Powered By Blogger

Minggu, 20 Juli 2014

The Secret Story




Ide di kepala ini tentang suatu cerita melompat lompat kayak lompatan elektron. Masih dan selalu tentang Marc Marquez. Ide ff tentang Marc mungkin ngga akan pernah kering. Oh iya buat yang berharap ada karakter marc jahat di Ff buatanku lupakan saja karena itu nggak akan pernah terjadi. Penulis terlalu mencintai Marc soalnya hehehe....

@@@@

NEDERLANDS;
10.00 AM

Evelyne Tjandra atau biasa dipanggil Eve, gadis berusia 21 tahun asal Indonesia yang berambisi meraih gelar doktoral sebelum usia 25 tahun. Saat ini ia sedang mengambil gelar master di mastricht university, Belanda.

Eve terbangun dengan buku buku yang hampir memenuhi seluruh tempat tidurnya. Ini  bukan saat ujian. Tapi itulah cara Eve mengisi liburannya mengisi kepalanya dengan berbagai macam texbook dan jurnal-jurnal ilmiah. Tahun ini eve tidak pulang ke indonesia, ia sengaja ingin menghabiskan liburannya di Eropa.

Eve bangkit dari tempat tidurnya, masih dengan celana pendek jeans dengan aksen robek robek dan kaos tanpa lengan. Kakinya jenjang serta lengan tangannya ramping, rambut tebal hitam legam, kontras dengan kulitnya yang putih bersih. Dengan tinggi 178 sebenarnya Eve lebih cocok menjadi model cat walk, ketimbang menjadi kutu buku atau scientist. Tapi itulah eve, dia tidak ingin orang menyanjungnya karena fisiknya, ia ingin ia berharga karena pemikirannya, karena isi kepalanya.

Satu persatu buku-buku yang berhamburan di tempat tidur ia kembalikan ke tempatnya masing-masing.

“TEEETTTTT”” bell apartemennya berbunyi nyaring, ditekan berkali-kali. Nampaknya hanya psikopat atau orang gila yang menekan bel seperti orang kesurupan. Eve  mengomel sendiri

Eve bergegas menuju pintu. Sebelumnya ia mengintip melalui lubang pintu

“Astaga, Melly!!” sorak eve kegirangan !! “

Ini adalah kali kedua Melly berkunjung ke apartemennya, dan lagi-lagi tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

“Arggghhh melly....” teriak Eve lalu menghambur memeluk Melly sahabatnya sejak kuliah dulu. Melly terkekeh girang. Sejak jaman kuliah dia paling suka membuat kejutan, dan Eve sahabatnya selalu saja jadi pihak yang dikejutkan. Melly membalas pelukan Eve.


“Ayo masuk” ajak Eve sambil menarik Melly

“sabar-sabarrr....” sanggah Melly seraya menarik travel bagnya.

“Waduuuhh, kamu tuh yaaahh nggak berubah dari dulu, kayak hantu tiba-tiba muncul !!’

“Hahaha, memang kalau aku ngabarin baka; inget? Dasar nona kutu buku!! Di kepalamu hanya ingat jadwal penelitian dan jadwal ujian saja”

Eve terbahak, betul juga yang dikatakan Melly. Pernah suatu ketika Melly mengatakan akan mengajaknya ke Geneve mengunjungi gebetan Melly, tiba hari yang di janjikan Eve justru lupa, dan terkejut saat Melly muncul.

“Mell beruntung kamu datang pas aku nggak pulang ke indonesia....” ucap Eve sambil menuangkan minuman ke gelas, lalu diberikan pada Melly.

“Hahaha, kan aku tanya ayahmu lu dulu, kamu pikir aku paranormal?” kilah Melly

Eve meninju lengan Melly. Melly pasrah tidak menghindar, karena pukulan nona kerempeng itu tak seberapa besar energinya.

“Mau nginap berapa lama nih, ayo kita susun itenerary !’ ucap Eve semangat

“Eitss,  aku ke sini dalam rangka kerja nooon, masih ingatkan kalo aku jurnalis. Kali ini aku yang mau ngajak kamu nginap di Assen”

“Haaah? Ngapain di Assen?”

