Powered By Blogger

Jumat, 24 Oktober 2014

The Secret Story #4



7 bulan kemudian...

Eve benar-benar menepati janjinya untuk menjaga kesehatan dirinya dan bayinya. Eve benar-benar berjuang keras melewati masa-masa mual muntah selama empat bulan. setelah memasuki bulan ke5 hiperemesis hilang. semuanya normal kembali. Sikap Eve yang manis membuat Marc bahagia, lebih bahagia lagi karena saat Eve melahirkan Marc masih dalam masa libur karena musim berikutnya baru akan di mulai akhir maret. Bayi cantik itu lahir tanggal 13 Maret 2015.


“eve lihat anak kita, di cantik sekali..” ucap Marc sambil menggendong bayi cantik berselimut kain pink lembut.


“jauhkan dia dariku marc! Aku tidak mau melihatnya” tukas Eve dengan nada tinggi, seraya membuang wajahnya ke arah jendela. Tatapannya menerawang jauh menembus kaca bahkan melewati hamparan perbukitan yang hijau menghampar. Eve terus menatap keluar tak berkedip meskipun cairan bening mulai menghalangi pandangannya. Rasa sakit sisa melahirkan tak di gubrisnya. Keinginannya saat itu adalah segera meninggalkan Barcelona, kembali ke Belanda dan meneruskan kuliahnya yang terbengkalai.


Bayi dalam gendongan marc bergerak gerak sesekali tangan mungilnya menyentuh kulit Eve, seakan meminta perhatian agar Eve sudi melihatnya. Marc masih terdiam di samping Eve bersama Anabelle, si bayi yang baru lahir 2 jam lalu. Kemudian bayi itu menjerit, menangis sekuat-kuatnya.

“eve, dia menangis, dia lapar. Susuilah dia...please” pinta Marc memelas


“Marc, tolong tepati janjimu, bawa bayi itu keluar, aku tidak mau melihatnya.” Eve bersikeras. Jauh dalam hatinya tersayat-sayat mendengar tangisan bayi itu, ia ingin menoleh dan memeluknya, tetapi sisi dirinya yang lain melarang. Tidak! Jika kamu memilih bayi itu, maka sama artinya kau membunuh Ayahmu. Lalu terbayang wajah ayahnya yang shock dan terkena heart attack ketika mengetahui dirinya hamil di luar nikah dan tidak menyelesaikan program doktoral. Eve memejamkan matanya. Sembilan bulan Eve berbohong pada ayahnya tentang keberadaan dirinya, mencari berbagai alasan agar ayahnya tidak mengunjunginya ke Belanda, menghilang dari teman-temanya, menarik diri dari dunianya. Cukup ! cukup sampai disini semua sandiwara itu! Jerit hati Eve.

“Bawa bayi itu keluar Marc!” ucap Eve dengan nada tinggi. Marc terheran heran mengapa Eve tiba-tiba berubah. Apakah ini yang namanya baby blue syndrom seperti yang pernah ia baca di majalah beberapa waktu lalu?


“Eve...” sergah marc lembut, bayi dalam gendongannya masih menjerit-jerit tak keruan.


“Marc!!!....keluar! dan panggil suster aku akan memeras ASI dan kuberikan dalam botol. Cepatlah sebelum aku berubah pikiran” bentak Eve.


Akhirnya Marc menuruti permintaan Eve. Kesabaran Marc benar-benar sedang diuji. Dua orang suster masuk ke kamar Eve membawa dua buah botol dan alat pompa ASI elektrik.


Sudah 2 hari sejak Eve melahirkan dia sudah bisa bangkit dan mulai berjalan, proses melahirkan normal membuat Eve lebih cepat pulih. Marc berdiri di bibir pintu sambil melipat tangannya di dada matanya tak lepas menatap Eve yang sedang menyisir rambutnya. Eve menghadap jendela, cahaya matahari pagi menyinari wajah cantiknya, membuat Eve tampak bercahaya. Tubuhnya agak berisi sejak dia hamil. Tapi kecantikan wajahnya tak berkurang sedikitpun. Marc menghela nafas berat. Hampir setiap malam Marc berdoa agar Eve mau mengubah keputusannya, agar Eve mau menjadi istrinya dan membesar Anabelle bersama-sama. Sekali lagi itu hanya fatamorgana! Marc menelan ludahnya, terasa pahit seperti kenyataan yang di alaminya. Marc merasa telah memiliki Eve sejak Eve hamil, memiliki cintanya, tapi ada satu yang tidak pernah bisa Marc miliki, yaitu jalan hidup Eve. Eve memilih meninggalkan Marc dan Anabelle. Bahkan Eve tak bersedia melihat wajah Anabelle bahkan tidak juga mau tau nama Anabelle. Marc menengadah ke atas, sambil mengerjap-kerjapkan matanya.

“ Mau sampai kapan kau di situ marc?” tanya Eve membuyarkan lamunan Marc.


“Aku sedang memuaskan diri memandangmu...” jawab Marc singkat dan getir.


Hati Eve berdesir mendengar jawaban Marc. Tidak bisa dipungkiri Eve mencintai laki-laki itu. Tapi hidup adalah sebuah pilihan. Jika ia memilih Marc maka akan ada hati yang tersakiti yaitu Ayah dan ibunya, orang yang sangat penting dalam hidup Eve.

Eve segera menepis bunga-bunga dihatinya.

“Lebih baik kau bantu aku berkemas, aku sudah terlalu lama meninggalkan Belanda, aku harus segera mengejar kuliahku yang tertinggal. Kuharap kamu bisa mengerti dan komit dengan janjimu untuk mendukungku menyelesaikan kuliah” ucap Eve datar, berusaha menutupi kegalauan hatinya.

Marc berjalan gontai mendekati Eve, kakinya seperti dibebani dengan bola besi yang berat.

“Eve, kau baru 2 hari melahirkan, aku khawatir kau belum pulih, apa tidak sebaiknya di tunda seminggu lagi?” pinta Marc

Raut wajah Eve meradang “ Marc,....apalagi rencanamu untuk menahanku di sini?”

Marc tertunduk lesu, “baiklah terserah kau saja....” lalu tanganya meraih tas Eve dan membawanya keluar. Eve mengikutinya dari belakang.

Marc duduk dibelakang kemudi tatapannya lurus ke jalan, namun sebenarnya pikirannya tidak tertuju ke jalanan itu. Pikirannya menerawang jauh, membayangkan saat itu mereka dalam mobil menuju rumah, bukan airport. Pasti rasanya sangat membahagiakan, jika saat itu ia mengemudikan mobil ke rumah dan Eve disampingnya menggendong Annabelle. Menuju cervera, tinggal di rumah di atas bukit yang Marc bangun dengan uang hasil kerja kerasnya, sebuah istana mungil di atas bukit.

Mereka berdua membisu dengan pikiran masing-masing. Eve sesekali melirik Marc melalui kaca spion tengah. Setiap menatap wajah Marc, rasanya Eve ingin waktu berhenti berputar. Eve menyadari dirinya mencintai Marc, dan meninggalkan Marc sama seperti menyayat hatinya sendiri. Tetapi saat ini Eve tidak memiliki pilihan yang lebih baik selain meninggakan Marc, merahasikan bayinya, meski bukan pilihan yang menyenangkan Eve, tapi itulah yang terbaik menurut Eve saat ini.

"Eve!!" panggil Marc saat eve akan memasukki koridor keberangkatan. Eve menghentikan langkahnya sejenak kemudian Marc segera meraih tubuh Eve. Memeluknya erat

"Marc...aku pergi, kuharap kau memenuhi janjimu" ucap Eve dengan air mata yang kini sudah membanjiri wajahnya

Mereka saling berhadapan dalam pelukan, tertunduk dengan kening yang saling menempel. Marc meletakkan kedua belah jemarinya di rahang Eve.

