrr tengilll....awas minggir...atau kakak timpa nih...." ancam Alex.

"Coba aja kalo berani, ada mami paling nanti kamu kena hukum benerin genteng lagi kayak waktu dulu!! Weeew" jawab Alicia nantangin.

Alex berkacak pinggang menatap sebal Alicia yang senyum senyum mengejek.

Marc kembali ke ruang tengah setelah membantu mami Roser membereskan tumpahan sup di lantai dapur.

Marc langsung terkekeh melihat pemandangan di ruang tengah itu.

"Haha ternyata kekuasaanmu tak sampai 1 jam lex!!" goda Marc

"Tengil nih anak satu ini...aku tertipu, dia bilang ada rins.. taunya ga ada!!" ucap Alex kecewa dan sebal.

"Brilliant idenya Al..hahaha..." puji Marc untuk adik tercintanya.

"Siapa dulu dong..ALICIA" ucap alicia songong akibatnya Marc menoyor kepala Alicia. Peraturan di rumah itu hanya kakak pertama yang boleh menoyor.

Baru saja Alicia menikmati kemenangannya. Marc mengedipkan sebelah matanya ke alex dan alex membalas dengan tindakan serupa.

"Kalian mau ngapain?" Tanya Alicia khawatir. Tanpa di jawab serta merta  Alex dan Marc menyerbu Alicia.

Tangan kanan marc memegang kedua tangan alicia sementara Alex kuat-kuat memagangi kedua kaki Alicia.

"Jurus makan mie pakai sumpit!!!" Teriak marc lalu kedua jarinya seolah-olah sumpit yang sedang berusaha menjepit mie, sasarannya adalah leher dan pinggang Alicia. Sejak kecil Alicia paling tidak tahan di gelitikin. Alicia berteriak dan meronta persis ayam yang mau disembelih.

Lalu dari arah dapur suara mami roser terdengar "Alicia jangan teriak teriakkk !!!"

"Ayo kita gotong ke kamar lex!!" ajak marc, Alex langsung mengangguk setuju dengan tawa lebar.

Alicia meronta tapi percuma kedua lengan kakaknya terlalu kuat untuk dilawannya. Kamar Alicia terletak di atas. mereka menggotong Alicia seperti menggotong karpet.

BRUGGGH!! mereka melempar Alicia ke kasur sejurus kemudian mereka berdua menerjang, seperti itu sedari kecil hingga usia tak lagi kanak-kanak. Lalu....

Kraaakkkkk! gubrakkkkk!!! Kasur Alicia jebol. Ketiganya saling bertatapan. Masih dalam posisi yang kacau saling bertumpukan tak jelas

"Marc singkirkan pahamu dari mukaku!!" protes Alicia

"Eh kakimu juga!! singkirkan dari perutku" Protes Alex pada Alicia

Mereka berdua ribut dan akhirnya " BRAKKKK" kaki tempat tidur yang tadinya masih tinggal 1 yang berdiri pun patah. Ketiganya terjerembab.

Kemudian terdengar suara langkah cepat menaiki tangga lalu pintu kamar terbuka, mami datang :

"Suara aaaapp.." mami tak melanjutkan kalimatnya, matanya melotot menatap ketiga anaknya yang nampak seperti anak kucing dalam tumpukan barang bekas. Tempat tidur Alcia sudah tak berbentuk

"Maaamm ...maaam jangan marah yaa" pinta marc memasang ekspresi wajah memelas dan "puppy eyes mode on", biar mami roser ngga tega marah. Ini jurus jitu marc meluluhkan hati mami roser dari ia kecil.

Mami roser menggelengkan kepalanya " Kalian ini sudah besar bukan anak anak lagi, kenapa sih selalu saja ribut urusan sepele? Coba lihat tenpat tidur dari kakek ramon sejak Alcia bayi sekarang hancur berkeping keping...."

"iya maam kami minta maaf yah, mami maafin kan?' marc memelas masih dengan puppy eyes-nya bangkit dan mendekat ke arah mami roser.

"Wadawww!!! sassy bastard!!' teriak Alex pada marc karena jari kakinya terinjak marc saat bangkit

"Alex...ngomong yang sopan sama kakakmu, kamu ini kalo bicara kasar..." tegur mami roser.

