Nadine mencatat jadwal sisa seri motoGP hingga akhir musim di time schedule tabnya. Sejak kuliahnya selesai bulan april lalu, Nadine lebih memiliki waktu santai sambil menunggu panggilan kerja dari beberapa aplikasi yang dikirimnya ke perusahaan-perusahaan.
Timmy masih berkutat dengan jadwal-jadwal motoGPnya ketika ayahnya menyapa
“hey lagi apa tim, senyum senyum sendiri”
Rupanya sang ayah sudah sejak beberapa menit lalu memperhatikan Nadine yang asyik memplotkan jadwal motoGP.
Nadine membalikan badannya “eh Ayahh, sejak kapan Ayah disitu?”
Sang Ayah tersenyum, senyum manis yang diwariskan ke Nadine
“asik sekali Ayah perhatiin tadi, sudah ada panggilan wawancara kerja?”
Nadine menggeleng sambil memperbaiki posisi duduknya “belum, Ayah sabar aja laah ” lalu ngeloyor menghampiri Ayahnya. Nadine memang sudah lulus S1, tapi usianya masih 19 tahun, karena sejak SD hingga SMU Nadine selalu masuk kelas akselerasi, akibatnya waktu sekolah yang harusnya ditempuh 12 tahun dipangkas menjadi 9 tahun.
Fernando Velazquez, sang ayah mengusap ubun-ubun putrinya, lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam tas kerjanya, agak kesusahan karena tangan kanannya disandari Nadine.
“kalo kamu ngga ada jadwal wawancara, Ayah mau ajak kamu ikut kongres di Barcelona, kebetulan ada farmasi yang sponsori Ayah ke sana”
Nadine yang tadi hanya bersandar santai dibahu ayahnya, terlonjak! lalu mengguncang-guncang tubuh Ayahnya “ Beneran Yah, barcelona? Nadine ngga salah dengar kan?”
Ayahnya mengangguk pasti sambil tersenyum senang melihat wajah putri kesayangannya yang berapi-api.
Nadine bersorakkkk, “ kapan yah?” tanpa menunggu jawaban Ayahnya Nadine menyambar announcement kongres dari tangan Ayahnya. Di annoucemenet itu tertulis bahwa kongres akan diselenggarakann 5 hari yaitu 13 hingga 17 juni 2013. Bertepatan dengan motoGp Catalunya.
Sekali lagi Nadine terpekik, lalu mencium Ayahnya. Berlari menuju kamarnya, menyalakan PC dan segera hunting tiket motoGP catalunya. Untuk urusan sepenting ini dirinya tak mau tersiksa browsing via tabletnya yang berukuran 7 inchi. Melalui www.gooticket.com akhirnya 2 tiket di kelas VIP didapatnya, beruntung padahal waktu tinggal sebulan lagi. Tanpa setau sangan Ayah, Nadine sengaja membeli tiket VIP supaya bisa bebas jalan-jalan ke paddock, tentu saja paddock incarannya adalah honda repsol markas rider jagoan Nadine, Marc Marquez. Hmm membayangkan saja sudah membuat wajah Nadine berseri-seri
Terbayang dalam angannya, Nadine dan Ayahnya akan datang lebih awal ke Barcelona, lalu mencari rumah Marc Marquez di Cervera Lleida yang kabarnya hanya 30 menit dari Barcelona, lalu bertemu Marc di rumahnya. Membayangkan saja sudah membuat Nadine senyum-senyum sendiri, Apalagi ditemani Ayahnya, berdasarkan pengalaman Nadine, pergi dengan Ayah adalah hal yang paling mengasyikkan ketimbang pergi dengan Mama.
Berhayal tentang bertamu kerumah Marc Marquez, bertemu dengan Marc juga orang tuanya Tuan Julia Marques dan nyonya Roser Alenta serta adik satu-satunya yaitu Alex Marquez, adalah hayalan tergila yang pernah hinggap di kepala Nadine.
Tidak seperti bayangan Nadine sebelumnya, kenyataannya Nadine harus berangkat lebih dulu , karena urusan pekerjaan terpaksa Ayahnya menyusul 2 hari kemudian. Repot juga jadi anak dokter, Ayahnya bukan cuma miliknya tapi milik pasien dan institusi. Meski demikian Ayahnya menyempat waktu untuk mengantar Nadine ke bandara.