"Eve, aku mencintaimu, aku berjanji akan selalu mencintaimu, bahkan ketika tak satupun manusia di dunia ini mengerti dan mencintaimu, aku satu-satunya orang yang selalu mencintaimu dengan mengerti tentangmu Eve, kedengarannya mungkin berlebihan. Tapi hatiku sudah memutuskan untuk mencintaimu. selamanya. pergilah eve, semoga studimu dan cita-citamu tercapai. terimakasih untuk bayi mungil yang kau berikan untukku..."


Marc melepas kepergian Eve di airport barcelona, separuh hatinya ikut terbawa saat Eve meninggalkannya. Eve melambaikan tangan untuk yang terakhir kalinya ke arah Marc. Tak sanggup menghadapi perpisahan ini, Eve membalikan badannya dan mempercepat langkahnya. Marc hanya bisa menatap punggung Eve dari kejauhan dan kemudian menghilang di antara banyaknya pengunjung bandara yang lain. Selamat jalan Eve....desah hati Marc. Eve menangkupkan kedua belah telapak tangan di wajahnya, hatinya seperti dirajam sembilu ketika ia harus mengucapkan “ selamat tinggal marc....”



***

LONDON, 2020


Pagi itu Annabelle mogok sekolah, ia memeluk kedua lututnya erat-erat. Ia menitikkan air mata ketika Marc mendekatinya dan membentak, "Jangan menangis!"

Marc bukan membenci bocah itu, ia hanya ingin Anabelle tumbuh menjadi gadis kecil yang kuat dan tidak cengeng.


Annabelle segera mengusap air mata dengan kedua tangan kecilnya sambil terus menunduk, namun ia berani menjawab, "Hari ini Mother’s day. Teman-temanku datang dengan ibunya. Dan hari ini semua murid harus membacakan sebuah puisi untuk ibunya."

Marc menahan nafasnya yang mendadak terasa sesak menghimpit paru-parunya. Ia pun mati kata! Marc menengadahkan wajahnya ke atas menatap langit langit, ingin ia teriakkan nama Evelynne sekeras-kerasnya. Anabelle berdiri berjalan menuju meja belajarnya dan menyodorkan selembar kertas putih kepada daddy-nya. Marc terperanjat



“Buatkan aku puisi, baru nanti daddy boleh mengantarku sekolah...”

Marc membelai lembut rambut Annabelle yang berkucir dua, kucir dua yang tidak simetris, sejak dulu seperti itu dan Annabelle tidak pernah memprotesnya. Bahkan seringkali ia bangga mengatakan “ ini daddyku yang buat, daddy paling hebat sedunia”


Sejak kecil sejak dia bisa memilih, Annabelle tidak mau orang lain mengucir rambutnya bahkan neneknya sendiri. Cumma daddy-nya yang boleh, Marc Marquez si juara dunia motoGP yang sampai saat ini masih tak terkalahkan.

Marc merasa bersalah membentak Annabelle tadi, seharusnya ia memahami sedihnya hati putri tunggalnya itu, mendapat tugas membuat puisi tentang ibu, ibu yang tidak pernah sekalipun ia lihat bahkan hanya sekedar nama-pun ia tidak tahu.

Marc mengangkat tubuh mungil Annabelle, mengecup keningnya lalu merengkuh dalam pelukannya. ‘ Maafkan daddy, sayang....kau mau kan maafkan daddy?”

Annabelle mengangguk, bocah itu tumbuh menjadi gadis kecil yang pemaaf. Marc menghela nafas lega, di ciumnya kembali Annabelle kali ini di kedua pipinya yang montok dan kemerahan.

“tapi bagaimana dengan puisi itu, bu guru Daniella pasti akan menghukumku” rajuk Annbelle dengan nada memelas.

“sayang, hari ini kau boleh libur sekolah, nanti daddy yang akan menelfon bu Daniela...hari ini kita akan jalan-jalan ke disney land....kau mau? “ tanya marc seraya menempelkan dahinya ke dahi Annabelle

Annabelle mengembangkan tangannya lalu mengalungkan ke leher Marc “ kapan?”

“sekarang” jawab marc sambik menaikan alisnya dan tersenyum lebar

“sungguh sekarang? Daddy becanda?” Annabelle membelalakkan matanya

“ daddy serius...” jawab Marc sambil mengecup kening putri tercintanya

“aaaaaaa daddy...i love you” kemudian ciuman kecil bertubi-tubi mendarat di seluruh wajah Marc.



Sudah lama Marc ingin membawa Anabelle bermain ke Disneyland paris.



****

Disneyland, Paris



Sejak kepergian Evelynne, Annabelle lah sumber kekuatan dan semangat hidup Marc. Rasanya baru kemarin Marc menggendong Annabelle kecil, bayi kecil yang mungil dan cantik. Kini Annabelle berusia 5 tahun, ia tumbuh sempurna pintar dan aktif. Menatap wajah Annabelle membuat Marc teringat Evelynne. Bocah itu mewarisi bibir dan garis wajah ibunya. Marc bersyukur Annabelle tidak mewarisi bentuk bibirnya.


“Daddy, siniii !!!” teriak Annabelle sambil menjepit kedua kakinya

“kenapa sayang?” tanya Marc

“Aku mau pipis?”

Mata marc memindai sekeliling hingga ia temukan petunjuk arah toilet, segera ia comot Annabelle dan membawanya lari.

“kau masuk sendiri yah, anak pintar kau kan sudah lulus toilet class..daddy menunggumu di sini, okay?”

Marc menunggu Annabelle di sisi luar toilet wanita. Hal ini yang seringkali membingungkan marc jika hanya pergi berdua dengan Annabelle, tentu tidak mungkin membawa Annabelle ke toilet pria, dan juga tidak mungkin Marc menemani Annabelle ke toilet wanita.

Lumayan lama marc menunggu, Annabelle tidak juga muncul, ia mulai khawatir Annabelle mendapat kesulitan di dalam sana.


#didalam toilet

Annabelle berusaha menahan rasa ingin pipis dengan kedua tangannya. Toilet antri. Ia ingat pesan Marc untuk tidak melanggar antrian.


“hai cantik, kamu mau pipis? Apa kamu tidak memakai pampers?’ tanya salah satu pengunjung

Annabelle menggeleng “ usiaku 5 tahun, aku tidak pernah menggunakan pampers sejak usia 3 tahun. Aku sudah lulus toilet class tante..”

“wahhh hebattt, omong-omong kamu sendirian?”

Annabelle mengangguk.

“ternyata kamu bukan cuma pintar tetapi juga pemberani! Sebagai hadiahnya kau boleh duluan pipis...” wanita cantik itu menyilahkan Annabelle mendahului antriannya. Tanpa menunggu aba-aba, Annabelle langsung melesat.



10 menit kemudian

“ daddyy.....” teriak Annabelle sembari berlari ke arah Marc. Marc berjongkok sambil membuka tangannya menyambut tubuh kecil Annabelle masuk dalam pelukannya.

“ lamaa sekali, daddy khawatir “ rajuk Marc sambil mencolek ujung hidung Annabelle.

Annabelle hanya meringis memamerkan deret giginya yang mungil tertata rapi. Siapapun yang bertemu Annabelle begitu mudah jatuh jatuh cinta. Anak itu penyayang dan perhatian. Sekali saja marc tidak membawa Annabelle ke paddock semua akan bertanya, padahal sebenarnya Marc khawatir terhadap kesehatan pendengaran Annabelle, karen suara deri mesin di sirkuit terlalu keras untuknya.

“daddy, tadi ada tante baik hati yang memberikan antriannya untukku..’

“oh yaaa?”