"Yaaah kena lagi guweee" gerutu Alex dalam hati

"Maam, nanti Marc yang ganti kasur Alicia dengan yang baru, okay? tabunganku kan ngga pernah terpakai, khawatir terlalu banyak.. hehe" rayu Marc

Mami roser mengelus kepala marc. Dari dulu mami roser tidak pernah bisa benar-benar marah pada Marc.

Alicia menepok jidatnya " Haduhh dasar penjilat!!"


@@@@@@

Marc menutup mata Alicia dengan telapak tangannya sementara Alex menuntun Alicia menaiki tangga. Marc ingin memberi kejutan tempat tidur baru Alicia. Hampir seminggu lebih Marc dan Alex hunting ke sana kemari demi tempat tidur lucu impian Alicia.

"Aduh kak...sebagus apa sih tempat tidurnya, kakak kan pelit..." celoteh Alicia

"cerewet banget sih Al, ngatain pelit lagi! pokonya kalo kamu lihat pasti kamu ngga akan ikutan kita rebutan sofa deh..."

"Iya al, pasti kamu lebih betah di kasur..." tambah Alex

"Taraaaaa" teriak Marc seraya menyingkirkan tangannya dari mata Alica...

"Aaaaaahhhhh kakakkkkk...so sweetttt aku sukaaa bangetttt..." teriak Alicia

tempat tidur hello kitty hadiah dari Marc untuk Alicia


Marc dan Alex toss setelah meninggalkan kamar Alicia yang masih heboh dengan temat tidur barunya.

"Saingan berkurang satu hehe..." ucap Marc

"Marc, mending kita bikin perjanjian, yang menang race boleh tiduran di sofa itu any time sampai race berikutnya"  Alex mengungkapkan idenya

"Ide bagus juga, aku setuju. Nah kan Mugello aku yang menang, berarti sekarang aku penguasa sofanya" simpul Marc senang.

Alex mengajak marc toss lagi " Deal yah..."...."Deal"

"Yuhuuuu" teriak marc girang berlari ke kamarnya mengambil PS Vita dan sejurus kemudian sudah nangkring di atas sofa.


Sofa yang selalu jadi biang rebutan dan keributan
Sementara Alex melingkar di karpet ditemani maru, kucing kesayangan Alicia. Tumben kali ini Alex mau akur sama Maru hahaha

ini Maru kucing kesayangan Alicia, namanya beda tipis dengan Marc

udah jangan di scroll lagi, udah selesai episode 7 nya haha


Selasa, 10 Juni 2014

The Rest of My Life #part2

Dear

Readers yang cantik-cantik. Yakin banget nggak ada reader cowok, karena biasanya cowok ga suka baca FF. Kalo sekarang ada cowok yang lagi baca pasti senyum senyum nih baca pengantar author dan menahan diri untuk ngga komen hahahay.

Oh iya please kindly to realize this is just fan fiction not reality, it just my imagination story about someone i love the most, yah kalian pasti tau siapa orangnya


and the story is continuing...

Mawar merah jambu ini tumbuh di sekitar makam mama


Padahal baru empat hari tidak ke makam mama, tapi rasanya seperti setahun. Beberapa hari ini setiap pagi cervera di guyur hujan, akibatnya rutinitas pagiku terganggu. Hari ini hari selasa, aku bersyukur pagi ini tidak hujan.

Meski tidak hujan tapi kondisi jalanan menuju ke makam menjadi tak begitu baik akibat banyak kerikil yang tergerus hujan kemarin. Aku harus lebih hati-hati, meski aku tau usiaku mungkin tidak lama lagi tapi aku tidak ingin mempercepat kematianku dengan terjungkir dari kursi roda karena teledor. 

Aku mendengar suara suara aneh di belakangku, sepertinya ada yang sedang mengikutiku. Aku menoleh. Kosong. Sepi. Tidak ada siapa siapa. Aku kembali melajukan kursi rodaku dan suara itu terdengar lagi. Sudahlah, pikirku selama tidak menganggu biarkan saja. Apa yang harus aku khawatirkan. Kata bibi Carlotta di Cervera ini aman, bahkan ada satu toko pakaian yang tidak dijaga pemiliknya. jadi si pembeli memabyar dan mengambil kemablian sesuai harga barang dalam kotak uang yang digeletakkan begitu saja di toko itu. Kalau tidak ada kembalian tinggal di catat saja namanya. Besok hari si pemilik toko akan mengantarkan sisa uang kembalian yang kurang. 

