Finally, Secret story masuk musim ke 5
Pernah bayangin Marc jadi single parents, hmm itu hayalan saya terinspirasi dari cara Marc memperlakukan anak-anak yang ngefans sama dia. Kebapakan sekali. Entahlah karena terpengaruh sama masa kecil yang dekat dengan papa mungkin, jadi suka banget sama cowok yang sayang ke anak kecil.
kalo yang lupa episode sebelum ini , bisa baca dulu ini linknya The Secret Story #4
kelewat lama ngga dilanjutin akibat kesibukan di dunia non-fiksi #LOL
----------------------------------------------
Author POV
Maastricht univeristy
Eve menatap nanar Ayah dan ibunya yang sedang berbincang di hadapannya. Tidak bisa ditutupi tampak senyum yang lebih sumringah sejak kelulusan Eve. Senyum bangga orang tua yang selama ini ia impikan. Hari ini mimpi itu terwujud. Eve memejamkan matanya menahan kepedihan manakala ia teringat, bahwa dia hampir saja menggagalkan mimpinya sendiri. Sekuat apa pun sesibuk apapun, Eve tidak pernah bisa lupa peristiwa itu, ia hampir saja menggadaikan kebahagiaan orang tuanya dengan kekhilafan yang ia lakukan.
"Hey, eve...sayang ayo kita boarding..." suara empuk wanita parubaya yang telah melahirkan Eve, menyadarkannya dari ingatan masa lalu.
"Okay eve, your past have to make you better not bitter !!" tegas Eve pada dirinya sendiri, mengambil nafas panjang kemudian bergegas mengikuti langkah kedua orang tuanya.
Setahun kemudian...
****
Hari pernikahan Eve 2 minggu lagi. Eve memandang kartu undangan di tangannya, ada namanya dan nama calon suaminya. Kegelisahan dan kegundahan makin hari makin menghantuinya. Masa lalunya dengan Marc tidak bisa dipungkiri itu pernah terjadi, sejauh apapun ia berlari, masa lalu itu miliknya dan terus akan menempel pada dirinya seumur hidup. Tanpa sadar Eve tertidur....
Tiba-tiba eve terbangun oleh suara kertas di sobek, seorang bocah kecil sedang merobek-robek undangan pernikahannya. Bocah itu tidak takut melihat ekspresi kaget Eve, malah tersenyum memperlihatkan giginya yang kecil-kecil lalu bertepuk tangan. Eve mendekati bocah itu namun bocah itu justru berlari ke luar kamar. ' hey tunggu...!!!"
"BRUGGHHH"
Eve terjatuh dari sofa, ternyata cuma mimpi. Dilihatnya tumpukan undangan masih utuh tidak ada yang sobek satupun. Eve menghembuskan nafas lega. setelah itu ia bertanya-tanya siapa bocah dalam mimpinya itu, kenapa ia tiba-tiba masuk dalam mimpinya. Pikirannya masih sibuk mereka reka ketika phonecellnya berdering
Eve tersenyum melihat nama yang tertera di layar, "Melly". Satu-satunya orang yang tau cerita masa lalaunya di Eropa, satu-satunya orang yang mengerti betapa ia ingin membanggakan kedua orang tuanya. Jarak dan kesibukan, membuat Eve jarang bisa berkomunikasi dengan Melly.
"Hai...hai..hai " sapa Eve riuh, seketika atmosfer dalam ruangan itu berubah
"Non, aku sudah terima undanganmu...waah babak baru ya eve....fairytale bener deh. Eh aku browsing di google loh calon suamimu itu. Mantap betullah pilihan Ayahmu...'
"Eh... cepet juga ya sampainya, tapi Mel.." mendadak keceriaan hilang, eve ragu meneruskan kalimatnya
"Kenapa Non? so far so good kan persiapannya? tenang aku pasti datang, meskipun ya non tanggal pernikahannmi itu passss banget sama seri akhir motoGP valencia. Untungnya aku dapat ijin untuk ngga liputan, karena sudah kusiapkan pengganti"
"............" hening tidak ada respon
setiap kali mendengar motoGP, race dan segala kosakata yang berhubungan dengan Marc Marquez membuat Eve teriris-iris perasaanya. Tidak terdefinisikan, bencikah, dendamkah atau sebalikanya rindukah? cintakah?
"hellooow...eve.. are you there honey" teriak Melly di seberang telepon
Eve tergugup " Hmmm iyaahh, Im here..."
"hey...kita lama banget yah ngga ketemu ngga ngobrol bahkan sejak ....." kali ini Melly yang tidak meneruskan kalimatnya
"Sejak aku hamil kan..." jawab Eve datar dan bergetar
"Eve...soryy...aku..aku ngga bermaksud mengingatkanmu pada masa lalu itu...kenapa kamu bilang itu, gimana kalau orang tua mu dengar?"
"Mel, kamu masih jadi reporter motoGP?"
"Masih..."
"Bagaimana kabar Marc..." Eve tercekat ketika mengucapkan kata "marc" tenggorokannya perih seperti menelan serpihan kaca.