“Iya, turunkan aku, aku mau mengucapkan terimakasih dulu, tadi aku lupa”

Marc menurunkan Annabelle dari gendongannya, bocah kecil itu segera berlari menuju toilet untuk kedua kalinya. Tak berapa lama Annabelle sudah muncul kembali

“Daddy...aku tak menemukan tante tadi” ucap Annabelle dengan wajah sedih, bibirnya mengerucut. Menggemaskan sekali melihatnya seperti itu

“sayang,...mungkin tante itu sudah pergi...jangan bersedih, ayok kita lanjutkan bermain atau mau makan es krim?” hibur Marc

Annabelle menyentuh pipi marc dengan kedua tangan mungilnya kali ini sogokan es krim tak berlaku, raut wajahnya masih sedih “ dad...aku ingin punya mama....di mana mama? Apakah ia masih hidup dad?”

Marc tertunduk lesu, dibiarkannya tangan mungil Annabelle hinggap di wajahnya. Annabelle lalu membelai alis tebal marc, memainkan bulu mata marc.

Itu adalah permintaan Annabelle yang paling sulit di wujudkan. Hingga hari ini pertemuan dengan Evelynne tak kunjung terjadi

“daddy,...maafkan aku.. Daddy jangan bersedih.... “ rengek Annabelle berurai airmata

Marc menatap wajah Annabelle, menghapus air mata bocah itu dengan kedua ujung ibu jari tangannya. Annabelle melakukan hal yang sama ke Marc.

“dengarkan daddy, daddy akan memberitahumu saat usiamu nanti 17, kau mengerti anak manis?” ucap Marc dengan suar aberat dan bergetar menahan gejolak kesdihan yang dalam.

Annabelle memainkan jarinya, menghitung berapa lama lagi waktu yang disebutkan Marc tadi akan tiba. Jadi masih 12 lagi ya dad?”

Marc tersenyum ringan sekejap saja Annabelle sudah bisa membuatnya tersenyum dengan kepolosannya.




Diraihnya kepala bocah mungil itu ke dalam pelukannya. "terimakasih eve, kau memberikanku putri cantik dengan hati malaikat, semoga kita bisa berkumpul suatu hari nanti..." ucap marc dalam hati pada dirinya sendiri. Sementara di kejauhan sepasang mata mengamati mereka berdua.




Kamis, 23 Oktober 2014

The Secret Story #3



siapa yang dag dig dug nunggu Marc, buat yang udah ketemu Marc langsung makin yakin yah gantengnya Marc tak terbantahkan. ganteng banget dan senyumnya ga ku ku ga na na. Dulu pas ketemu live pertama, bahkan manggil namanya pun ngga bisa, cuma ngeliatin kayak orang bego padahal marc di depan mata sambil dadah-dadah, bukannya bales dadah yang ada cuma begong. Eh jadi curcol ya itu pengalaman pertama dulu ketemu Marc.

Daripada keterusan curcol mending langsung yuk dilanjut ceritanya :




Lake Como, Italy

Marc memijit tengkuk Eve pelan, mencoba memperlancar aliran darah ke otak. Sejak tadi pagi Eve mengeluh pusing, dan tidak seujung sendokpun makanan menghampiri mulutnya.

Hari itu Eve mengenakan terusan putih selutut dengan potongan back less. Marc melepas jas-nya kemudian menyelimutkan ke punggung Eve. Acara pernikahan Luzzi baru saja usai.

“Angin disini sangat kencang, mungkin kamu masuk angin Eve, kau tunggu di sini aku mengambilkanmu air hangat....” Ujar Marc seraya beranjak dari duduknya

“Eve kenapa marc? “ tanya Santi yang berdiri tak jauh dari mereka berdua

“Kurasa dia masuk angin, aku akan mengambilkannya air hangat, tolong jaga Eve sebentar...” pinta Marc pada Santi

‘Biar aku saja yang mengambilkan, kau temani Eve disini, dia lebih memerlukanmu..” kemudian santi berlalu dan sejurus kemudian kembali dengan segelas air hangat. Santi lalu meninggalkan mereka berdua.

Eve bersandar di bahu Marc, keringat dingin mulai bermunculan sebesar besar biji jagung.

“Eve kau kenapa? “ tanya Marc khawatir sambil menyeka keringat di wajah Eve yang mulai membanjir, perlahan tapi pasti wajah Eve memucat

Eve menggeleng “Entahlah Marc, antarkan aku kembali ke hotel, aku ingin tidur, entahlah badanku terasa sangat lelah, mungkin karena belakangan ini selera makanku kacau....”

“Okay, aku akan mengantarmu, tapi Eve...wajahmu pucat sekali, seperti kapas...” baru sedetik Marc menyelesaikan kalimatnya, Eve terhuyung pingsan di pangkuan Marc

“Santiiiii!!!! Emiliooo!!! Bantu aku, Eve pingsan !” teriak Marc dengan gusar, ia segera membopong Eve

Dengan sigak Santi menyalakan mesin mobil diikuti Emilio dengan cekatan membukakan pintu mobil

“Santi!! Cepat !! Kita ke Clinic terdekat!” seru Marc dengan wajah panik

Santi memacu mobil itu menyusuri jalanan sepanjang lake como, sambil matanya mencari plang klinik atau RS dan  akhirnya mobil yang mereka naiki berhenti di sebuah Clinic Bersalin.

“Haaah, santi!!! Kenapa ke klinik bersalin, kau pikir Eve akan melahirkan??”

“Sudahlah Marc, aku tidak tau di mana rumah sakit di kota ini, tenanglah kita coba saja semoga mereka bisa membantu” sanggah Santi

“Tenanglah Marc, kurasa Eve memerlukan pertolongan pertama” ujar Emilio memperkuat pendapat Santi

Marc, hanya bisa pasrah karena mungkin benar juga pendapat dua seniornya itu. Begitu sampai di parkiran dengan sigap beberapa orang perawat menyambut mereka dengan tempat tidur dorong. Eve segera di rebahkan di atasnya

“Suster tolong, nona ini pingsan sepertinya ia mengalami gangguan pencernaan” terang Marc pada perawat

“tenanglah tuan kami, pasti akan bantu semaksimal mungkin, tunggulah di luar sebentar”

Perawat itu membawa Eve ke dalam ruang perawatan. Marc teringat Melly, ia segera meraih hp di kantong celananya

“Mell, ini Marc, Eve pingsan. Aku membawanya ke Clinic dokter Bastianini, Cepatlah kemari...”

Marc duduk dengan gelisah di sofa putih di salah satu lorong Clinic itu. Seorang pria yang seumuran dengannya menyapa “ Hey, tenanglah ini Clinic bersalin terbaik ...istrimu pasti baik-baik saja, aku juga sedang menunggu kelahiran anak pertamaku” kata pria itu sok tahu sambil menepuk-nepuk punggung Marc

Sejenak Marc menatap bingung pria itu ‘ Aku menunggu temanku, aku tidak sedang menunggu istri melahirkan...” jawab Marc ketus lalu meninggalkan pria itu.

Di lihatnya santi dan emilio sedang merokok di halaman Clinic.

“Marc, kemarilah...wajahmu kusut sekali...hahaha” teriak Santi. Marc mendekati mereka berdua. Emilio segera mematikan rokoknya begitu juga dnegan Santi, mereka tidak ingin membuat marc yang alergi asap rokok jadi terbatuk-batuk.

“eh Marc, apa kau punya perasaan khusus pada gadis itu, baru kali ini sepanjang aku menjadi manajermu kulihat kau begitu senang setiap kali menatap wajah gadis itu dan tadi kau panik luar biasa saat ia pingsan...hahaha...ada apa?” tanya Emilio sambil menyikut pelan lengan Marc.

Marc tertunduk malu, sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ‘ Aku tidak tau, aku belum pernah merasakan perasaan seperti ini pada gadis  yang lain, aku...aku baru mengenalnya di Assen ...sangat singkat, tapi entahlah aku terus mengingatnya. Dan menjelang pernikahan Luzzi akan dilaksanakan aku teringat Eve untuk mendampingiku...itu saja. Entah apa namanya...” terang marc sambil senyum senyum.