Akhirnya kuabaikan saja suara itu, mungkin orang yang penasaran denganku yang selalu rutin ke makam dan betah berlama-lama di makam. Mungkin mereka menyangka aku pengikut ilmu sesat. Aku jadi tersenyum senyum sendiri membayangkan seandainya memang benar mereka perpikir seperti itu.

Aku mengamati makan mama dan nenek yang sudah 4 hari tak kukunjungi, kemudian mataku terhenti pada bunga berwarna pink. Meski dari kejauhan tapi aku yakin itu adalah mawar. Mawar merah jambu yang mekar dan beberapa kuncup yang belum mekar, sangat mencolok di antara hamparan rumput hijau. Sejak kapan ada pohon mawar di sini, seingatku sepanjang yang kulihat hanya warna hijau. Atau mungkin selama aku datang ia belum berbunga dan baru berbunga setelah beberapa hari diguyur hujan. Pikiranku sibuk dengan berbagai kemungkinan, monolog.

Entah mengapa semakin lama kutatap mawar itu, seakan mawar itu berkata " bawa aku pulang bersamamu...". Letaknya tidak bisa dijangkau dengan kursi roda karena harus melewati batu nisan mama dan nenek. Aku mencoba berdiri, sebetulnya ini sangat dilarang, dokter membolehkanku berjalan hanya jika di sekelilingku ada orang. Tapi kali ini, mawar itu benar-benar menggodaku untuk kupetik. Kakiku terasa ringan melangkah, mungkin sekitar sepuluh langkah aku berjalan, hingga mawar itu benar benar bisa kupetik. Aku duduk bersimpuh di hamparan rumput itu, pohon mawarnya masih kecil. pantas saja selama ini aku tidak menyadarinya. Aku memetik satu bunga yang sudah mekar sempurna. kelopaknya masih basah oleh embun pagi. Indah sekali! Aku menciumnya berkali kali sambil tersenyum, wanginya lembutnya membuatku ketagihan.

Aku masih memejamkan mata sambil mencium mawar merah jambu itu, ketika tangan seseorang menyentuh pundakku. Aku terkaget tak bersuara, menahan nafas, bahkan mawar yang sedang kupegang jatuh ke pangkuanku. Beberapa detik bahkan aku tidak berani menoleh.

"Hey...sedang apa kau di sini?" terdengar suara bersahabat menyapaku. Aku menghela nafas lega. Si pemilik suara itu ikut duduk di sampingku. Aku beranikan diri untuk menoleh. Astaga !! senyum itu mengingatkan aku pada senyum Marc. Gigi rapi dengan bingkai bibir tebal berisi. Hari ini marc tidak mengenakan helm dan kaca mata hitam. Dia berpakain olah raga biasa. Sepertinya dia baru jogging. Rajin sekali berolah raga, bathinku. Kalau kutebak mungkin usianya tidak berbeda jauh denganku. 

"eh...kok melamun? " Tanya Marc sekali lagi

"ehmmm,.." aku kesulitan menelan ludah karena kaget. " iya, aku suka bunga ini" jawabku kaku. Aku meraih mawar yang tergeletak di pangkuanku dan mengacungkan ke arah marc.

"Kau memetiknya di sini?" tanya marc sambil menunjuk tanaman di depannya.

Aku mengangguk sambil tersenyum. Entah mengapa sikap Marc yang bersahabat ini membuatku merasa lebih aman. 

"Oh iya, waktu itu kita belum berkenalan, aku marc dari keluarga marquez, yang kemarin bersamaku itu adikku Alex dan sahabat kecilku Tito. Namamu siapa?" marc mengulurkan tangannya mengajak berjabat tangan.

Aku menyambutnya, kupindah mawar di tangan kananku ke tangan kiri "Namaku Ilona Rosquez, aku baru sebulan di sini. Tinggal bersama bibi Carlotta dan paman Alzamora.  Ini makam mamaku, Mayla Alonso dan sebelahnya makam nenekku" kataku sambil jariku menunjuk batu nisan mama dan nenek.