"Marc masih menjadi juara seperti tahun-tahun sebelumnya...."
"Bukan itu, maksudku apa sekarang sudah menikah..."
"Belum, tapi entahlah dia selalu membawa anak kecil di setiap race-nya. Setiap diwawancara ia tidak mau membahas anak itu..."
"Berapa usianya?"
"Sekitar 4 atau 5 tahun-nan..."
"laki-laki atau perempuan?"
"Perempuan..., eve...kamu baik-baik aja kan?"
Eve tersedu, air mata yang ia tahan tak terbendung " Dia anakku...."
"Eve!! kau bicara apa? mana mungkin itu anakmu? kau menggugurkannya kan? " Nada suara Melly meninggi
"tidak..aku tidak pernah menggugurkannya..." jawab Eve lemah
"Apaaa?? kau serius? Eve maafkan aku...waktu itu aku mendugamu menggugurkannya, makanya aku ngga kontak kamu lagi...."
"Sudahlah mel..., kau tetap sahabatku aku berterimakasih karena kau tetap menjaga rahasia itu sampai sekarang. Mel apa kau punya foto bocah kecil itu? kirim via email ya? alamat emailku masih sama"
"Okay, aku kirim sekarang.....eve apapun yang bisa aku bantu, tinggal bilang yah..."
"Okay Mel, thank a lot. "
"Oh iya Eve, aku ada deadline artikel yang harus segera selesai, next kita sambung lagi, bye...take care..'
"Ok bye..."
Usai menyudahi pembicaraannya, Eve menuju ruang makan. Di sana keluarga besarnya sudah menunggu. Topeng kepalsuan ia pakai, tenang dan seperti tidak ada masalah, demi sebentuk senyum di wajah orang tuanya. Ingin rasanya waktu segera berlalu supaya ia tidak harus berlama-la berpura-pura.
Eve melirik jam dinding di kamarnya, tepat jam 12 malam. Kantuknya belum juga datang. Eve berjalan menuju meja kerjanya. Menyalakan komputer, berniat menyelesaikan pekerjaannya sebelum mengambbil cuti menikah.
Notifikasi email bermunculan. Nama paling atas adalah Melly. Air muka eve seketika berubah dan lupa tujuan semula membuka komputer.
"Dear eve,
ini ada beberapa foto anak kecil yang selalu dibawa Marc, namanya Annabelle.
marc sangat mencintai bocah mungil itu,aku pernah mendapati keduanya secara tak sengaja saat aku sedang mengunjungi disneyland Paris.
jaga emosimu yah, hari pernikahanmu sudah dekat...
Melly-
"Ibu macam apa yang bahkan tidak tau nama anak kandungnya sendiri" sesal Eve. Airmatapun sudah membanjiri wajahnya
saat attachment akhirnya terbuka, matanya tak berkedip menatap monitor. Terbelalak tak percaya! anak kecil dalam foto itu sama dengan wajah anak kecil yang tiba-tiba memasuki mimpinya tadi siang...
Tatapan eve terus tertuju pada foto gadis kecil itu, lalu foto kedua adalah foto bocah mungil itu bersama Marc. Eve terpejam, tak sanggup walau hanya menatap foto Marc. Pria itu, yang pernah membuatnya jatuh cinta hanya dalam hitungan detik, pria yang bersama selama 9 bulan. Eve termenung....kilasan kilasan cerita lalu bermunculan seperti potongan potongan video clip di kepalanya.
Teringat ketika kehamilannya berusia 7 bulan, di mana tidur Eve mulai terganggu. Hampir setiap malam Marc ikutan tidak tidur karena Eve selalu gelisah, Tak pernah sekalipun Marc mengeluh semua kerewelan Eve selama hamil, ia sangat sabar. Bahkan ia memenihi janjinya untuk tidak lagi menganggu kehidupan Eve hingga hari ini.
Eve membuka matanya, kembali menatap foto Annabelle dalam pelukan Marc. Bocah itu nampak bahagia dalam pelukan Ayahnya. Marc, masih sama seperti dulu, seakan usia sama sekali tidak melarutkan ketampanannya, usia justru memantapkan kedewasaanya.
Eve memindahkan file foto itu ke phonecellnya. Mematikan komputer lalu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Rasa kantuk yang diharapkannya tak kunjung datang.
Ketika kesempurnaan dalam frame pandangan khalayak umum digenggamnya, ia seperti terhenti di satu titik. benarkan ini yang ia cari selama ini? pertanyaan itu terus muncul? pertanyaan mengenai hakikat kebahagian dan cinta. Pernikahan Eve dengan Haryo tinggal menghitung hari, tetapi Eve tetap merasa masih mencari sesuatu tanpa tau apa yang hilang. Seperti menemukan sesuatu tanpa tau apa sebenarnya yang ia cari. Ruang di hatinya tetap kosong....
****
Pernikahan Eve tinggal 10 hari lagi.
"Ryo, ada yang ingin aku bicarakan, temui aku di Lorojonggrang, Cikini 30 menit lagi" ucap Eve singkat sebelum menutup kembali phonselnya. Hari itu Eve sengaja ke jakarta untuk berbicara dengan Ryo sapaan akran Haryo.