“Ayolah, nanti habis liputan selesai terserah kamu deh mau jalan ke mana, pleaseee? Aku butuh orang yang bisa bahasa spanyol. Kalo prancis, jerman okelah gw bisa!!’

“Huuuuh dasar yaah!, oke deh...kapan berangkat?” tanya Eve sambil mengunyah coklat.

“Hari ini laaah??” jawab Melly cepat

“Hari ini????’ saking kagetnya Eve sampai tersedak coklat yang sedang dimakannya

“yup” jawab melly santai



^^^^^^

Assen, 07.00 AM


“mau kemana mel, pagi-pagi udah rapi?” tanya Eve sambil bergelung dikasur.

“mandi gih sanah, temenin aku mau wawancara rider spanyol, ganteng loh orangnya”

“haduhhh sejak kapan aku suka sama rider aku sukanya ilmuwan tauuu!! kenapa sih harus di temenin,  sekali kali wancara profesor kenapa? Pasti aku semangat nemenin” ucap Eve masih sambil kedua matanya terpejam.

Melly menarik selimut eve, lalu menggiringnya ke kamar mandi.

“Keluar dari dunia science kenapa? Banyak dunia yang menyenangkan selain dunia science tauuuu !” oceh melly

Setelah melihat rider yang di wawancara Melly, kantuk Eve hilang. Diam diam ia menata rambutnya yang belum disisir dengan jari. Pemuda dengan senyum yang sangat menawan, bahkan saking menawannya membuat Eve mengalami aritmia akut tadi. Sepasang mata elang berwarna coklat yang dibingkai dengan alis tebal. Rasanya impas sudah siksaan melly yang telah menggiringnya mandi padahal masih ngantuk berat tadi pagi

Saat ini justru Eve menyesal seandainya, tadi pagi ia tidak menuruti Melly untuk ikut wawancara. Eve merasa seperti melihat pangeran berkuda yang dliputi cahaya, bersinar- sinar.

“Eve!!! Hei...!! Kenalkan ini Marc! Eve !!” teriak Melly sambil menginjak kaki Eve.

Eve tersentak, kaget, ia baru sadar yang sejak tadi ditatapnya sudah berada di depan muka dan sedang menunggu jabatan tangannya.

“Ehmmm hei haiii, marc...nice to meet you” jawab Eve gagu tak menentu dan dengan tangan yang sedikit bergetar menyambut tangan Marc.


Mereka menuju Lisse, suatu distrik yang memiliki perkebunan tulip yang sangat luas. Eve duduk di samping driver sementara Melly dan Marc duduk di bangku belakang. Sesekali Eve mencuri pandang ke belakang melalui spion. Dan beberapa kali pula tertangkap basah sedang mencuri pandang ke arah Marc.

“Ya Tuhan, ganteng banget itu orang, astaga kenapa seganteng itu jadi pembalap?” ucap eve dalam hati

Sesampainya di Lisse. Dalam balutan suasana romantis di tengah-tengah taman bunga yang dipenuhi tulip, perasaan kagum, suka dan sejenisnya pada sosok Marc yang baru dikenalnya menjadi-jadi. Ditengah tengah wawancara santai Marc memetik bunga tulip, ia berikan pada Melly, dan satu lagi untuk Eve. Eve hampir pingsan saat menerimanya.

Eve menatap tak percaya ke arah Marc “ Ini untukku kah?”

Eve menerima bunga pemberian Marc itu dengan suka cita yang luar biasa, di ciumnya bunga tulip berwarna pink itu penuh perasaan. Sambil memejamkan mata

Melly mencibir kesal, dia hafal sekali tingkah sahabatnya

“Sejak kapan kamu suka bunga eve?  Bunga di apartemenmu saja mati semua karena tidak pernah kamu rawat“ sindir Melly

Eve membuka matanya “ Itu karena petugas apartemen kurang disiplin menyiramnya mel... “ kilah Eve.

Eve sedikit memberi kode agar Melly tidak membuka aibnya di depan Marc.

“Cewek mana yang nggak suka bunga, apalagi yang ngasihnya super ganteng..’

Marc tergelak mendengar sanjungan Eve. Diam-diam sejak awal marc juga mengagumi Eve, cewek cantik dengan penampilan seadanya. Tubuh langsing yang di balut dengan celana pendek jeans dan kaos putung warna putih. Rambut panjang yang dibiar tergerai. Tanpa perhiasan . Tampak simpel dengan sepatu sport yang sama dengan yang dipakainya. Munichxshoes.