“kamu yakin, berani sendiri?” ini adalah pertanyaan Ayahnya yang entah ke berapa kalinya semenjak 2 minggu lalu Ayahnya mengundurkan jadwal keberangkatan.
Nadine hanya memanyunkan bibirnya, persis mulut ikan. Antara takut, kesal, dan senang. Takut karena ini adalah pengalaman pertama pergi ke Eropa SEDNIRIAN, kesal karena harapannya pergi berdua dengan Ayah BATAL, senang karena sebentar lagi jarak antara Nadine dan Marc akan semakin dekat. Ahhhh setiap kali membayangkan wajah Marc keberanian Nadine tiba-tiba muncul.
“Ayah tenang aja, Nadine sudah besar sudah lulus S1”
“oke sarjana cilik! Ingat usiamu baru 19 tahun beberapa hari lalu”
Nadine bersandar manja ke pelukan Ayahnya. Tuan Fernando Velazquez mencium kening Nadine.
“Oya, Ayah tidak bisa tenang begitu saja melepasmu sendiri ke sana, kebetulan dokter Mir, teman Ayah di Barcelona menawarkan bantuan, nanti di sana akan ada yang menjemputmu, sementara Ayah belum sampai, Ayah menitipkanmu ke dokter Mir’
Nadine terhenyak sejenak, lalu melepaskan pelukan Ayahnya.
Nadine mulai bersungut “ Ayah, please! Oughhhhh” Nadine kehabisan kata-kata sambil menhempaskan tangannya ke udara. Di dalam kepalanya berkecamuk, itenerary yang telah disusun sejak kemarin kacau balau, terbayang bahwa dirinya hanya akan jadi tuan putri yang kemana-mana diantar oleh orang suruhan dokter Mir, dan gagal pula semuanya.
Tapi Nadine tahu Ayahnya dalam hal ini tak bisa di bantah. Tak ada pilihan kecuali menurut. Ayah Nadine menyodorkan kartu nama dokter Mir, serya berpesan “ simpan baik-baik kartu nama ini. Jangan sampai hilang ya..!”
Nadine menerima kartu nama itu dengan wajah kesal, lalu dimasukkan ke dalam dompetnya.
Mencoba kembali menata hati dan emosi. Mencoba berfikir positif akan tindakan Ayahnya. Nadine menarik nafas dalam-dalam sebanyak 3 kali lalu menhembuskan pelan pelan. Panggilan boarding terdengar. Nadine mencium tangan Ayahnya lalu masuk ke gate keberangkatan.
Frankfurt, Jerman
Setelah terbang 18 jam, lufthansa yang dinaikinya transit di Frankfurt Jerman sebelum melanjutkan perjalanan dengan pesawat berbeda ke Barcelona. Lumayan lama transitnya apalagi prosedur keimigrasian di Jerman ketat sekali.
Wajah-wajah petugas bandara nampak judes mungkin mereka keturunan Hitler, batin Nadine. Berbeda sekali dengan wajah petugas di bandara soetta. Baru saja beberapa jam sudah kangen Indonesia. Lamunan Nadine akan keramahan negerinya buyar, saat terjadi pembicaraan serius antara petugas bandara dengan seorang pria yang antri di depannya. Nadine menguping dengan seksama.
‘Mana buku tabungan anda atau rekening tabungan anda?” tanya petugas bandara
Si pria hitam itu menjawab “ saya tidak punya, saya ada saudara di sini’
“oke kalau begitu mana tiket pulangnya?” tanya petugas bandara lagi.
“kami belum beli tiket pulang” si pria hitam itu nampak gusar.
Di jerman ini memang wajar jika skrining memasuki negaranya ketat karena, jika tidak maka banyak orang imigran yang hanya menjadi beban negara. Sebab di Jerman setiap pengangguran itu ditanggung negara hidupnya. Pastinya negara akan bangkrut kalo semua pengangguran nebeng ke Jerman.
Setelah cukup sengit, akhirnya pria hitam itu tidak diperbolehkan masuk Jerman. Entah bagaimana nasibnya. Tak sempat memikirkan itu giliran Nadine sekarang, mendadak jadi deg-degan. Khawatir dibentak bentak karena Nadine paling takut dibentak karena sejak kecil orangtuanya membesarkannnya dengan lemah lembut. Rasanya ingin menangis saja.