Haryo terlambat 30 menit dari waktu yang dijanjikan, Eve sudah menghabiskan satu gelas juz sirsak. Kesibukannya sebagai pengusaha membuatnya tidak bisa datang sesukanya, karena banyak bisnis yang di urusnya.
"maaf aku terlambat eve..." kata Haryo begitu sampai
Eve menggeleng sambil tersenyum datar.
"Ngga apa-apa, maaf aku meminta waktumu mendadak" ucap Eve kaku tanpa menatap Haryo, tatapannya justru ia buang ke ornamen-ornamen restaurant di sampingnya.
" Ada masalah apa Eve? apa ini terkait persiapan pernikahan kita?" tanya Haryo gusar
"Ini masalah serius Ryo, tentang pernikahan kita, sebelumnya aku minta maaf"
"Its okay, Ceritakanlah...'
"Ryo, apa kamu merasa sudah mengenal aku ?"
"Tentu, orang tua kita sudah lama berteman, bahkan kita saling kenal sejak kecil..."
"Tapi kami belum tau semua tentangku Ryo...aku ingin menceritakannya sebelum pernikahan itu terjadi"
"Okay aku kan mendengarkannya dengan senang hati..."
"tapi ini bukan kabar baik..."
"Hmmm, baiklah..."
"Ryo, aku tidak berharap apa-apa setelah aku menceritakannya, Ryo...aku...aku sudah tidak virhin lagi. Ini memalukan! tapi tolong jangan ceritakan pada Ayah, cukup kau dan aku saja yang tau"
Ekspresi wajah Haryo tidak berubah "Itu saja?"
Eve terheran dengan reaksi haryo yang diluar dugaannya " Kau tidak terkejut?"
"tidak, aku bukan tipe orang orang yang mudah terkejut, berita baik maupun buruk semua kuhadapi sama, karena itulah kehidupan, kadang seuai keinginan kadang tidak. Semua biasa saja..."
"Lalu sekarang bagaimana keputusanmu, setelah tau ceritaku... aku tidak pantas untukmu aku tidak sebaik yang kalian tau"
"Aku tetap menginginkanmu menjadi istriku Eve..selama kau mencintaiku...kau mencintaiku kan?" Tanya Haryo
Eve terdiam, tenggorokannya tercekat. Sulit mengatakan karena saat ini ia tidak tau. Bayang-bayang gadis kecil dalam mimpinya tiba-tiba muncul.
"Eve? kau dengar pertanyaanku kan sayang?"
"Ah, eh iyaa...aku mencintaimu" jawab Eve asal tanpa menjiwai kalimatnya
Haryo beranjak dari duduknya mendekati Eve lalu mengecup lembut kening Eve. Eve memejamkan matanya. Merasa baru menghianati dirinya, menghianati Haryo, menghianati keluarganya, dan menghianati kenyataan.
....
Puluhan email dari Eve memenuhi inbox Melly dalam beberapa hari terkahir sejak mereka kembali berkomunikasi. Melly membacanya satu persatu hingga dapat merasakan apa yang sedang dirasakan sahabatnya saat ini. Melly termenung di depan laptopnya. Bingung tidak tau harus bagaimana.
"Mel, heloow ditunggu kameramen tuh, katanya mau interview.." suara parau Steven mengagetkannya.
sore itu ia ada janji interview dengan Marc Marquez, pria yang menjadi dilema bagi sahabatnya.
Seperti biasa Marc, sudah menunggu di tempat interview, dari dulu dia sangat tepat waktu dalam acara apapun, bahkan meski gelar juara dunia terus bertururt trurut diraihnya sama sekali tidak membuatnya jumawa, tetap stay ground.
"hai mell, melly si reporter senior dari foxsport !! haha" sapa Marc ramah
"eh menyindirku yah karena tak juga naik jabatan dan tetap menjadi reporter?"
"hahaha, luapkan yang tadi aku bercanda"
"iya aku tau..."
"apalagi yang mau kau tanyakan, setiap taun ga bosan mewawancaraiku?"
"aku sebenarnya bosan melihatmu jadi juara terus heheh" balas melly
Marc tertawa lebar...
" serius, apa buktinya?"
"lihat saja aku tidak akan datang di valencia, aku bosan melihatmu..."
"Kau pasti bohong kan?"
"aku serius, aku harus menghadiri pernihan sahabatku...'
"Hebat ya sahabatmu itu bisa mengalahkan aku, valencia penentuan akhir jadi tidak penting ya hehe.."
"kau tidak mau tau siapa sahabatku yang menikah itu?
Marc terhenti dari tawanya. lalu memberi kode agar kameramen menjauh
"siapa?" tanya Marc serius
"Evelyne Tjandra..."
Mata marc menyipit mendengar nama itu. Lalu tersenyum getir, tidak seperti senyumnya beberapa detik yang lalu.