Santi terkekeh “ Marc...marc, selera cukup bagus, gadis itu cantik dan otaknya berisi...’ sambil menepuk-nepuk punggung Marc

Marc ikut tertawa” Tentu saja di berisi otaknya, kau tau dia adalah mahasiswi program doctoral!!” jawab Marc, ada nada bangga terselip dalam ucapannya.

Santi dan Emilio, membelalakkan matanya dan bersamaan berkata “ Oh yaaaa? Are you joking?’’

“Nooo, I’m serious!!” jawab Marc

Seorang perawat mendekati mereka bertiga “Apakah ada keluarga Nona Evelynne di sini?”

Marc menoleh lalu melirik ke arah santi dan Emilio dan keduanya memberi tanda agar Marc yang merespon “ Ya, aku ! Bagaimana sekarang keadannya?”

“Dia mengalami Hyperemesis Gravidarum!” jawab perawat itu

Marc mengerutkan alisnya, untuk pertama kalinya iya mendengar istilah Hyperemesis gravidarum seumur hidupnya

‘Penyakit apa itu? Apakah berbahaya?” tanya Marc dengan mimik wajah penuh ketegangan

Perawat itu menggeleng “ Tidak tuan, itu wajar di alami wanita hamil muda “ jawab perawat itu sambil tersenyum

“Apa? Maksudnya? Saya kurang paham”

“Ya, istri tuan positif, bayi dalam kandungannya berusia sekitar 4 minggu, lihatlah dalam hasil USG ini, kantung kehamilannya sudah nampak”

“Haaahhh, ehmm ah eee, apakah pasien sudah diberitahu?” tanya Marc lebih panik dari sebelumnya, bahkan ia sampai memegangi lengan suster itu

Suster itu mundur selangkah  sambil menggeleng “ Belum, saat ini dia masih tertidur....”

“Suster, saya mohon jangan beritahukan hal ini ke pasien, saya mohon. Nanti biar saya yang menyampaikannya!!” pinta Marc


“baiklah tuan, simpanlah ini!” ucap suster itu seraya menyerahkan hasil cetakan USG dan kertas hasil pemeriksaan laboratorium sebelum berlalu.

Marc berjalan mondar mandir, meremas rambut tebalnya, kepalanya seperti sedang dipukuli helm, ini jauh diluar dugaannya. Ia hanya melakukannya sekali. Ekspresi wajah Marc betul betul stress.

Emilio dan Santi mendekat “Marc apa kata suster tadi?”

“Eve hamil !” jawab Marc singkat dengan wajah muram

Emilio manggut-manggut, lalu berusaha menghibur Marc. Dipikir Emilio, Marc sedih karena gadis yang baru saja membuatnya jatuh cinta ternyata sudah hamil

“Sabarlah Marc, mungkin gadi situ tidak diciptakan Tuhan untukmu, dia sudah memiliki kekasih dan kini dia hamil pasti dengan kekasihnya...kau harus berbesar hati Marc, ucapkanlah selamat, itu baru namanya gentleman!!”

Marc menepis tangan Emilio yang hendak menepuk-nepuk penggungnya
“Aku!! Aku yang menghamilinya, aku tidak bisa memaafkan diriku....ini yang kutakutkan” jawab Marc dengan mata memerah dan basah

Tiba-tiba melly muncul ‘ Apa katamu Marc? Siapa yang hamil? Eve?”

Marc kaget bukan main, ia tak menyadari sedari tadi melly menguping pembicaraan mereka. Melly maju mendekati marc, berdiri tepat dihadapan Marc yang masih tertunduk

“Marc!! Tatap aku dan katakan apa yang kau lakukan pada Eve?’ tanya melly dengan nada tinggi

Marc menegakkan kepalanya dengan sisa keberanian yang ada, ia menatap Melly “ Eve hamil, dan aku yang melakukannya ,\...”

Marc belum menyelesaikan kalimatnya karena sebuah tamparan keras mendarat di pipinya

Marc memegangi pipinya, sambil menatap Melly “ Melly, ini tidak seperti yang kau kira!!...”

‘Keterlaluan! Kau kira eve sama dengan gadis-gadis di sini, kau tau Marc kau menghancurkan hidupnya dan semua mimpinya, kau juga menghancurkan harapan Ayahnya. Kau tau Ayah Eve adalah rektor di sebuah universitas terkenal. Aku menyesal telah mengenalkanmu dengan Eve, aku tak menyangka kau sebejat itu !!!!”

“terus mell, kau caci maki saja aku sesukamu, apapun yang kau katakan, semua sudah terjadi, aku menyesal! Ini salahku aku tau itu, kumohon bantu aku please jangan beritahu dulu tentang hal ini pada Eve, pleasee”

“dasar bajingan kecil !!!” umpat Melly lalu berusaha memukul Marc namun di cegah oleh Emilio

“Marc pergilah ke dalam, temui Eve, biar kami yang menangkan Melly!!” ujar Santi

Melly meronta ingin mengejar Marc dan melampiskan kemarahannya. Marc berlalu

 

**** After race misano *
Kediaman Keluarga Marquez

Setelah gelaran motogp misano yang tidak gemilang karena marc mengalami crash saat battle seru dengan valntino rossi. Untuk pertama kalinya sepanjang musim 2014 ini marc crash. Banyak yang bertanya kenapa? Hanya mendapati jawaban sebuah senyum lebar ala Marc.

After misano, eve diboyong ke Cervera mengingat mual dan muntah Eve yang semakin parah.
"Marc...mami ingin bicara..' pinta mami Roser setelah Marc membaringan Eve di kamarnya.
"Ehm...aku akan menjelaskan semuanya mam..." jawab Marc mengerti

Mereka berdua duduk di ruang tengah, ada papa Julia juga Alex duduk di sana.

"Aku ...ehmm gadis itu, gadis itu saat ini sedang mengandung cucu kalian pa..maam" jelas Marc sambil menatap wajah Roser dan Julia secara bergantian.

Roser dan Julia mengerutkan keningnya " Maksudmu? Kau dan dia sudah berhubungan??" tekan Julia. Ayah Marc seorang yang religius yang mentang hubungan di luar pernikahan. Ada ekspresi kecewa di wajahnya.

"Pap, kumohon bantu aku, aku sekrang dalam posisi yang sulit, kau tau Eve juga memiliki pandangan sepertimu, aku bingung menjelaskannya...kumohon kalian jangan beritahu tentang kehamilan eve, karena Eve belum tau...."

'haah? mami tak mengerti...bagaimana dia tidak tau kalau dirinya hamil?' Tanya mami Roser bingung

"Marc, apa kau membius gadis itu lalu menidurinya ?" celetuk Alex

Hampir saja Marc melempar Alex dengan vas bunga di meja. Marc meradang "kau pikir kakakmu ini apa?'

"Alex kau tidak pantas bicara begitu pada kakakmu " tegur Julia

Alex terdiam. Marc melanjutkan ceritanya, menceritakan siapa Eve lalu bagaimana peristiwa malam itu akhirnya terjadi, menceritakan bagaimana perasaan Marc pada gadis itu"

"Tunjukan tanggung jawabmu, setiap perbuatan ada konsekuensinya, kau pasti bisa menyelesaikannya Marc, kami hanya mendukungmu" ungkap papa Julia

Usai berbicara dengan keluarganya Marc kembali menghampiri Eve di kamarnya. Marc duduk di bibir tempat tidur. Diam sambil berpura pura cuek. Padahal jauh di dalam hatinya tengah gundah gulana untuk menyampaikan suatu hal yaitu kehamilan eve. Diakui Marc persoalanan ini sangat2 menganggu pikirannya.


"sebenarnya aku sakit apa Marc? Apa yang kau rahasiakan?” tanya Eve akhirnya.

‘kau tidak sakit apa-apa?” jawab Marc sambil tertunduk.