Marc mengangguk-anggukan kepalanya, matanya yang lekat menatapku, membuatku kikuk. Sorot matanya tajam bahkan sampai terasa ke jantungku.

"Oh kau keponakan dari istri paman Alzamora?"  Marc merespon dengan antusias keteranganku tadi.

"Iya betul, aku sebelumnya tinggal di madrid"

"Oh iya, mana bibi Carlotta?"

"di rumah, aku ke sini sendiri tadi...'

Marc mengernyitkan dahinya "Sendiri? Lalu bagaimana caramu sampai ke sini?"

Aku menoleh ke belakang "Pake kursi roda seperti biasa....."



Aku tertegun saat menoleh ke belakang, kursi rodaku tidak ada. Aku mengucek mata, memastikan aku tidak salah lihat. benar-benar raib!!

"tadi di situ, ahhh bagaimana caraku pulang? kursi rodaku dicuri orang kah?" aku mulai panik. "aaah siapa sih yang iseng mencuri kursi roda?" tanyaku dalam hati. tiba tiba aku curiga marc yang menyembunyikannya, lalu berpura pura baik. Aku menatapnya penuh selidik.

"Kenapa, kau melihatku seperti itu? Kau sedang tidak berfikir bahwa aku yang menyembunyikannnya kan?" Tanya Marc, sekan bisa membaca isi kepalaku. Aku jadi tidak enak.

"ehmmm tidak, bukan begitu...." kilahku.

Tiba-tiba kursi roda yang kucari muncul dengan seorang laki-laki tengah riang mengendarainya.  "HAHAHAHA...enak juga naik kursi roda, ada mesin elektriknya  pula...horeeeee bisa ngebutttt HAHAHA" teriak laki-laki itu

Aku dan Marc langsung menoleh, Marc terlebih dulu bangkit dan berteriak " Alex, kembalikan kursinya..."

Aku menyusul bangun dari dudukku, aku berdiri sambil tanganku bertopang pada batu nisan. 

"Lihat Marc, dia tidak lumpuh...dia bisa berdiri sendiri bahkan bisa berjalan aku pernah melihatnya berjalan, kau tidak percaya...hahaha" Ucap laki-laki yang dipanggil Alex itu, aku masih ingat nama itu sebab baru 5 menit lalu Marc mengatakannya. "Childish sekali adiknya.." makiku dalam hati.

"Alex!!! kembalikan heyyy mau di bawa kemana?" teriak marc kali ini sudah ada bumbu emosinya, Alex tak menanggapi, ia kabur bersama kursi rodaku. Marc mengejarnya. Aku menunggu dengan resah. Tak sampai 5 menit Marc kembali dengan tangan kosong, kurasa ia gagal membuat adiknya mengembalikan kursiku. Aku tertunduk pilu, aku tau aku tidak mungkin pulang berjalan kaki.  "beginikah rasanya jadi orang cacat, menjadi bahan olok-olok" sesalku pilu dalam hati.  Wajahku rasanya panas, juga mataku, suasana ini membuatku ingin menangis. Aku tetap menunduk dalam, aku tidak ingin marc mengetahuinya.

"Eh, Ilona maafkan adikku ya?, dia sebetulnya anak baik hanya saja kadang becandanya kelewatan  " ucap Marc membela adiknya.

Aku masih menunduk. Mungkin Marc penasaran mengapa aku terus tertunduk, ia berjongkok di depanku lalu menengadahkan wajahnya. Menatapku. Aku tidak bisa menghindari tatapan matanya. Aku juga tidak bisa lagi menyembunyikan air mataku. 

"heiii....kau menangis rupanya? tenanglah, aku bisa mengantarmu pulang...jangan khawatir..." hibur Marc. Aku tidak tau bagaimana menjelaskan kondisiku, aku juga tidak tau apakah perlu menjelaskan atau tidak. Aku tidak punya pilihan, kecuali mengikuti langkahnya. "Tuhanku yang baik, kuatkan kakiku..." doaku dalam hati.