"Dengan siapa dia menikah?" tanya Marc dengan suara sedikit bergetar
"seorang PhD, pengusaha dan pengajar juga"
Marc, manggut manggut "Cocok untuk gadis pintar seperti dia " ucap Marc akhirnya, terselip kepedihan di setiap kata yang terucap dari bibirnya.
"daddy...!!! " tiba-tiba teriakan bocah kecil memecah keheningan suasana interview. Bocah kecil itu berlari dan menghambur kepelukan Marc.
"daddy, katanya mau temani aku nonton frozen, ayooo" rengek bocah itu manja, tak berapa lama Vanessa asisten pribadi Marc muncul.
"Sory, marc..Annabelle kabur, dia tidak mau aku temani, dia mau kau yang temani .." ucap Vanessa, lalu tersenyuk ke arah Melly
Marc bangkit dari duduknya sambil menggendong Annabelle mengajaknyanya ketaman di depan hotel. Tak berapa lama Marc kembali, kali ini berjalan beriringan sambil bergandengan tangan.
"Onty melly, maaf ya abel mengganggu pekerjaan onty dan daddy..." ucap bocah itu sebelum pergi meninggalkan melly dan Marc.
"anak itu pintar, tidak seperti anak-anak lain. dia bisa diajak berbicara dan mengerti..." ucap marc tanpa di tanya
"Anak itu sepintar ibunya.." Melly menimpali
Marc tersentak " Apa??"
"Iya annabelle sepintar ibunya, Evelynne.."
"Kau tau darimana??"
"jadi betul Marc? Evelynne adalah ibunya Annabelle?"
Marc, meremas rambutnya sambil tertunduk, lalu mengepalkan tanggannya dan meniju sofa yang didudukinya lalu beranjak berdiri. Berjalan hilir mudik. Melly hanya menatap Marc dalam duduknya.
"Dia menyesal meninggalkanmu dan anakmu...anak kalian maksudku, sekarang Evelynne sakit padahal pernikahannya tinggal seminggu lagi. Dia masih mencintaimu, dia saat ini tersiksa, Eve ingin bertemu Annabelle..."
Marc terhenti dari sikap gelisahnya, ia kembali duduk. Kali ini disamping Melly. Marc memegang kedua lengan Melly " Katakan apa yang harus aku lakukan?? ha?? bukan cuma dia yang tersiksa, tapi aku juga sama sekian tahun aku memendam perasaanku, aku rindu, aku mengkhawatirkannya, aku ingin tau kabarnya tapi aku sudah berjanji padanya untuk tidak lagi menganggu kehidupannya..."
Melly menatap Marc, tampak jelas airmata membanjir, korneanya memerah, wajahnya memerah dan giginya gemeretak menahan emosi.
"Marc....lepaskan tanganmu..." pinta Melly
Marc menuruti. Marc menyeka air matanya dengan ujung lengan sweater yang dikenakannya, terakhir ia menangis adalah ketika masyarakat menuduhnya pindah ke Andorra untuk menghindari pajak.
"Sepang-jakarta cuma 1,5 jam. Pikirkanlah untuk menemui Eve...hubungi aku jika kau sudah membuat keputusan, ini kartu namaku nomor phonecellku ada di situ"
Marc menerima kartu nama yang disodorkan Melly.
"aku permisi dulu, kau perlu waktu untuk berpikir. interview kita resechedule saja, selamat malam"
bersambung....
Pernah bayangin Marc jadi single parents, hmm itu hayalan saya terinspirasi dari cara Marc memperlakukan anak-anak yang ngefans sama dia. Kebapakan sekali. Entahlah karena terpengaruh sama masa kecil yang dekat dengan papa mungkin, jadi suka banget sama cowok yang sayang ke anak kecil.
kalo yang lupa episode sebelum ini , bisa baca dulu ini linknya The Secret Story #4
kelewat lama ngga dilanjutin akibat kesibukan di dunia non-fiksi #LOL
----------------------------------------------
Author POV
Maastricht univeristy
Foto Wisuda S3 - Maastricht University |
Eve
terpekik bahagia ketika pimpinan sidang disertasi menyatakan bahwa Eve
lulus dengan predikat Cum Laude. Tak tertahankan airmata bahagia pun
turut menyempurnakan kebahagiaannya. Eve segera menghambur kepelukan
Ayah dan Ibunya yang sejak tadi pagi menyaksikan bagaimana Eve dibantai
dengan berbagai pertanyaan dari para penguji, bagaimana mereka turut
gelisah ketika Eve berjibaku mempertahankan disertasinya. Akhirnya di
usia 23 tahun 10 bulan Eve berhasil meraih gelar PhD dengan predikat Cum Laude. Riuh tepuk tangan bangga menggema ke seluruh ruangan. Beratus
ucapan selamat berdatangan untuk Eve. Tidak hanya membanggakan keluarga namun juga Indonesia.
Eve menatap nanar Ayah dan ibunya yang sedang berbincang di hadapannya. Tidak bisa ditutupi tampak senyum yang lebih sumringah sejak kelulusan Eve. Senyum bangga orang tua yang selama ini ia impikan. Hari ini mimpi itu terwujud. Eve memejamkan matanya menahan kepedihan manakala ia teringat, bahwa dia hampir saja menggagalkan mimpinya sendiri. Sekuat apa pun sesibuk apapun, Eve tidak pernah bisa lupa peristiwa itu, ia hampir saja menggadaikan kebahagiaan orang tuanya dengan kekhilafan yang ia lakukan.