“lalu mengapa aku mual muntah sepanjang hari, setiap kali aku bangun. Aku capek tiduran terus, aku tidak enak merepotkanmu dan keluargamu, sudah hampir sebulan aku merepotkan kalian, lebih abik aku menghubungi Ayahku biar mereka menjemputku”


“Upsss, noooo !! Jangan!!” tiba-tiba Marc gusar

“Kenapa?” Eve tak kalah kagetnya

“karenaa...karena aku tidak merasa di repotkan olehmu, kami semua senang kamu ada disni” kilah Marc

“bohong !! Aku cuma jadi pesakitan di atas tempat tidur dengan infus yang menggantung. Sementara aku tidak tau aku sakit apa, kalian tidak adil!!

“Eve, aku akan mengatakannya. Tapi aku takut kau akan membenciku dan marah padaku”

“tidak, bagaimanan mungkin aku marah padamu, kau sudah sangat-sangat baik merwatku selama aku sakit marc...aku sangat berhutang budi padamu”

“itu sudah menjadi tanggung jawabku, karena aku maka kau menjadi seperti ini”

“aku tidak paham, what is the point, marc?”

“kau mengalami hypermesis gravidarum”

“hahaha tidak mungkin marc!! Itu kan keadaan yang dialami ibu hamil!! Kau jangan bercanda, ayo katakan yang sebenarnya”

“Iya kau hamil....!”

“Marc!!!! Candaamu keterlaluan, kau pikir aku ini maryam yang bisa hamil sendiri”

Marc mengeluarkan hasil test laboratorium dan USG “ kau lihat ini ‘

Tangan eve gemetaran membaca hasil lab dan melihat kesimpulan hasil USG itu lalu Evelynne menangis sejadi-jadinya.

“jadi itu bukan mimpi!! Kau benar benar melakukannya padaku...” tangis eve pun meledak

Marc mendekap Eve, semula eve berontak namun Marc tetap memeluknya hingga akhirnya eve pasrah menangis dalam dekapan Marc.

“maafkan aku, eve. Malam itu kau kedinginan, aku memberimu wine....supaya kau tidak kedinginan, tapi kau justru mabuk dan aku...maafkan aku eve, aku mencintaimu dan aku...aku ngga bisa bisa menahannya saat kau menginginkannya....maafkan aku....seharusnya....aku bisa mengontrol semua itu.....tapi,,,”

“Marc....kau membuat aku tak berharga...kau membuatku menjadi wanita murahan...aku ngga punya harga diri lagi sekarang...aku sama seperti wanita barat pada umumnya....aku mengecewakan orang tuaku.....marc.....aku ingin mati saja. Semua sudah selesai...” ucap eve lirih di sela isak tangisnya

Marc merenggangkan pelukannya, menangkup wajah Eve yang basah dengan air mata engan kedua belah tangannya “Eve, kau tidak boleh berkata seperti itu, aku mencintaimu, kau sangat berharga untukku, kau tau aku juga kecewa dengan diriku sendiri yang telah menghancurkan kesucianmu...eve please jangan pernah bilang kau ingin mati...please...”

Eve menepis tangan Marc yang ingin menghapus airmatanya “ tinggalkan aku Marc aku ingin sendiri.

Selepas Marc meninggalkannya Eve seperti berada di suatu lubang yang sangat dalam dan ia terjuan ke dasarnya, gelap dan mencekam. Hidupnya seperti sudah selesai. Byang-bayang ayahnya, teman2nya datang silih berganti, rasa takut menghadapi kenyataanpun menghantuinya. Eve melirik ke nakas di sampingnya, ada sebilah pisau di samping apel merah yang menggoda, tanpa berpikir panjang di raihnya pisau itu. tetapi baru saja Eve akan menggoreskan ke pergelangan tangan kanannya tiba-tiba Marc muncul

"Noooo!! Eve, stopppp" teriak Marc dari balik pintu seraya merebut pisau dari tangan kiri Eve lalu membuangnya. Ternyata Marc tidak benar-benar meninggalkan eve di kamar itu. diam-diam Marc memperhatikan Eve dari balik pintu. Berjaga-jaga seandainya Eve melakukan hal yang di khawatirkannya. Ternyata benar.

Marc mendekap Eve erat dalam pelukannya, eve menangis tak bersuara "menangislah yang keras eve, luapkan kekesalanmu kau boleh menangis, atau berteriak, atai kau pukuli aku, tapi jangan sakiti dirimu, aku tidak bisa memaafkan diriku jika terjadi sesuatu pada dirimu...sayang...jangan pernah lakukan hal itu lagi...kumohon....."

"Aku takut Marc...aku takut..." hanya kata-kata itu yang mampu keluar dari bibir Eve. Marc tau perasaan Eve, sangat mengerti.

"Lihat aku eve, seberapapun buruk hal yang terjadi pada dirimu, ingatlah kau memiliki aku, Aku yang mencintaimu, aku takut kehilanganmu. ingat kau tidak sendirian menghadapinya. aku akan bersamamu seberapapun tidak menyenangkan..."

Dan malam itu Marc tidak meninggalkan Eve tidur sendirian.


****

Eve baru menyelesaikan suapan terakhirnya dan beberapa detik kemudian, makanan yang susah payah sudah dimasak oleh mami Roser dimuntahkannya


Rasa mual menonjok-nonjok lambung Eve. Perutnya seakan menolak semua jenis makanan. Setleah semua makanan keluar, keringat dinginpun mengucur lalu semuanya gelap

“Marc.....!!! Cepat kesini, Eve pingsan....” teriak mami Roser panik.

Marc yang sedang berkemas untuk persiapan race Aragon pun, dibuat terkaget-kaget. Ia bergegas turun.

“Ayo cepat kita bawa eve ke rumah sakit, mami khawatir kandungannya bermasalah” kata mami roser sambil memandang wajah Marc. Marc tersenyum, ada bahagia terselip di wajahnya. Mami roser mengkhawatirkan cucunya.

“Oke mam...” sahut Marc seraya membopong Eve ke dalam mobil.

Jarak, klinik bersalain dengan rumah Marc tidak terlalu jauh, di klinik itu dulu Marc lahir.

Terpaksa Eve di infus untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya,

“Marc, dia mengalami hiperemesis gravidarum. Akibat plasenta terlalu banyak mengeluarkan hCG, tapi ini bagus untuk janin, artinya ia memiliki plasentasi yang bagus, ini bagus untuk pertumbuhan janin”


“oh...jadi tidak ada yang menghawatirkan ya dok?’


“tentu harus diimbangi dengan makan, meski mual harus terus makan meski dimuntahkan lagi tapi itu lebih baik dibandingkan tidak makan, apaling tidak ada yang terserap”

“Ya, di selalu memuntakan makanan, bahkan air putihpun terkadang ia muntahkan...” lanjut marc

“ya kalian harus sabar menghadapi wanita hamil muda, emosinya labil, apalagi jika ia hipermesis seperti ini. Omong-omong, dia siapa marc? Tanya dr Jimenez

“aku, Marcia ...aku istri sahabat marc, suamiku menitipkanku disini sementara ia bertugas” jawab Eve dari tempat tidurnya

Marc menoleh dengan kaget. Eve menatap marc penuh makna agar Marc tak membantah.

“ehmmm, iya dok...betul yang dikatakannya” jawab Marc menguatkan

Eve masih di ruang perawatan, kali ini dr Jimenez sudah pergi.

Marc mendekat “ Eve apa maksud jawabanmu tadi? Kenapa berbohong?’

Eve memalingkan wajahnya, menatap ke luar jendela “Aku tidak ingin orang lain tau kau mengahmiliku marc, aku juga tidak ingin orang lain tau Evelyne Tjandra hamil. Aku ingin tetap menjadi Evelyne dan meneruskan cita-citaku. Dan kau tetaplah menjadi Marc dan mengejar semua mimpi-mimpimu...”

Marc menghela nafas berat, memegangi kepalanya yang tersa pusing tiba-tiba oleh kata-kata Evelyne.