Baru sekitar 5 menit berjalan, kekhawatiranku terjadi. Tiba-tiba aku merasakan kakiku tak dapat lagi kukendalikan untuk bergerak, sama seperti pertama kali saat aku terjatuh di pentas balet ketika akan melakukan gerakkan  normal pirouette, tiba tiba aku tersungkur. Kini terjadi lagi, aku tersungkur daguku mendarat lebih dulu di atas paving blok jalanan yang sedang kami lewati. Marc terlambat menangkap tubuhku.  

Seketika darah segar mengucur dari daguku, aku belum merasakan perih. Yang kurasakan pertama adalah ada cairan hangat mengalir ke leherku. Ketika kusentuh kemudian kulihat tanganku merah semua. Marc panik, dia langsung melepas kaosnya untuk menyumbat perdarahan di daguku. Marc menopangku duduk sambil menyangga kaos di daguku. Aku benar benar pusing. Bukan karena benturan tadi. Tapi aku phobia melihat darah. 

Marc kebingungan " Maafkan aku ya, seharusnya tadi menggandengmu, aduh darah di dagumu banyak sekali...uhhh eeh kakimu ? apa kakimu terkilir? sakit tidak?"

Aku ingin menjawab pertanyaan Marc, tapi marc tanpa sadar menopang daguku terlalu kuat karena bermaksud menutup luka perdarahan di dagu, rahangku jadi tidak bisa bergerak. Aku tak menjawab. 

Tanpa menunggu jawabannku, Marc segera menggendong tubuhku.  Aku pasrah dalam gendongan Marc. Pipiku sedikit menempel di dadanya yang telanjang dan berkeringat. Bahkan aku bisa mendegar detak jantungnya. Mungkin tubuhku terlalu berat apalagi jalanan menanjak. Nafas Marc mulai tersengal-sengal. Bahkan hembusan nafasnya sampai menerbangkan helaian rambutku yang menjuntai di wajahku. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa selain hanya bisa pasrah seperti ini. Dalam gendongan laki-laki yang baru kukenal beberapa menit yang lalu. Keringat semakin membasahi tubuhnya yang juga ikut membasahi sebagian pipiku yang menempel ke dadanya, aromanya mungkin tidak sama dengan kelembutan wangi mawar yang kupetik tadi, tapi sama-sama membuatku ketagihan. Untuk yang terakhir ini aku tidak dapat menjelaskannya kenapa.

"Ya Tuhan, jangan biar aku jatuh cinta dengannya "ucapku lirih

"Ehh kau berdoa ya? Tenang lah luka di dagu tidak akan membuatmu meninggal " ucap marc dalam sela sela nafasnya. 

"ehmm, tidak ..." aku tak meneruskan kalimatku, kali ini nyeri luka di dagu mulai terasa ketika aku menggerakkkan rahangku. Aku memejamkan mataku menahan sakit.

Lalu terdengar teriakan panik bibi Carlotta " Ya Tuhannn, Ilona...Marc apa yang terjadi??"

Aku membuka mataku kulihat bibi carlota tergopoh berlari ke arah kami, di belakang bibi Carlotta kulihat Alex mengikuti sambil mendorong kursi rodaku.

'Maafkan saya, bibi carlotta, ini semua tidak sengaja..." lalu pandangan Marc eralih ke Alex " Alex bawa kemari kursi rodanya, cepatt..! teriak Marc. ditelingaku suaranya terdengar lebih keras bahkan getar getar emosi pun kurasakan, karena telingku menempel di dadanya. Entah mengapa ada perasaan senang menjalar dalam diriku ketika dia meradang pada Alex karena ulah jahilnya membawa kabur kursi rodaku.

Marc mendudukanku di kursi roda, kemudian Marc berlutut di hadapanku lalu berkata  " tenanglah...luka di dagumu itu tak akan mengurangi kecantikanmu 1% pun...".  Marc  menghapus pipi kiriku yang basah oleh keringatnya tadi. Telapak tangannya kasar sekali, sepintas kulihat kulit telapak tangannya kering dan terkelupas. Padahal papa dan paman juga laki-laki tapi tangan mereka tidak kasar seperti itu.

Aku tersenyum, meski Marc tak melihat senyumku karena sebagian bibirku terhalang kaos yang kupegang untuk menutup luka berdarah di daguku. Aku menoleh ke arah Alex kulihat ekspresi rasa bersalah di wajahnya. "Mungkinkah bibi Carlotta sudah menceritakan pada Alex tentang penyakitku?"