"Hey, eve...sayang ayo kita boarding..." suara empuk wanita parubaya yang telah melahirkan Eve, menyadarkannya dari ingatan masa lalu.
"Okay eve, your past have to make you better not bitter !!" tegas Eve pada dirinya sendiri, mengambil nafas panjang kemudian bergegas mengikuti langkah kedua orang tuanya.
Ayah Eve
adalah Rektor universitas negeri ternama di Bandung, kepulangan Eve
dengan gelar PhD predikat Cum laude sangat memuluskan karirnya sebagai
dosen termuda. Tidak sampai setahun nama Eve telah melejit sebagai dosen
dengan pemikiran pemikiran baru yang sangat kompetitif dan inovatif.
Setahun kemudian...
Hari
itu Eve merayakan ulang tahunnya yang ke 25, ia dan keluarganya merayakan di sebuah
rumah makan paling terkenal di Bandung, bukan ulang tahun biasa. Ada modus perjodohan di balik itu.
“Luar
biasa Anda mendidik putri Anda Pak...cantik pintar dan berprestasi...”
Puji pak Handoyo, sahabat Ayah Eve yang menjadi direktur utama sebuah
BUMN di Bandung.
Ayah
manggut-manggut bangga sambil tersenyum, “Belum sempurna pak, masih 99
persen, saya masih punya kewajiban untuk menikahkannya...hahahaha”
Seperti
tersambar petir, Eve mematung di kursinya bahkan gelas yang ia pegang
berhenti di udara. Pernikahan menjadi momok mengerikan untuknya,
memorinya terlempar ke peristiwa 5 tahun lalu. Ke masa di mana ia
menyerahkan virginitasnya pada sesosok laki-laki bernama Marc Marquez hanya dalam waktu satu malam.
Hatinya kecut mengingat hal itu. Namun di sela kepedihan mengingat peristiwa pahit itu tiba-tiba muncul rasa pensaran. Di manakah Marc?
Apakabarnya? Bagaimana bayi itu? Masih hidupkah? seperti apakah rupa bayi itu?. Rasa menyesal pun mulai tumbuh karena tidak sekalipun melihat rupa bayi yang telah dilahirkannya, bahkan laki-laki atau perempuan pun tidak tau. Pantaskan dirinya disebut sempurna. Eve merasa muak dengan pujian-puajian yang dilontarkan untuknya, merasa tidak pantas dengan semua pujian itu. Merasa diri hina, dan tak bertanggung jawab. Eve menggigit bibirnya, menahan perihnya sendiri karena tidak ada tempat untuk bercerita.
Singkat
cerita setelah perayaan ulang Tahun Eve yang ke 25 itu, Eve di jodohkan dengan salah satu putra tunggal kolega Ayahnya bernama Raden Haryo Bayuaji. Ia masih keturunan ningrat, lulusan S3 di Monash
University, ganteng, pintar dari keluarga berada dan
keluarga baik baik.Eve memasrahkan pilihan pada Ayahnya, ia tau pilihan Ayah untuknya tidak akan salah.
Hari pernikahan Eve 2 minggu lagi. Eve memandang kartu undangan di tangannya, ada namanya dan nama calon suaminya. Kegelisahan dan kegundahan makin hari makin menghantuinya. Masa lalunya dengan Marc tidak bisa dipungkiri itu pernah terjadi, sejauh apapun ia berlari, masa lalu itu miliknya dan terus akan menempel pada dirinya seumur hidup. Tanpa sadar Eve tertidur....
Tiba-tiba eve terbangun oleh suara kertas di sobek, seorang bocah kecil sedang merobek-robek undangan pernikahannya. Bocah itu tidak takut melihat ekspresi kaget Eve, malah tersenyum memperlihatkan giginya yang kecil-kecil lalu bertepuk tangan. Eve mendekati bocah itu namun bocah itu justru berlari ke luar kamar. ' hey tunggu...!!!"
"BRUGGHHH"
Eve terjatuh dari sofa, ternyata cuma mimpi. Dilihatnya tumpukan undangan masih utuh tidak ada yang sobek satupun. Eve menghembuskan nafas lega. setelah itu ia bertanya-tanya siapa bocah dalam mimpinya itu, kenapa ia tiba-tiba masuk dalam mimpinya. Pikirannya masih sibuk mereka reka ketika phonecellnya berdering
Eve tersenyum melihat nama yang tertera di layar, "Melly". Satu-satunya orang yang tau cerita masa lalaunya di Eropa, satu-satunya orang yang mengerti betapa ia ingin membanggakan kedua orang tuanya. Jarak dan kesibukan, membuat Eve jarang bisa berkomunikasi dengan Melly.