Di kamar hotel usai wawancara.

“Eh Mel, kamu percaya pada pandangan pertama nggak?” tanya Eve sambil menyisir rambutnya yang basah seusai mandi.

“Tergantung..siapa yang bicara, kalo kamu yang ngomong aku ga percaya. Kamu miss perfect yang kriterinya banyak banget , yaa mungkin sih kalo tiba tiba kamu ketemu cowok ganteng gelar PhD dengan tinggi 188 cm“ celoteh Melly, ia hafal sekali dengan kriteria cowok idaman sahabatnya itu,

“Kamu salahh, aku sudah berubah, aku rasa sudah jatuh cinta hari ini!’ ucap Eve sambil tersenyum

“ Haah?? Serius? dengan siapa?” tanya melly hati-hati sambil menyipitkan matanya. Menatap curiga

“Aku rasa kamu sumber informasi paling akurat, kamu pasti menyimpan nomor telefon dan alamat Marc saat wawancara tadi kan?”

“Marc? Kamu jatuh cinta sama Marc Marquez?? ” tanya Melly  tak percaya, ia menepok jidatnya sendiri “ itu lebih gawat dari berita hilangnya MH 370 !!”


“Apa aku salah ??’ tanya Eve kesal.

“Kurasa Dia sudah punya pacar! Namanya sara sampio, model!! ”


“Mijn God!” sergah Eve.


“Lupakan dia Eve! Jangan minta aku jadi mak comblangmu“ pinta Melly sambil mengguncang-guncangkan bahu Eve.

“tenanglah..aku tak perlu mak comblang” jawab eve sambil mengerlingkan matanya.




Pertama takdir kedua kesempatan, keduanya kolaborasi yang manis untuk mengubah sebuah impian jadi kenyataan.

Kesempatan itu tiba. Seusai gelaran motogp Assen, marc ingin berwisata di Belanda, sementara Melly tidak bisa menemani karena ada perubahan jadwal dari kepala redaksinya untuk segera meliput acara di tempat lain. Alhasil Melly harus mencari pengganti dirinya untuk menemani Marc berwisata di Belanda. Beruntung Melly memiliki Eve yang sudah lama tinggal di Belanda. Meski agak setengah hati menyerahkannya, mengingat pembicaraan Eve beberapa hari lalu. Tapi melly tidak punya pilihan lain selain, Eve.

Pagi itu Eve mengenakan rok jeans mini favoritnya dipadu dengan kaos abu-abu dengan potongan leher yang lebar, menonjolkan tulang-tulang belikatnya. Eve menyemprotkan parfum ke belakang telinga dan pergelangan tangannya. Eve ingin membuat Marc mengingat aroma parfumnya dan menyimpannya dalam memori bawah sadar tentang wangi tubuhnya. Wangi yang ia harap bisa memunculkan kenangan tak terlupakan tentang Eve. Dan membuat Marc ingin lagi menemuinya.

Saat itu masih musim panas, tak lupa Eve mengenakan topi almamater berwarna hijau. Jam 9 tepat Eve sudah duduk manis di lobby hotel tempat Marc menginap.

“Pagi Marc !!” sapa Eve ceria ceri ketika  marc muncul dari lift menuju ke arahnya

“Pagi eve ! Jawab marc dengan nada yang tak kalah cerah cerianya.

“Sudah siap, kita jalan sekarang? “ tanya Eve basa-basi.

Marc mengacungkan jempolnya “ Eh btw, mana melly?”

“Jadi kau tidak mau kutemani?” tanya Eve kesal

“eh bukan begitu, sebab Melly yang menghubungiku sebelumnya, dia tidak bilang dia tidak akan ikut”

“Ah iya, dia ada pekerjaan mendadak ke Jerman” jawab Eve

“Aku senang sekali kau yang menemaniku, kukira kita tidak akan bertemu lagi waktu itu ..”

Eve mengulum senyum, Benarkah Marc menginginkan juga pertemuan kedua?