Nadine mendekat, menatap petugas itu, sebenernya cantik tapi judes bukan main, Nadine membaca nama pada badge petugas itu, tertera Daniella Alandra. Dugaan Nadine salah, petugas bandara itu jika dilihat dari namanya pasti salah satu orangtuanya adalah orang rusia.
Tak di duga tak dinyana, petugas itu ramah sekali padanya. Petugas itu meminta Nadine melepaskan jaketnya, jaket merah bernomor 93 sebelum Nadine memasuki alat pemindai.
Nadine bersorak girang, ternyata prosesnya tak mengerikan seperti yang ia bayangkan tadi. Betapa rugi dirinya membayangkan hal buruk yang tak terjadi. Nadine bergegas mencari toilet, lalu lanjut ke toko souvenir mencari gantungan kunci logo bayern munchen. Selain tergila gila dengan motogp Nadine sebenarnya juga penggila sepakbola khususnya tim panser Jerman, menurutnya tim panser itu ngga cuma ganteng tapi juga smart, dan agresif. Ternyata baik motogp maupun bola Nadine sama sama suka permainan yang agresif. Nadine paling benci dengan gaya sepakbola italy, ini ngga ada hubungannya dengan valentino rossi yang juga tak disukainya. Cara permainan bola italy itu membosankan, skornya paling tinggi diakhir tanding itu 1-0, 1-1, 2-1, 2-2, ngga lebihhh, irit banget sama gol, kalo sudah sekali nge-golin ya udah sisa pertandingan adalah bertahan, dan bertahan.
Beberapa saat setelah keluar dari toilet wajah Nadine berubah panik, ia mencari-cari sesuatu dalam tasnya lalu masuk toliet lagi dan keluar lagi masih dengan wajah yang sama, panik. Kali ini tidak hanya wajah panik, pipinya mulai merah dan matanya mulai digenangi air mata. Terduduk lesu di kursi tunggu, tertunduk. Merasa bodoh karena tidak ingat di mana terakhir ia meninggalkan jaket bergambar semut merah bernomor 93. Jaket itu ia beli di e-bay sebulan lalu, dan Nadine sangat bangga karena itu jaket limited edition.
“hey, ini jaket kamu ?” seseorang menyentuh bahu Nadine.
Spontan Nadine menoleh ke arah suara tadi. Aaah ternyata si mbak imigrasi yang cantik tadi, seketika Nadine langsung ingat dimana dia meninggalkan jaket itu.
Nadine meraih jaket itu lalu mendekapnya “ ah iyaaa, aku hampir mati mencarinya “
Daniella duduk di samping Nadine lalu mengulurkan tangannya “ Daniella” katany amemperkenalkan diri.
Nadine membalas jabatan tangan Daniella “ Nadine but just call me Nad”.
Daniella tergelak lalu berkomentar “ it sounds so cute”.
Lalu keduanya asyik terlibat pembicaraan hangat di awali dari jaket merah nomor 93. Ternyata Daniella juga penggemar berat motoGP dan memiliki rencana yang sama untuk melihat seri motoGP Catalunya.
“Kapan berangkat ke sana?” tanya Nadine, perihal keberangkatan Daniella ke Barcelona.
“Sabtu, sebab jumat aku masih tugas, jadi hanya bisa ikut lihat kualifikasi dan race-nya aja, sebetulnya asyik kalau bisa lihat free practice di jumatnya, tapi yaaa mau gimana lagi?” jawab Daniella, setengah menyesal.
“ah, sayang sekali yah, nanti kita ketemu lagi ya di sana, aku beli tiket VIP”
“hahaha, baiklah.., oh iya ngomong ngomong kenapa kamu pergi awal sekali? Sekarang kan masih minggu?”
Nadine nyengir lalu menjawab: “Iya, sengaja. Aku ingin main ke cervera”
Daniella terbahak “ Serius? Aku punya alamat detilnya, aku dulu sama sepertimu tergila gila dengan Marc, tapi itu dulu sebelum aku dekat dengan Nicky Hayden”
“Oyahhh??! Jadi kamu dekat dengan Nicky hayden?” mata Nadine seperti mau loncat keluar.