"Hai...hai..hai " sapa Eve riuh, seketika atmosfer dalam ruangan itu berubah
"Non, aku sudah terima undanganmu...waah babak baru ya eve....fairytale bener deh. Eh aku browsing di google loh calon suamimu itu. Mantap betullah pilihan Ayahmu...'
"Eh... cepet juga ya sampainya, tapi Mel.." mendadak keceriaan hilang, eve ragu meneruskan kalimatnya
"Kenapa Non? so far so good kan persiapannya? tenang aku pasti datang, meskipun ya non tanggal pernikahannmi itu passss banget sama seri akhir motoGP valencia. Untungnya aku dapat ijin untuk ngga liputan, karena sudah kusiapkan pengganti"
"............" hening tidak ada respon
setiap kali mendengar motoGP, race dan segala kosakata yang berhubungan dengan Marc Marquez membuat Eve teriris-iris perasaanya. Tidak terdefinisikan, bencikah, dendamkah atau sebalikanya rindukah? cintakah?
"hellooow...eve.. are you there honey" teriak Melly di seberang telepon
Eve tergugup " Hmmm iyaahh, Im here..."
"hey...kita lama banget yah ngga ketemu ngga ngobrol bahkan sejak ....." kali ini Melly yang tidak meneruskan kalimatnya
"Sejak aku hamil kan..." jawab Eve datar dan bergetar
"Eve...soryy...aku..aku ngga bermaksud mengingatkanmu pada masa lalu itu...kenapa kamu bilang itu, gimana kalau orang tua mu dengar?"
"Mel, kamu masih jadi reporter motoGP?"
"Masih..."
"Bagaimana kabar Marc..." Eve tercekat ketika mengucapkan kata "marc" tenggorokannya perih seperti menelan serpihan kaca.
"Marc masih menjadi juara seperti tahun-tahun sebelumnya...."
"Bukan itu, maksudku apa sekarang sudah menikah..."
"Belum, tapi entahlah dia selalu membawa anak kecil di setiap race-nya. Setiap diwawancara ia tidak mau membahas anak itu..."
"Berapa usianya?"
"Sekitar 4 atau 5 tahun-nan..."
"laki-laki atau perempuan?"
"Perempuan..., eve...kamu baik-baik aja kan?"
Eve tersedu, air mata yang ia tahan tak terbendung " Dia anakku...."
"Eve!! kau bicara apa? mana mungkin itu anakmu? kau menggugurkannya kan? " Nada suara Melly meninggi
"tidak..aku tidak pernah menggugurkannya..." jawab Eve lemah
"Apaaa?? kau serius? Eve maafkan aku...waktu itu aku mendugamu menggugurkannya, makanya aku ngga kontak kamu lagi...."
"Sudahlah mel..., kau tetap sahabatku aku berterimakasih karena kau tetap menjaga rahasia itu sampai sekarang. Mel apa kau punya foto bocah kecil itu? kirim via email ya? alamat emailku masih sama"
"Okay, aku kirim sekarang.....eve apapun yang bisa aku bantu, tinggal bilang yah..."
"Okay Mel, thank a lot. "
"Oh iya Eve, aku ada deadline artikel yang harus segera selesai, next kita sambung lagi, bye...take care..'
"Ok bye..."
Usai menyudahi pembicaraannya, Eve menuju ruang makan. Di sana keluarga besarnya sudah menunggu. Topeng kepalsuan ia pakai, tenang dan seperti tidak ada masalah, demi sebentuk senyum di wajah orang tuanya. Ingin rasanya waktu segera berlalu supaya ia tidak harus berlama-la berpura-pura.
Eve melirik jam dinding di kamarnya, tepat jam 12 malam. Kantuknya belum juga datang. Eve berjalan menuju meja kerjanya. Menyalakan komputer, berniat menyelesaikan pekerjaannya sebelum mengambbil cuti menikah.
Notifikasi email bermunculan. Nama paling atas adalah Melly. Air muka eve seketika berubah dan lupa tujuan semula membuka komputer.
"Dear eve,
ini ada beberapa foto anak kecil yang selalu dibawa Marc, namanya Annabelle.
marc sangat mencintai bocah mungil itu,aku pernah mendapati keduanya secara tak sengaja saat aku sedang mengunjungi disneyland Paris.
jaga emosimu yah, hari pernikahanmu sudah dekat...
Melly-
"Ibu macam apa yang bahkan tidak tau nama anak kandungnya sendiri" sesal Eve. Airmatapun sudah membanjiri wajahnya
saat attachment akhirnya terbuka, matanya tak berkedip menatap monitor. Terbelalak tak percaya! anak kecil dalam foto itu sama dengan wajah anak kecil yang tiba-tiba memasuki mimpinya tadi siang...
Tatapan eve terus tertuju pada foto gadis kecil itu, lalu foto kedua adalah foto bocah mungil itu bersama Marc. Eve terpejam, tak sanggup walau hanya menatap foto Marc. Pria itu, yang pernah membuatnya jatuh cinta hanya dalam hitungan detik, pria yang bersama selama 9 bulan. Eve termenung....kilasan kilasan cerita lalu bermunculan seperti potongan potongan video clip di kepalanya.