Phonecell Marc berbunyi, ada panggilan dari Emilio.

“Marc, sudah sampai mana? Kau tidak datang bersama Alex?”

Marc menjawab dengan gugup “ Ah iyaa...aku menyusul. Segera”

“Eve, aku berangkat dulu ya, nanti mami yang menemanimu, aku ingin menungguimu disini tapi kau tau kan...”

“marc pergilah, jangan hiraukan aku...” ucap Eve sambil memalingkan wajah

Marc meninggalkan Eve dengan berat hati.

****


Menjelang race, Marc menelfon mami Roser. Harusnya ini tak dilakukannya untuk menjaga pikirannya tetap fokus. Tapi hati dan pikirannya tak bisa dibohongi, ia menghawatirkan Eve dan anaknya.


“maam, bagaimana eve?” tanya Marc khawatir

“marc, kau bukannya sebentar lagi race?”

‘mam, jawablah bagaimana Eve?’

“Eve baik-baik saja Marc, kau fokus ya, mami yang mengurus eve..”

Terdengan suar Eve mual muntah dan suara barang berjatuhan, lalu mami Roser menutup telfonnya

Marc semakin tidak konsentrasi. Ia mnecoba menelfon mami roser lagi tapi tidak diangkat.

Emilio Alzamora si tangan besi yang selama ini menempa kedisplinan Marc, meraih phonecell marc dengan ekspresi wajah dingin.

“konsentrasi lah Marc, kami tidak ingin kejadian di Misano terulang lagi” ucap Emilio dingin dan pendek.

Marc terdiam.



Lap-lap demi lap terasa sangat lama dan membosankan bagi Marc. Ia ingin race segera berlalu lalu ia pulang dan melihat keadaan Eve.

Wajah eve yang pusat yang terkulai di tempat tidur bersama selang infus terus membayanginya, hingga ia tak menydari bendera putih berkibar menandakan hujan turun dan ia harus berganti motor setingan basah, Marc hnaya tertuju pada jumlah lintasan yang dilaluinya, kurang 2 lagi ah sebentar lagi selesai. Namun tiba-tiba hantaman keras menyadarkannya. Ia menadarat di gravel dan kepalany aterhantam ban. Hujan! Entah sejak kapan hujan turun.


*****

“maam, bagaimana eve?” Tanya Marc setibanya di rumah sakit


“dia tak mau makan sedikitpun, makanan hanya dari infus saja. Dan sejak kau pergi kemarin ia tak mau bicara pada mami sepatah katapun...” ungkap mami Roser sedih

Marc memeluk mami Roser “ Maafkan, marc ya mam..merepotkanmu, maafkan eve juga, sebenarnya eve anak yang menyenangkan...semua ini salahku...”

“sudahlah Mrac kau jangan terus menyalahkan dirimu, semuanya sudah terjadi , satu satunya jalan terbaik adalah menghadapinya dengan bijaksana dan tetap dengan mental positif

Sekali lagi Marc mendekap mami Roser, kemudian berlalu menemui Eve.

“Eve...” sapa Marc lembut sambil mengusap kening Eve

Kelompak mata Eve bergerak gerak, lalu membuka “Marc...kau sudah kembali? Kau baik-baik saja? Aku dan mami melihatmu race di TV. “

Marc tersenyum “ aku baik-baik saja, tidak terluka sedikitpun....kau bagaimana? “

“Aku, seperti yang kau lihat. Buruk tergeletak tak berguna....” terdengar nada putus asa

“Kurasa kau cuma bosan, sebaiknya kau dirawat di rumah saja, di klinik ini bau obat mungkin itu yang membuatmu mual “ ucap marc dengan mimik yang lucu

Eve pun tak bisa menahan geli.


Marc mengajak Eve ke yayasan "esteve" sebelum pulang ke rumahnya.

"Tempat apa ini Marc?" tanya Eve bingung sesampainya di halaman parkir Yayasan esteve


"Eh, ini yayasan yang aku danai, aku belum menceritakan padamu. Aku sangat menyukai anak-anak, maka aku buat ini untuk anak-anak yang kurang beruntung, anak-anak itu perlu dana besar untuk bisa hidup normal..."

"Anak-anak cacat?" tanya Eve menekankan

"jangan bilang cacat, itu terasa menyakitkan jika mereka dengar, mereka anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus" Jawab Marc sambil tersenyum manis, lalu membantu Eve duduk di kursi roda lengkap dengan infus yang menggantung di tiang kursi roda.



"kenapa kau mengajakku ke sini Marc?"


"sebetulnya aku rutin ke sini di antara jadwal race, kau tau minggu depan aku sudah harus ke jepang, kurasa sekarang waktunya. apa kau keberatan? Kalau kau keberatan, aku batalkan saja. Kita pulang sekarang"

"Noo no, tidak Marc, aku cuma tanya, aku suka kok kamu ajak ke sini"  


'Oke, kita masuk" 

Marc mendorong kursi roda Eve memasuki bangunan besar itu. Di gerbang utama seorang wanita paruh baya amenyambut Eve dan Marc. Yayasan itu didiami oleh anak-anak yang menderita kanker, juga anak-anak dengan cacat bawaan.




Sementara Marc berbicara serius dengan pengurus yayasan, Eve berkeliling kamar di temani oleh Mrs Guardiola, salah satu pengurus yayasan juga.

Eve terhneti di sisi tempat tidur seorang anak yang tergeletak seperti bayi, padahal kalau dilihat dia tampak seperti anak usia 4 tahun

"Anak ini kenapa bu?" tanya Eve pada Mrs. Guardiola

"Anak ini mengalami gangguan pertumbuhan syaraf, usianya sebetulnya 6 tahun tapi ia tidak bisa bergerak seperti seharusnya, ia seperti bayi karena syaraf-syarafnya terganggu sejak dalam kandungan, ibunya tak menghendaki anak ini dan berusaha menggugurkan tetapi gagal. Akibatnya anak ini seperti ini, kasihan padahal bukan salah anak ini...'

Eve terdiam, kata-kata itu seperti sedang menegurnya. Tak seharusnya dia tak peduli dengan kehamilannya, tak seharusnya dia putus asa, anak dalam perutnya berhak mendapat kehidupan yang baik. Tiba-tiba eve merasa bersalah jika anak yang dilahirkan nanti menjadi anak cacat. Eve bergidik ngeri .Eve berjanji dalam hati akan makan seberapapun mualnya dan terus berusaha makan meski akhirnya muntah lagi.

Usai berkeliling, Marc menghampiri Eve " Kau masih ingin di sini? atau kita pulang sekarang?" tanya Marc lembut

"Aku, ingin pulang Marc, pasti mami Roser sudah masak untuk kita " jawab Eve sambil mengerling kan mata cantiknya

Marc terkejut, tak menyangka Eve menjadi seceria ini "Apa kau sudah berselara makan sekarang? memangnya Mrs Guardiola mengatakan apa padamu"

Eve menggeleng " tidak, dia tidak bilang apa-apa. Aku hanya ingin anak kita mendapat makanan yang cukup supaya dia sehat "

Marc berjongkok dihadapan Eve "Aku ingin mendengarnya lagi Eve....kau bilang anak kita"

"iya anak kita..." ulang eve sambil mencolek ujung hidung Marc

Marc tersenyum lebar lalu bergegas membawa Eve pulang.

****
Jelang MotoGP Motegi. 

"Eve, kau yakin tidak ikut? MotoGp asia panjang, aku hampir sebulan tidak pulang ke spanyol, lagi pula selepas australia aku ada jadwal ke Indonesia, Apa kau tidak ingin pulang ke Indonesia?'