Namun pembicaraan seru keduanya terhenti karena Nadine harus segera boarding, menuju Barcelona.
Barcelona
Hmmm, jadi tidak enak sudah berburuk sangka pada Ayah. Ternyata dokter Mir tidak mengurungnya, bahkan dokter Mir khusus meminjamkannya 1 mobil plus driver, tapi sebenarnya bukan driver pribadi tetapi mahasiswa kedokteran yang dibimbing dokter Mir. Yipiiii. Dan yang membuat paling bersyukur adalah, supirnya bisa bahasa inggris. That the point, namanya Alfredo Hernandez.
Supaya tak terlalu nampak noraknya bahwa sebenarnya Nadine ingin sekali ke Cervera, maka pagi itu Nadine manggut-manggut saja ketika dokter Mir menjelaskan bahwa Barcelona adalah kota terindah di Eropa, dan hari itu Nadine direkomendasikan untuk muter-muter bangunan bersejarah di Barcelona. Setiap sudut kota Barcelona semuanya nampak seperti musium, unik dan bersejarah. Kota Barcelona sangat bersih, tanpa gelandangan, tanpa kemacetan, orang jarang menggunakan mobil pribadi dalam kota kebanyakan naik trans metro de bracelona (TMB). Jadi meski di jalan raya nampak sepi tapi aktivitas di bawah tanah ramai.
Perjalanan dimulai dari rumah dokter Mir, seharusnya paling dekat ke Arc de triomf dulu, tapi dasar Nadine yang juga penggila FCB, memaksa Hernandez mengantarnya ke FCBotiga dulu yang ada Museu de Futbol. Sayangnya saat Nadine ke sana sedang tidak ada pertandingan, tapi untunglah toko tempat souvenirnya tetap buka. Alhasil Nadine membeli kaos tim sepak bola idolanya itu 1 buah dan beberapa pin serta tempat pensil dan topi beratribut FCB.
“Hernandez, aku mau bergaya seperti patung ini, ayo foto kan aku” rajuk Nadine pada Hernandez yang sedari tadi membututinya seperti seorang bodyguard. Hernandez terkekek sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Oke” sahut Hernandez sambil meraih kamera yang diacungkan Nadine.
“Apa sudah mirip?” tanya Nadine seraya mengangkat satu kakinya menirukan patung pemain sepak bola yang sedang menendang bola.
Setelah dari Museu de futbol, jalan-jalan di lanjutkan ke Mirador de Colom. Menara ini seperti tugu monas yang bisa di naiki, bedanya mirador de Colom ukurannya ini lebih kecil.
Di menara pemandangannya indah sekali, sayang sekali Nadine sendirian. Tiba - tiba Nadine berhayal dia menaiki Mirador de colom bersama Marc...
Tanpa sadar Nadine tersenyum sendiri, hingga sepasang kekasih di sampingnya tanpa sengaja menyenggol bahu Nadine tanpa sengaja lalu membuyarkan lamunan NAdine tentang Marc.
“Sialan!” maki Nadine dalam hati, lalu menutup matanya saat ia menoleh ke samping sepasang kekasih itu sedang berciuman.
Nadine bergegas turun menemui Hernandez di bawah.
“Berapa lama, dari sini ke cervera?’
Hernandez terbengong “Cervera?” dia mengulangi.
“Iya Cervera”
“Hmmm, sekitar 30 menit”
“Ayo kita ke sana”
Kali ini wajah Hernandez lebih bingung “ he? Tapi belum semua tempat kita kunjungi, dokter Mir memerintahkanku mengajakmu ke sagrada familia-arc de triomf-placa catalunya...”
Hernandez belum menyelesaikan kalimatnya, Nadine memotong :
“sudahlah, itu lain kali saja. Ayo antar aku ke Cervera “ rajuk Nadine sambil menampilkan senyum manja memohon andalannya.
Tak ada pilihan bagi Hernandez kecuali menjawab iya. Mereka melaju ke Cervera
“Ada apa tiba-tiba ingin ke Cervera?” selidik Hernandez ingin tahu.
“Hmmm, bukan tiba tiba sebetulnya sebab aku memang berencana ke cervera’
“owww, ada apa memangnya?” lanjut Hernandez bertambah penasaran
“Hadeuhhhh kepo sekali Hernandez ini!”, gerutunya dalam. Nadine ragu menjawabnya antara malu dan perlu.