Eve mengajak Marc ke pelabuhan Rederij Plas di Damrak, ia ingin mengajak Marc berkeliling Amsterdam melalui jalan air, rondvaarten.

Kapal mulai bergerak, menyusuri floating domicilie, rumah terapung yang tertata rapi, mirip rumah barbie.

“Sepertinya asyik yah tinggal di rumah terapung...” komentar Eve sambil melirik ke arah Marc yang tengah menikmati pemandangan dari balik kaca tembus pandang kapal yang mereka naiki.

Marc mengangguk-angguk. “Kalau aku tinggal di rumah seperti itu mungkin setiap hari aku mabuk laut hehe...”

Eve mencubit pinggang marc “ Sekarang kamu mungkin bilang begitu karena kamu belum tau asyiknya...” sahut Eve menggoda, lalu menggeser duduknya sambil membenturkan pundaknya ke pundak Marc.

Marc terbahak lalu reflek ia meraih bahu Eve kemudian merangkulnya erat. Mereka sama-sama menatap keluar.

Sementara dalam hati eve berbunga-bunga. “ternyata Marc gentelemen, ia tau bagaimana membuat wanita di dekatnya merasa nyaman tanpa harus mengatakannya” puji Eve dalam hati, lalu ia memerosotkan duduknya sedikit agar bisa menyadarkan kepala di bahu marc.


Kapal terus bergerak dan sampailah di The New Metroplosis Science and Technology Center, satu satunya bangunan modern di antara bangunan klasik sekitarnya. Bentuknya sederhana namun karena kesederhanaannya justru tampak mewah, karena disekitarnya adalah bangunan - bangunan klasik dengan arsitektur yang rumit. Sama seperti Marc menilai Eve, di mata Marc Eve tampak mewah meski tanpa perhiasan gemerlap seperti kebanyakan cewek spanyol. Marc betul-betul menikmati perjalanan, entah karena indahnya pemandangan entah karena Eve disampingnya yang menjadikan semuanya nampak indah di matanya.


“Eve, thanks ya buat city tournya “ ucap Marc lembut di telinga Eve, usai turun dari kapal.

“Simpan terimakasihmu dulu, belum selesai kita, kamu pasti laparkan?” tanya Eve sambil menepuk nepuk perut Marc. Teraba oleh Eve otot perut Marc yang kencang. Benar-benar membuat imajinasi liar di kepala Eve.

Marc menangkap tangan Eve yang hinggap di perutnya “ Iya aku lapar! Kau pintar sekali “ ucap marc sambil mengerlingkan sebelah matanya.

Pipi Eve bersemu merah. “Ah marc, kau lah satu satunya pria yang mengugurkan semua kriteria yang pernah kubuat sendiri, bagiku tidak ada artinya lagi seorang pria yang harus lebih tinggi 10 cm dariku, sebab meski kamu 10 cm lebih pendek tidak sedikitpun mampu mengubah perasaanku. Aku membayangkan diriku akan jatuh cinta dengan seorang pria dengan titel PhD, ternyata tidak!! bahkan strata satupun tidak. Persetan dengan semua kriteria itu, kenyataannya cinta tak bisa memilih!!”

“Hei kok bengong, kamu mau ajak aku makan di mana? “ tanya Marc sambil mencolek dagu Eve.

“Ehh kita makan di cafe tepi kanal yuk...” ajak Eve lalu menggandeng tangan Marc

Mereka berdua lebih nampak seperti sepasang kekasih ketimbang dua orang yang baru seminggu lalu kenal. Marc melahap makanan yang dipesankan eve dengan penuh semangat, sambil terus bercerita. Saking semangatnya sampai Marc tersedak. Spontan Eve menyodorkan gelas minuman dan langsung disambut oleh Marc. Tanpa sengaja tangan mereka saring bersentuhan, lalu keduanya saling tatap. Mendadak tenggorokan Marc tidak lagi gatal akibat tersedak. Keduanya diam untuk beberapa saat sambil tangan keduanya masih saling berpegangan.