"Marc...kandunganku belum kuat untuk penerbangan jauh, kau tau Dr Jimenez tidak mengijinkannya. Pergilah  sendiri, hmmm lagi pula kalau aku ikut pasti akan jadi bahan pertanyaan. Apalagi jika aku pulang ke Indonesia dengan perut seperti ini...." mendadak mendung membayangi wajah ayu evelyne

"ahh sudah.. sudah...malah jadi kau bersedih...maafkan aku yah sayang...aku mengerti, aku senang kau peduli dengan keselamatan bayi kita. " ucap marc lalu membenamkan kepalanya ke perut eve

"terimakasih Marc untuk pengertiannya...." jawab Eve sambil membelai lembut rambut Marc dengan jemarinya.

"eve...." panggil Marc lembut, masih dengan kepala yang terbenam di perut Eve

"yaaa...." sahut eve lembut

"Kapan anak kita lahir?" tanya Marc

"hmm dr Jimenez bilang 7 bulan lagi...." jawab Eve sambil memainkan cuping telinga Marc

Marc tersenyum simpul " Seperti apa nanti rupa anak kita ya?"

"kalau cowok pasti ganteng seperti kamu...." jawab Eve manja sambil menarik ujung hidung Marc

"dan kalau cewek pasti cantik seperti kamu sayang...." potong Marc meneruskan kalimat Eve sambil menengadahkan wajahnya ke arah Eve

Eve menundukkan wajahnya mendekat ke wajah Marc. Marc menyambutnya. Untuk pertama kalinya setelah peristiwa beberapa bulan lalu di belanda mereka berciuman kembali

"I love you eve..."  ucap Marc lembut

'I love you too, Marc..." sambut eve dengan air mata yang menggenang

"kenapa nangis eve?' tany amarc menyadari air mata menggenang di mata Eve

Eve menggeleng " tidak, aku hanya sangat bahagia..." jawab Eve berbohong menutupi kegalauan hatinya. Jika Marc sebaik ini seromantis ini akankah dirinya sanggup pergi dari Marc suatu hari nanti?.....

To be continue...









Selasa, 07 Oktober 2014

The secret story #2




hi frens

ngga kerasa sebulan absen, ngga upload FF. Hmmm 2 bulan terakhir ini agak merasa ilfil sama marc, jadi mempengaruhi mood nulis. Ngga salah apa-apa sih dianya. tapiii beberapa hari terakhir ini kangeeeeen banget sama Marc, mungkin karena udah 2 kali race ngga lihat marc di podium. Saking kangennya mood nulis lagi. Mudah-mudahan kalian suka yah...
berhubung tabletnya lagi rusak dan gambar-gambar uantuk secret story 2 ada di dalamnya, terpaksa FF kali ini tanpa gambar. Tapi jangan khawatir segera setelah tabletnya sembuh bakal di update. Tablet itu berarti banget, isinya itu kumpulan video race motogp, video interview marc, dan ribuan foto2 marc. hehehe...
happy reading yaaah


yang lupa seri 1 bisa buka link ini yah : 
http://mercymarc.blogspot.com/2014/07/the-secret-story.html


Eve menggigil dalam gendongan Marc bahkan sampai tubuh Marc ikut bergetar. Marc mengeratkan gendongannya. Bibir eve sudah berwarna ungu. Cuaca memang tidak jelas, musim panas yang seharusnya tidak turun hujan justru hujan deras bahkan suhu turun hingga 6 derajat. Wajar jika Eve yang hari itu berkostum musim panas dengan  rok mini dan kaos tang top menggigil. Akhirnya lift yang mengantarkan mereka ke kamar Marc di lantai 3 terbuka.
Gemerutuk geligi eve cukup keras  hingga terdengar oleh Marc. Marc meletakkan Eve di kasur, tapi baju Eve basah kuyup memperparah keadaan Eve yang sedang menggigil kedinginan. Marc tiba-tiba terinagat buku yang pernah dibacanya  bahwa orang kedinginan atau hipotermia bisa mati. Marc ragu-ragu melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Melepas semua baju Eve dan menggantinya dengan baju yang kering.

Eve meringkuk seperti udang digoreng dengan tubuh bergetar hebat. Marc panik! dengan jantung yang berdetak tak menentu, ia melepaskan rok jeans basah yang dikenakan Eve, suhu tubuh marc meningkat saat ia melihat kaki jenjang Eve, pikiran kotor segera di tepisnya. Marc lalu melepaskan kaos yang dikenakan eve dan kali ini jantungnya hampir lepas saat melihat Eve topless. Eve pasrah, kesadarannya tak terkontrol dengan baik akibat hipotermia yang sedang menyerangnya.

Marc membungkus tubuh Eve yang polos dengan bed cover. namun sepertinya bed cover saja tidak cukup. Tiba-tiba Marc teringkat Jack daniels yang tersedia di kamar hotel, setidaknya itu dapat membantu meningkatkan suhu tubuh Eve, pikir Marc. Marc segera menuangkan ke dalam gelas, dan memberikannya apda Eve.

"Eve minumlah ini supaya tubuhnmu hangat" pinta marc sambil mengulurkan gelas pada Eve. Eve menurutinya ia meneguk segelas whiskey itu hingga tandas. Setelah  itu Marc ke kamar mandi untuk menukar bajunya dengan baju kering. Tetapi baru saja dia melepaskan bajunya terdengar teriakan Eve dan suara gelas yang terjatuh. Marc segera berlari ke arah Eve dengan hanya berbalut handuk hotel berwarna putih.

Rupanya getaran tubuh Eve menyebabkan meja nakas ikut bergetar dan gelas yang diletakkan Marc di ujung meja terjatuh.

"marc,  akuuuu dinginnnn....dingiinn sekaliii" racau Eve dengan mata terpejam dan bibir yang masih ungu.

Marc segera memeluk tubuh eve yang sedingin es. Setelah selimut bahkan whiskey tak mampu mengembalikan suhu tubuh Eve, ternyata skin to skin contact bekerja lebih cepat untuk meningkat suhu tubuh Eve. Perlahan tapi pasti tubuh Eve mulai menghangat dan tidak lagi bergetar seperti beberapa menit lalu.


Tiba-tiba sebuh ciuman mendarat di bibir Marc. Eve menciumnya. Marc terkejut namun tidak berusaha menghindar. Aroma whiskey masih terasa. Eve terus menghujani Marc dengan ciuman yang bertubi-tubi. Agaknya Eve mabuk karena segelas Jack Daniels yang Marc berikan tadi.
Bagaimanapun Marc adalah laki-laki normal terlebih ia juga punya ketertarikan pada Eve, meski Marc menyadari Eve melakukannya tanpa sadar, namun dirinya juga tak mampu menolak itu.
...dan malam itu semuanya terjadi begitu saja.....diantara desahan nafas dalam hujan deras yang mengguyur Belanda....



Eve tertidur disamping Marc dengan bersimbah peluh. Marc memandangi wajah Eve lalu turun ke leher jenjang gadis itu, kemudian terus turun ke bawah hingga Marc melihat bercak berwarna merah di bed cover. warna merah yang kontras dengan sprei putih hotel.
Rasa bersalah menggunung, engan tangan bergetar Marc meremas noda itu. Ia telah mengambil virginitas Eve!! Marc meremas rambutnya, dirinya pernah berjanji tidak akan merusak virginitas gadis manapun kecuali istrinya, meski ini bukan malam pertama bagi Marc tapi ia dulu melakukannya dengan wanita yang memang sudah tidak virgin.

Tanpa disadari airmata Marc menggenang, rasa bersalah menjelma menghantui. Dirinya menyesali mengapa harus merusak virginitas seorang gadis dan gadis itu adalah Eve, Eve yang beberapa hari ini membuatnya jatuh cinta. Seharusnya Marc menjaga Eve dan bukan justru merusaknya. Marc segera bangkit menuju kamar mandi, beberapa menit ia membiarkan dirinya di guyur air shower, otaknya terasa mendidih.