Kami sampai di rumah bibi Carlotta, tepat saat paman Alzamora baru saja memarkir mobilnya, dia baru kembali dari klinik tempat ia praktek pagi.

Paman Alzamora merawat lukaku, syukurlah hanya perlu satu jahitan. Daguku nampak lebih panjang karena bengkak dan ditempeli perban.  Marc menunggu di samping tempat tidur, sementara Alex kudengar sedang berbicara dengan bibi Carlotta di luar. Entah apa yang mereka obrolkan, aku tak begitu mendengar. Selesai merawat lukaku paman Alzamora keluar kamar. Kini hanya aku dan marc.

Marc menarik kursinya lebih dekat ke tempat tidurku. Semakin ia dekat jantungku semakin berdetak kencang. Sepanjang usiaku 15 tahun 2 bulan ini, aku belum pernah seperti ini. Bagaimana mungkin jantungku menjadi lebih cepat berdetak ketika Marc semakin dekat. jantung mempompa darah semakin cepat hingga wajahku memerah, aku merasakan pipiku hangat.

"Eh kok, pipimu merah...ayolah tidak usah malu, aku tak akan mengolokmu seperti Alex, dia itu terkadang jahil..." ucap marc memecah suasana. Marc tersenyum manis sekali, giginya rapi dan bibirnya merekah. Melihat Marc tersenyum tanpa kusadari bibirku sudah membentuk senyuman dan aku baru sadar ketika aku merasa sakit di dagu ketika menarik bibirku untuk tersenyum lebih lebar. Aku tersenyum tipis. 

Aku tidak tau harus menanggapi bagaimana pertanyaan Marc tentang pipiku yang memerah. Alex muncul bersama bibi carlotta

Alex mengulurkan tangannya " Aku minta maaf karena ulahku tadi, namaku Alex, aku adik Marc, ehmm aku akan memperbaiki kursi rodamu juga..."

"Kursi rodaku rusak?? tapi tadi masih bisa digunakan...." sanggahku

"Elektriknya yang rusak, tadi aku menariknya terlalu kuat..." jawab Alex sambil memiringkan bibir bawahnya. Tampak Alex begitu gugup

Aku tidak enak mau marah pada Alex karena Marc sudah begitu baik padaku.

"Ehmm, tidak apa-apa. Masih bisa digunakan secara manual " Jawabku agar Alex tak terlalu merasa bersalah lagi pula dia berjanji akan memperbaikinya.

"sementara fungsi elektriknya masih rusak, alex yang akan mengantarmu jalan-jalan pagi ke makan nenek, jadi kamu masih tetap bisa ke makam..." ucap bibi Carlotta. Rupanya pembicaraan bibi Carlotta dan Alex tentang negosiasi pertanggung jawaban alex terhadap rutinitas pagiku yang jadi terganggu akibat tuas elektrik kursi rodaku ia rusakkan.

@@@@@


Aku masih belum selesai makan, ketika bel rumah berbunyi. Sesuai perjanjian kemarin, setiap pagi jika tidak hujan Alex mengantarku ke makam. Untunglah bukan Marc, bisa-bisa jantungku jebol jika aku lama-lama ada di dekatnya. Entahlah, ada hantu cinta dalam diriku sepertinya, menakutiku. Hantu itu menjadi semakin besar setiap kali aku bertemu dengan marc. Yah, aku harus melawan perasaan itu, aku tidak boleh jatuh cinta, aku harus tau diri, jika aku hanya seorang gadis remaja yang sedang menunggu kematian.

Bibi carlotta yang sedang membereskan meja makan bergegas membukakan pintu. Aku segera menyelesaikan suapan terakhir. Minum obat, lalu menyusul ke ruang tamu.

Sapaan hangat menyambutku ketika aku sampai di ruang tamu " Pagi ilona...sudah siap? "

Aku tercekat, Bukan Alex tapi Marc yang datang. "Oh Tuhan,,,," 

Marc berjalan menghampiriku dengan senyuman terindahnya. 
I can't escape to not falling in love with you

   to be continued...

and thanks for reading gals...love you..