Eve tersenyum manis “Minumlah..., makan pelan -pelan biar nggak tersedak lagi. “

Marc tersenyum malu, lalu meminum juice strowbery dalam gelas itu. Sisa-sisa strawaberi berwarna merah menempel di ujung bibir Marc. Naluri Eve mendorongnya untuk membersihkan jejak strawberi di sudut bibir marc, tangannya memegang tissu terangkat mendekati bibir Marc, namun tertenti di udara. “Apakah pantas melakukan ini? Mengusap bibir marc?” pertanyaan itu meragukan Eve, membuatnya mengurungkan niat. Namun baru saja Eve hendak melaksanakan niatnya, tangan Marc telah bergerak menangkap tangan eve lalu membimbing ke sudut bibirnya.

Seusai makan, Marc mengajak Eve bersepeda ria, alasannya untuk membakar kalori, karena pebalap  harus menjaga berat badannya tetap ideal.

“Pegang pinggangku yang erat yah, aku mau ngebut nih brummmbrumm “ pinta Marc sambil bibirnya menirukan suara deru motor. Eve tergelak-gelak, bukan hal yang memberatkan jika harus memeluk pinggang Marc erat-erat. Dengan semangat Marc mengayuh sepedanya sampai sampai tidak memperhatikan jalur rel tram yang melintang di depannya, membuat sepeda yang dinaiki oleng dan hampir saja Eve terlempar. Beruntung secepat kilat Marc menangkap tubuh Eve.

“Eve kamu ngga apa - apa kan?” tanya Marc khawatir/

“haduuh marc...hati-hati doong jangan ngebut lah dibelakangmu tidak ada lorenzo maupun rossi, tenanglaah...” jawab Eve.

Mereka melanjutkan bersepeda, kali iniMarc lebih berhati hati.

“Tenang saja tuan putri, kau aman bersamaku” ucap Marc sambil mengayuh sepedanya dan menepuk neupk punggung tangan Eve yang melingkar di pinggangnya.

“ oh iya tuan putri kita ke mana lagi nih?” tanya marc kemudian.

Eve diam sejenak berpikir ke mana lagi membawa Marc, “ Hmmm kita ke Museum Het Rembrandthuis aja yuk..”

“Siap, kau taunjukan jalannya yah...”

“oke boss’

Musem Het Rembrandthuis dulunya adalah rumah pelukis maestro yang sangat terkenal bernama Rembrandt. Rumah itu memiliki sejuta kisah bahagia dan sedih dalam kehidupan sanga maestro tersebut.

“Marc, kau tau sejarah Rembrant?”

“Pelukis” jawab marc


“Selain itu, maksudku, kehidupan pribadinya”

Marc menggeleng.

“Rembrant sangat mencintai istrinya, istrinya meninggal di rumah ini. Sejak istrinya meninggal ia tidak mencari penggantinya, ia terus setia. Kemudian ia jual semua asetnya lalu pindah ke Jordania, menyepi dan menghembuskan nafas terakhirnya di sana. Bahagia sekali menjadi istri rembrant...karena dicintai dengan sungguh sungguh....” terang Eve sambil menatap salah satu lukisan Rembrant dengan pandangan mata menerawang jauh.

“Kehilangan cinta membuat orang seakan kehilangan seluruh dunianya yah...” ucap Marc serya menarik Eve ke dalam pelukannya. Lalu mereka sama-sama menatap lukisan Rembrant

“Marc,...masih adakah cinta yang seperti Rembrant?” tanya Eve lirih di telinga Marc “ Agar selamanya kita tak pernah kehilangan satu sama lain?” lanjut Eve.

Marc menjawab dengan pelukannya yang semakin erat. Dalam perjalanan pulang usai mengembalikan sepeda, langit malam itu diguyur hujan deras, meski musim panas, hujan deras acapkali menyisip di antaranya.

Mereka berlarian dibawah guyuran hujan. Sampai lobby hotel tempat Marc menginap keduanya basah kuyup.

Eve menggigil, selain dingin karena hujan di tambah dingin AC di lobby hotel. Bibirnya pucat dan rambutnya basah.

“Marc, aku langsung pulang yah...” pamit Eve dengan bibir yang bergetar kedinginan.

“Kau tidak bisa pulang dalam keadaan begini, naiklah dulu, ada mesin penghangat yang bisa dipakai mengeringkan bajumu” Ucap Marc penuh penekanan.

Tanpa menunggu jawaban Eve, Marc membopong tubuh Eve, membawanya memasuki lift menuju kamarnya.