Selesai berpakaian Marc mendekati Eve yang masih tertidur, ia yakin Eve pasti tidak pernah minum whiskey, sehingga begitu lama minuman itu mempengaruhi kesadaran Eve. Marc menggendong Eve ke kamar mandi, membersihakan tubuh Eve yang masih setengah sadar. Baju eve yang ia letakkan dekat mesin pemanas sudah kering, Marc segera memakaikanya kembali. Marc mengambil pil penghilang rasa sakit dari kopernya, ia biasa meminumnya saat mengalami injury, bekerja sangat baik dan tahan lama.

"Aku di mana?" tiba tiba terdengar suara Eve

Marc menoleh, lalu segera memburu, ia duduk di samping eve

"Eve jangan bangun dulu, minumlah ini supaya membaik" kata marc sambil menyodorkan pil penghilang rasa sakit dan segelas air mineral.

"kepalaku pusing..." keluh Eve sambil memegangi kepalanya

"iya minumlah ini supaya hilang sakitnya" pinta marc

Eve menuruti perintah Marc, meminum obat itu lalu kembali tertidur.


Pukul 11.30 AM

"Marc....bangunnn, kok aku ada di kamarmu? aduh kamu jadi tidur di sofa pula...maaf ya marc" teriak Eve panik

Marc terperanjat, ia masih memicingkan matanya karena terik matahari masuk melalui tirai dekat sofa tempat ia tidur.

Belum sempat marc menjawab, eve berlari meninggalkannya menuju kamar mandi. Marc hanya menatapnya dengan was-was, so far dilihatnya Eve berjalan dengan normal tidak tampak kesakitan tampaknya pil penghilang rasa sakit itu masih bekerja.

Keluar dari kamar mandi, eve tampak segar setelah membasuh wajahnya. tanpa make up justru wajah Eve makin menarik, bathin Marc.

"kok senyum senyum marc? aku jelek yah abis bangun tidur? atau tidurku ngorok? Aduh aku memalukan sekali yah...perutku lapar nih. kita sarapan yuk..." cerocos Eve, tanpa menyadari apa yang telah terjadi semalam.

"okay, sebentar aku cuci muka dulu " sahut marc

Selesai sarapan, Marc kembali menyodorkan pil penghilang rasa sakit itu lagi "minumlah ini sampai besok"

"apa ini? " tanya eve bingung

"hmm vitamin untuk stamina, supaya kamu tidak gampang kedinginan dan tidak cepat capek" jawab Marc bohong

Eve menaggut-manggut " jadi ini rahasianya pebalap?"

Marc tidak menjawab , dia hanya tertawa sejenak. Entahlah hari itu tawanya tidak bisa lepas seperti biasanya. Satu hal yang menganggu pikiran Marc saat itu "khawatir eve menyadari apa yang terjadi semalam!!".

"marc...tadi malam aku mimpi aneh...' celetuk Eve tiba tiba

marc terperanjat "mimpi apa?" tanya marc penasaran

"aku malu cerittanya...nggak ah  " Eve mengurungkan ceritanya.

"kenapa malu? kan cuma mimpi..." rayu marc

"Ngggak, ga penting sih...untungnya cuma mimpi, kalau betulan mungkin aku bisa digantung Ayahku"

"hahaha, memangnya apa mimpinya?" Marc makin penasaran

Eve kembali menggeleng. Mereka beranjak dari resto menuju taman hotel sambil berjalan santai. tak jauh dari mereka ada sepasang kekasih sedang lipkiss. Eve menutup wajahnya lalu berbalik arah dan mengajak Marc meninggalkan tempat itu " Marc kita jangan lewat sini, balik yuk..."

"eh kenapa?" tanya Marc bingung

"Aku jengah ada yang lipkiss di sana, kalo buat orang asia sepertiku, pemandangan seperti itu tidak biasa, kau tau di negaraku sangat menjunjung tinggi virginitas tidak seperti di sini yang free sex "

Hampir saja marc terjatuh, tubuhnya aseperti dihantam beban 100 kg ketika mendengar statement Eve barusan. Nyalinya menciut bahkan ini tak pernah sekalipun terjadi saat di race.

"Kamu kaget ya marc? hihi...." rupanya Eve menyadari kekagetan Marc

"ehmmm iya iiya.." jawab marc gugup, tiba tiba kerongkongannya terasa kering dan sulit menelan ludah.

"tapi seperti itulah orang timur Marc, kehilangan virgintas apalagi hamil di luar pernikahan itu seperti mencoreng arang hitam di  wajah orang tua, saudara teman dan tetangga karena akan menjadi bahan cemooh, dikucilkan dan paling parah menjadi gunjingan orang,...jangan sampai aku seeprti itu..hihi serem yah.."

Marc terdiam, tidak tau harus berbicara apa dan berespon bagaimana.

"kok diam Marc..?" tanya Eve kagok

Marc menoleh serius ke arah Eve " ehm kalo kamu mengalami hal itu, apa yang akan kamu lakukan ?"

Eve tertawa renyah " apaa yaaahh? hmmm aku akan bunuh diri...hihi iya itu kayaknya paling aman biar nggak malu"

Wajah marc memerah, panas!! lalu digenggamnya kedua pundak Eve sambil diguncang-guncangkan " jangan bodoh Eve !!  jangan pernah melakukan itu!! kumohon jangan "

Lalu marc memeleku Eve erat " kumohon jangan bunuh diri"

Eve mengerutkan keningnya. bingung.

"Marc tapi kan itu ngga terjadi...aku masih disini. aku ngga akan seperti itu kau tau. aku akan menjaga virginitasku, niatku ke belanda ini kan untuk sekolah S3, bukan untuk kehilangan virginitas..." ucap Eve

Marc memijit keningnya, jawaban jawab eve semakin membuatnya pusing dan tersudut serta merasa bersalah.

"Eve, sepertinya aku harus kembali ke kamar dan berkemas, sudah late check out, kamu mau ikut ke bandara?"

Eve menggeleng " aku ingin segera pulang ke apartemen, dari kemaren belum ganti baju, kau sendiri saja, tidak apa kan? take care ya Marc!!"

-----

sebulan kemudian.....

Eve tertidur dalam posisi duduk di perpustakaan. Akhir-akhir ini ia merasa tubuhnya lesu dan mudah lelah. Eve terbangun ketika iphone yang ia letakkan di meja bergetar kuat.

"Eve,...long time no see, masih ingat aku yang bukan researcher?"
sender marc marquez

Kantuk eve lenyap seketika, berganti senyum di bibirnya, eve berteriak tak bersuara. Marc mengirim pesan untuk eve. ulalala...

Sebenarnya dari kemaren eve ingin tau kabar marc tapi dirinya gengsi untuk mengirim pesan pada laki-laki terlebih dulu.

Eve bergegas meninggalkan perpustakaan, ingin lebih nyaman chatting dengan Marc. Pulang.

Hari yang penuh kejutan! Eve menemukan Melly telah menunggunya di depan pintu apartemen.

"Hi noooon, hampir jamuran aku menunggumu di sini, fuuuhhh" gurau Melly 

Eve berlari memeluk Melly " Ya ampuuunnn...."

"Aku ada sesuatu untukmu " ucap Melly seraya mengeluarkan sebuah amplop coklat ari dalam tasnya.

"apa ini?" tanya Eve penasaran

"udah buka aja, nanti juga tau?" kilah Melly

Eve membukanya " Tiket pesawat ke Italy?? tiket motogp misano??  Aaaarrgggghh makasih mell, kamu memang sahabatku yang paling baik..."

Melly menepis pelukan Eve " eits...ini bukan dari aku..."

"Lalu?" tanya Eve dengan bola mata yang membesar penuh tanda tanya

Melly tersenyum misterius "Masa ngga tau?"

jauh dalam hati Eve ingin terucap sebuah nama " Marc", tapi takut salah jadi Eve urung mengucapkannya.

"Ini dari Marc..." jawab Melly akhirnya


Wajah Eve bersemu merah, hatinya berdesir- desir mendengar nama Marc di telinganya. " Ah...marc...I miss you...so much

to be continue