“ hmmm, aku ingin mencari rumah seseorang”
“temanmu?, baiklah di mana alamatnya, asalku juga dari Cervera, aku tau betul daerah sana” Jawaban Hernandez ini tak terduga!
Pyarrrr!!!! Jantung Nadine seperti mau lepas, mendengar Hernandez juga bersal dari Cervera. Wajahnya bersemu merah
“ehmmm, jadi kau pasti tau rumah Marc?’ Nadine balik bertanya
‘Hahaha, ada ratusan orang bernama Marc di Cervera, yang mana?’
Nadine membanting punggungnya kembali ke jok. Ia kesal, lalu menjawab dengan pelan sambil menunduk “ Marc marquez”
“Eh siapa? Aku kurang jelas mendengarnya
Nadine berusaha mengontrol mimiknya supaya nampak biasa, hmmm menyebutkan namanya saja membuat jantung Nadine berdetak tak beraturan. “ Marc Marquez Alenta, pebalap motogp”
Kali ini tawa Hernandez lebih terbahak “ Kau penggemar motogp?’
“Iya, sejak kecil aku suka sekali motogp karena ayahku selalu mengajakku nonton di televisi setiap minggu, jika ada race.”
“ yayaya, tentu saja aku tau, sebab sepupuku bekerja untuk Marc, sebagai mekanik’
“oh yaahhh? Siapa?’ pupil mata Nadine membesar mendandakan ia senang. Lalu tiba tiba ia teringat nama salah satu mekanik di timnya Marc, “ Aku tau, yang kau maksud pasti Santi Hernandez, sebab nama belakang kalian sama”
Hernandez mengacungkan jempolnya “ Smart!’
Nadine bahagia sekali, artinya dirinya tidak perlu bersusah payah mencari alamat Marc. Yess
Hernandez menepikan mobil ketika memasuki Cervera.
“Tunggu sebentar ya, aku telfon Santi dulu” Hernandez meninggalkan Nadine dalam mobil.
Nadine menikmati pemandangan yang terpampang di depannya. Cervera ! Indah dengan bangunan unik di sebuah bukit, disinilah Marc lahir dan dibesarkan. Nadine membuka kaca mobil, memejamkan mata dan menghirup dalam dalam udara Cervera. Udara yang sama yang dihirup Marc. Matanya terpejam lalu muncul sosok wajah Marc dalam kepalanya, tapi bayangan itu buyar ketika getaran ponsel di saku bajunya membuat kaget. Nadine merogoh hape dari kantong bajunya, pada layar nampak muncul gambar Afghan.
Setengah malas, dia jawab panggilan itu, sebabjika tidak pasti akan terjadi huru hara.
“Haloo” sapa Nadine. Afghan menjawab salam Nadine
“di mana?”
“spanyol” jawab Nadine pendek
“Apaa??!” lalu afghan menutup telephonnya
“Dasar pelit!: bathin Nadine
Nadine berdiri kaku di depan rumah bernomor 25.
“hernandez, kurasa lebih baik kita pulang saja ke barcelona” tiba tiba Nadine mengurungkan niatnya
Hernandez terhenyak “ kenapa? Ini sudah di depan pintunya, lagipula aku sudah bilang kita akan datang, dan Marc bersedia bertemu denganmu”
“aku sakit perut, ayo kita pulang saja...” Nadine beralasan. Tiba-tiba perutnya seperti berputar putar, dan tangannya mulai dingin, bibirnya pun jadi sulit untuk berkata.
Hernandez tertawa. “sepertinya kau gugup ya?”
Nadine tak sanggup menjawab rasanya ingin menghilang saja dari muka bumi saat itu. Hernandez tak memperdulikan kepanikan nadine, pria itu menekan bell rumah Marc.
Dalam hati Nadine berdoa semoga tidak ada yang membuka pintu. Benar saja sudah 3 kali Hernandez menekal bell pintu tak juga dibuka. Nadine ngeloyor pergi, niatnya menuju mobil tempat parkir, tapi tanpa sadar Nadine justru berjalan ke arah berlawanan. Hernandez tak menyadari menghilangnya Nadine, ia masih berusaha menekan bell itu berkali kali.