Teringat ketika kehamilannya berusia 7 bulan, di mana tidur Eve mulai terganggu. Hampir setiap malam Marc ikutan tidak tidur karena Eve selalu gelisah, Tak pernah sekalipun Marc mengeluh semua kerewelan Eve selama hamil, ia sangat sabar. Bahkan ia memenihi janjinya untuk tidak lagi menganggu kehidupan Eve hingga hari ini.
Eve membuka matanya, kembali menatap foto Annabelle dalam pelukan Marc. Bocah itu nampak bahagia dalam pelukan Ayahnya. Marc, masih sama seperti dulu, seakan usia sama sekali tidak melarutkan ketampanannya, usia justru memantapkan kedewasaanya.
Eve memindahkan file foto itu ke phonecellnya. Mematikan komputer lalu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Rasa kantuk yang diharapkannya tak kunjung datang.
Ketika kesempurnaan dalam frame pandangan khalayak umum digenggamnya, ia seperti terhenti di satu titik. benarkan ini yang ia cari selama ini? pertanyaan itu terus muncul? pertanyaan mengenai hakikat kebahagian dan cinta. Pernikahan Eve dengan Haryo tinggal menghitung hari, tetapi Eve tetap merasa masih mencari sesuatu tanpa tau apa yang hilang. Seperti menemukan sesuatu tanpa tau apa sebenarnya yang ia cari. Ruang di hatinya tetap kosong....
****
Pernikahan Eve tinggal 10 hari lagi.
"Ryo, ada yang ingin aku bicarakan, temui aku di Lorojonggrang, Cikini 30 menit lagi" ucap Eve singkat sebelum menutup kembali phonselnya. Hari itu Eve sengaja ke jakarta untuk berbicara dengan Ryo sapaan akran Haryo.
Haryo terlambat 30 menit dari waktu yang dijanjikan, Eve sudah menghabiskan satu gelas juz sirsak. Kesibukannya sebagai pengusaha membuatnya tidak bisa datang sesukanya, karena banyak bisnis yang di urusnya.
"maaf aku terlambat eve..." kata Haryo begitu sampai
Eve menggeleng sambil tersenyum datar.
"Ngga apa-apa, maaf aku meminta waktumu mendadak" ucap Eve kaku tanpa menatap Haryo, tatapannya justru ia buang ke ornamen-ornamen restaurant di sampingnya.
" Ada masalah apa Eve? apa ini terkait persiapan pernikahan kita?" tanya Haryo gusar
"Ini masalah serius Ryo, tentang pernikahan kita, sebelumnya aku minta maaf"
"Its okay, Ceritakanlah...'
"Ryo, apa kamu merasa sudah mengenal aku ?"
"Tentu, orang tua kita sudah lama berteman, bahkan kita saling kenal sejak kecil..."
"Tapi kami belum tau semua tentangku Ryo...aku ingin menceritakannya sebelum pernikahan itu terjadi"
"Okay aku kan mendengarkannya dengan senang hati..."
"tapi ini bukan kabar baik..."
"Hmmm, baiklah..."
"Ryo, aku tidak berharap apa-apa setelah aku menceritakannya, Ryo...aku...aku sudah tidak virhin lagi. Ini memalukan! tapi tolong jangan ceritakan pada Ayah, cukup kau dan aku saja yang tau"
Ekspresi wajah Haryo tidak berubah "Itu saja?"
Eve terheran dengan reaksi haryo yang diluar dugaannya " Kau tidak terkejut?"
"tidak, aku bukan tipe orang orang yang mudah terkejut, berita baik maupun buruk semua kuhadapi sama, karena itulah kehidupan, kadang seuai keinginan kadang tidak. Semua biasa saja..."
"Lalu sekarang bagaimana keputusanmu, setelah tau ceritaku... aku tidak pantas untukmu aku tidak sebaik yang kalian tau"
"Aku tetap menginginkanmu menjadi istriku Eve..selama kau mencintaiku...kau mencintaiku kan?" Tanya Haryo
Eve terdiam, tenggorokannya tercekat. Sulit mengatakan karena saat ini ia tidak tau. Bayang-bayang gadis kecil dalam mimpinya tiba-tiba muncul.
"Eve? kau dengar pertanyaanku kan sayang?"
"Ah, eh iyaa...aku mencintaimu" jawab Eve asal tanpa menjiwai kalimatnya
Haryo beranjak dari duduknya mendekati Eve lalu mengecup lembut kening Eve. Eve memejamkan matanya. Merasa baru menghianati dirinya, menghianati Haryo, menghianati keluarganya, dan menghianati kenyataan.
....
Puluhan email dari Eve memenuhi inbox Melly dalam beberapa hari terkahir sejak mereka kembali berkomunikasi. Melly membacanya satu persatu hingga dapat merasakan apa yang sedang dirasakan sahabatnya saat ini. Melly termenung di depan laptopnya. Bingung tidak tau harus bagaimana.
"Mel, heloow ditunggu kameramen tuh, katanya mau interview.." suara parau Steven mengagetkannya.
sore itu ia ada janji interview dengan Marc Marquez, pria yang menjadi dilema bagi sahabatnya.