Nadine bersorak dalam hati karena doanya terkabul. “yes !!’ pekiknya senang, namun tiba tiba sebuah bola meluncur ke arah Nadine tepat mengenai kepalanya.
Nadine sempoyongan memegangi kepalanya, rambut panjangnya menutupi sebagian wajahnya. Nadine masih menunduk sambil memegangi kepalanya ketika dua orang mendekatinya
“maaf, aku tak sengaja, aku tak melihatmu tadi, kukira tidak ada orang ...”
“kepalamu sebelah mana yang kena bola, coba aku lihat ...” kata orang yang satunya lagi
Nadine menyibakkan rambut dari wajahnya, sementara tangan kirinya masih memegangi bagian kepalanya yang sakit.
Nadine mematung menatap dua orang itu. Marc Marquez dan Alex Marquez. Kedua kak beradik itu saling menatap tak mengerti.
Lalu muncul suara hernandez “ Haduhhh Nadine, ternyataa kau lebih dulu menemukan mereka ..”
Tawa Marc dan Alex pun pecah “ Hola, hernandez...apakabar” sapa mereka dengan ramah. Sejenak perhatian mereka terhadap Nadine teralihkan. Memberi kesempatan Nadine untuk menata denyut jantung dan nafasnya.
“kalian sudah berkenalan? Ini Nadine, anak sahabat dokter Mir dari Indonesia, ayahnya dokter juga sama seperti dokter Mir”
Nadine mengulurkan tangannya disambut oleh Marc dan Alex. “Tanganmu dingin sekali “ komentar Alex, lalu Marc menyikut lengan adiknya. Alex terdiam.
“ya udara di sini memang relatif lebih dingin dari Asia “ Marc berusaha menetralkan
Nadine senang dengan sikap Marc, membuat nadine nyaman dan tidak gugup lagi. Benar- benar menyenangkan berada di dekat Marc, puji Nadine dalam hati.
“yuk kita ngobrol di rumah” Ajak Marc diikuti oleh Alex.
Nadine duduk di sofa bermotif garis-garis coklat. Sofa yang pernah Nadine lihat di twitter yang diunggah oleh Marc. Nadine merasa tidak asing dengan suasana rumah Marc, nadine telah melihat semuanya di Youtube, di sebuah video berdurasi kurang lebih 1 jam yang mewawancarai Marc setelah juara dunia moto2 tahun lalu.
“marc, dia ini penggemar beratmu, dari indonesia, kau tau dimana indonesia?”
Pipi Nadine memerah oleh tingkah Hernandez, memalukan dirinya.
Marc tertawa sambil menanggapi tentang lokasi indonesia. Nadine bersyukur Marc tidak menanggapi tentang dirinya yang ngefans berat.
“Kurasa indonesia itu dekat dengan malaysia, dekat Bali ya?”
Nadine berbinar “ Kamu tau bali?, pernah ke bali”
“Iya aku pernah kebali, tahun lalu sebelum seri philip island”
“Nah, Indonesia itu adalah negara pemilik pulau Bali “
Marc manggut manggut, ‘aku suka pulau bali, ingin ke sana lagi suatu hari...” Nadine masih melihat bercak merah di dagu Marc bekas luka akibat crash di Mugello. Pasti rsanya sakit sekali, bathin Nadine, sambil memperhatikan Marc yang tengah berbicara padanya.
Pembicaraan terasa hangat, terlebih karena Marc tidak bertingkah seperti idola jagoan yang ketemu fans, dia bersikap seperti teman, hingga nadine tak lagi canggung. Beberapa kali tatapan nadine terpergok tatapan mata indah Marc, jantungnya berdesir setiap kali tatapan mata mereka bertemu.
###
Seri Catalunya.
Nadine menggandeng papanya, memasuki paddock Honda. Masih pagi. Para mekanik masih sibuk dengan settingan motor para pebalapnya.
Nadine menangkap sosok marc tengah berbicara dengan santi Hernandez dan Emilio Alzamora. Nadine membatin Santi Hernandez dan Alfredo memang mirip.