Seperti biasa Marc, sudah menunggu di tempat interview, dari dulu dia sangat tepat waktu dalam acara apapun, bahkan meski gelar juara dunia terus bertururt trurut diraihnya sama sekali tidak membuatnya jumawa, tetap stay ground.
"hai mell, melly si reporter senior dari foxsport !! haha" sapa Marc ramah
"eh menyindirku yah karena tak juga naik jabatan dan tetap menjadi reporter?"
"hahaha, luapkan yang tadi aku bercanda"
"iya aku tau..."
"apalagi yang mau kau tanyakan, setiap taun ga bosan mewawancaraiku?"
"aku sebenarnya bosan melihatmu jadi juara terus heheh" balas melly
Marc tertawa lebar...
" serius, apa buktinya?"
"lihat saja aku tidak akan datang di valencia, aku bosan melihatmu..."
"Kau pasti bohong kan?"
"aku serius, aku harus menghadiri pernihan sahabatku...'
"Hebat ya sahabatmu itu bisa mengalahkan aku, valencia penentuan akhir jadi tidak penting ya hehe.."
"kau tidak mau tau siapa sahabatku yang menikah itu?
Marc terhenti dari tawanya. lalu memberi kode agar kameramen menjauh
"siapa?" tanya Marc serius
"Evelyne Tjandra..."
Mata marc menyipit mendengar nama itu. Lalu tersenyum getir, tidak seperti senyumnya beberapa detik yang lalu.
"Dengan siapa dia menikah?" tanya Marc dengan suara sedikit bergetar
"seorang PhD, pengusaha dan pengajar juga"
Marc, manggut manggut "Cocok untuk gadis pintar seperti dia " ucap Marc akhirnya, terselip kepedihan di setiap kata yang terucap dari bibirnya.
"daddy...!!! " tiba-tiba teriakan bocah kecil memecah keheningan suasana interview. Bocah kecil itu berlari dan menghambur kepelukan Marc.
"daddy, katanya mau temani aku nonton frozen, ayooo" rengek bocah itu manja, tak berapa lama Vanessa asisten pribadi Marc muncul.
"Sory, marc..Annabelle kabur, dia tidak mau aku temani, dia mau kau yang temani .." ucap Vanessa, lalu tersenyuk ke arah Melly
Marc bangkit dari duduknya sambil menggendong Annabelle mengajaknyanya ketaman di depan hotel. Tak berapa lama Marc kembali, kali ini berjalan beriringan sambil bergandengan tangan.
"Onty melly, maaf ya abel mengganggu pekerjaan onty dan daddy..." ucap bocah itu sebelum pergi meninggalkan melly dan Marc.
"anak itu pintar, tidak seperti anak-anak lain. dia bisa diajak berbicara dan mengerti..." ucap marc tanpa di tanya
"Anak itu sepintar ibunya.." Melly menimpali
Marc tersentak " Apa??"
"Iya annabelle sepintar ibunya, Evelynne.."
"Kau tau darimana??"
"jadi betul Marc? Evelynne adalah ibunya Annabelle?"
Marc, meremas rambutnya sambil tertunduk, lalu mengepalkan tanggannya dan meniju sofa yang didudukinya lalu beranjak berdiri. Berjalan hilir mudik. Melly hanya menatap Marc dalam duduknya.
"Dia menyesal meninggalkanmu dan anakmu...anak kalian maksudku, sekarang Evelynne sakit padahal pernikahannya tinggal seminggu lagi. Dia masih mencintaimu, dia saat ini tersiksa, Eve ingin bertemu Annabelle..."
Marc terhenti dari sikap gelisahnya, ia kembali duduk. Kali ini disamping Melly. Marc memegang kedua lengan Melly " Katakan apa yang harus aku lakukan?? ha?? bukan cuma dia yang tersiksa, tapi aku juga sama sekian tahun aku memendam perasaanku, aku rindu, aku mengkhawatirkannya, aku ingin tau kabarnya tapi aku sudah berjanji padanya untuk tidak lagi menganggu kehidupannya..."
Melly menatap Marc, tampak jelas airmata membanjir, korneanya memerah, wajahnya memerah dan giginya gemeretak menahan emosi.
"Marc....lepaskan tanganmu..." pinta Melly
Marc menuruti. Marc menyeka air matanya dengan ujung lengan sweater yang dikenakannya, terakhir ia menangis adalah ketika masyarakat menuduhnya pindah ke Andorra untuk menghindari pajak.
"Sepang-jakarta cuma 1,5 jam. Pikirkanlah untuk menemui Eve...hubungi aku jika kau sudah membuat keputusan, ini kartu namaku nomor phonecellku ada di situ"
Marc menerima kartu nama yang disodorkan Melly.
"aku permisi dulu, kau perlu waktu untuk berpikir. interview kita resechedule saja, selamat malam"
bersambung....
2 komentar:
selalu suka moment moment marc-annabelle.. manis, walaupun kadang harus sedih sedihan.. tapi tetep sukaaa
Fans marc-annabelle nih
Posting Komentar