Nadine ingin meminta ayahnya mengambil gambarnya bersama marc.Tapi sepertinya saat itu Marc tengah serius. Nadine hanya memperhatikan dari jauh. Sementara sang Ayah sudah menghilang entah ke mana. Mata Nadine terus tertuju pada Marc. Hingga tiba saatnya Marc tersadar ada sepasang mata yang memeperhatikannya.
Nadia, terpaku saat Marc menemukan dirinya tengah memperhatikannya.
“Hola !” sapa marc diantara kerumunan mekaniknya. Nadine tersenyum inosen, lalu balas melambaikan tangan.
Marc mendekatinya, alangkah bangga nadia saat itu. Namun marc tak berhenti saat didepannya, marc trus melalui dirinya, ternyata Mrac melambaikan tangannya ke orang lain. Nadia tertunduk malu.
“Hola, dr velazquez” sapa Marc, membuat telinga nadine berdiri, lalu buru-buru membalikan badannya. Marc tengah berjabat tangan dengan ayahnya, :How come???’ tanya Nadine dalam hati.
Nadine menghampiri ayahnya, “ Marc, ini putri saya” seraya bermaksud mengenalkan nadine. Marc tertawa “hah, kamu tidak cerita ayahmu itu dokter Velazquez...”
“kamu kenal ayahku darimana Marc?’ nadine tak menjawab justru balas bertanya.
“dokter velazquez ini yang membantuku saat aku crash di sepang tahun lalu, dia dokter mata yang hebat nad”
Nadine melirik ayahnya, sang ayah paham arti tatapan putrinya “ haha Ayah pikir kamu tak tertarik tentang pasien-pasien ayah..”
“kalian sudah salaing kenal sepertinya?’ lalu menatap penuh selidik ke arah nadine. Nadine hanya tersenyum. “nanti nadine cerita deh ...”
“oh iya Marc, sepertimya ada masalah dengan setingan motormu?” Nadine coba mengalihkan pembicaraan
“Iya, masih ada yang belum pas, tapi semoga bisa diperbaiki”
“iya, semoga. Marc nanti kau naik podium lagi kan?”
“hahaha, kalau aku tidak tersungkur, doakan saja...”
‘Iya aku doakan semoga kamu naik podium lagi...”
“nad, sudah dulu ya...masih ada yang perlu kusampaikan ke mekanik “
“oke marc, semoga beres ya settingannya!!”
Marc membalas dengan mengacungkan jempolnya lalu meninggalkan Nadine dan ayahnya.
“aku tunggu di podium !” teriak Nadine, lalu Marc tertawa manis sekali.
---
“aaarrgghhhhh!!!!’ teriak Nadine seraya memeluk Ayahnya. Marc yang start di posisi ke 6 akhirnya finish di posisi ke 3.
Nadine masih setia menunggui Marc hingga acara jumpa pers selesai. Baginya ia harus pulang ke indonesia dengan membawa foto dirinya dan marc sebanyak banyaknya. Ayahnya sudah lebih dulu kembali ke hotel setelah pertandingan usai.
Nadine menemuai marc usai jumpa pers. “Marc!!, selamat yaa” teriak nadine sambil mengulurkan tangannya. Marc menoleh dan langsung menarik tangan Nadine. Nadine yang tak menyangka akan mendapat respon seperti itu tak siap membuat badannya terjerembab di pelukan Marc.
Nadine memejamkan matanya dan menahan nafas. Tercium aroma keju busuk yang tajam saat nadine mendaratkan wajagnya di dada Marc. Keringat orang bule bau sekali, bathin nadine. Buru-buru Nadine menjauh. Marc jug aterkejut tak menyangka diribya menarik nadine terlalu kuat.
“maaf Nad ...”
“eihh..ngga apa apa...eh iya selamat ya?”
“thanks Nad...”
“marc nanti setelah ganti baju boleh kita berfoto?’
‘okee, sekarang juga ngga apa2 “
Spontan Nadine menolak “ jjjangan-jangan nanti aja Marc, kamu mandi dulu aja...”
Marc terbahak “ kamu pasti ngga tahan bau keringat yah?...baju balap ini terbuat dari kulit kanguru, setiap habis race baunya tidak enak memang, oke aku mandi dulu ya..., kau tunggu disini sebentar “
Nadine hanya nyengir. Untunglah Marc sadar kalau bau keringatnya bisa bikin Nadine pingsan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar