Cerita ini sudah hampir membusuk di draft. Terlalu banyak traveling bikin mood nulis kacau, bahkan sampai niat mau pensiun jadi penulis FF. Mau ganti profesi jadi tukang jalan jalan sama belanja aja hahaha
Semoga menghibur ya oneshoot nya. oia enaknya nulis one shoot itu adalah merdeka secara moral. karena ngga dikejar kejar " kak, kapan lanjutannya...kak ditunggu lanjutannya....kak nanti kahirnya gimana etc"
mungkin akan berhenti nulis FF serial itu iya, terbukti banyak banget bikin serial ujung-ujungnya pembaca digantung..hehe maaf yah
---------------------------------------------------------------------------
saya bukan warga negara spanyol juga tidak ada turunan spanyol, tapi saya jatuh cinta dengan negara ini, dan setting oneshoot ini pun di spanyol. met baca....
Granada, Spain
Anabel, masih serius menatap layar laptopnya. Deadline minggu ini sangat menyiksa. Apalagi setelah hampir sebulan Anabel sapaan akrab Anabella Claudia Rodriguez menghabiskan waktunya di luar kota karena jadwal yang sangat padat. Akibatnya laporan serta deadline tulisan menumpuk. Beruntung ia tinggal sendirian sehingga waktu istirahat di rumah pun ia pakai untuk menyelesaikan tugas-tugas kantor. Siang itu Anabel menahan kantuk untuk tetap fokus dengan deretan huruf yang sedang ia susun di laptopnya. Ketika getaran hapenya mengalihkan sejenak perhatian dari layar laptop.
Pesan singkat melalui whatsapp dari Sandra, sebentuk senyum mengembang di bibir Anabel. Sandra temannya dulu saat kuliah yang saat ini tinggal di Brisbane, sudah setahun lebih tidak pernah lagi kontak, bahkan terakhir kali kontak setahun lalu ketika ia menanyakan tentang Stefan Bradl yang sedang mengambil S3 di Norwegia. Sebetulnya hubungan Anabel dengan Sandra tergolong unik. Mereka tidak bisa dikatakan bersahabat juga tidak bisa dikatakan sebagai rival, hubungan pertemanan keduanya pasang surut. Pasang surut pertemanan itu tidak lain tidak bukan karena lelaki yang dekat dengan Anabel. Selalu saja Anabel dibuat tidak tenang dengan ulah Sandra yang selalu menggoda kekasihnya. Masa kuliah dulu Anabel berpacaran dengan Dani Pedrosa, cowok paling ganteng di kampus, beruntung Anabel karena Dani tipe setia sehingga usaha Sandra pun nihil. Sandra terus dan terus berusaha mencari tau setiap laki-laki yang dekat dengan Anabel, termasuk Stefan yang sebenarnya adalah sepupu Anabel.
Pertama Anabel berkenalandengan Sandra adalah di bangku kuliah semester 1, sejak awal Sandra berusaha menjalin persahabatan dengan Anabel yang terkenal dingin dan soliter. Sifat Anabel memang unik, terkesan antisosial tapi itu merupakan efek dari latar belakangnya yang dibesarkan sebagai anak tunggal. Tapi justru sikap independen Anabel yang menjadi magnet untuk orang di sektiranya menjalin pertemanan dengan Anabel, termasuk Sandra. Kehadiran Sandra tidak terlalu disukai oleh Mietha, Midha juga Carlotta, 4 orang yang mengklaim Anabel sebagai anggota geng mereka.
Anabel membuka pesan dari Sandra via whatsapp “ Anabel hey.....what happen, who is that guy? Where is you husband?”
Anabel mengkerutkan keningnya seusai membaca pesan itu. Jari jari lentiknya berlarian di atas keyboard hapenya, menyusun huruf membalas pesan Sandra “ Aihhh jauh jauh dari Brisbane, nanyak ga jelas, apa sih ?” tidak lupa mengimbuhkan emoticon tertawa lebar
“Eh coba kau lihat FB mu, itu foto prewedding kan? Seingatku kamu sudah menikah?”
Anabel tidak menjawab pesan itu, ia kembali membuka laptopnya tapi kali ini ia menutup file pekerjaannya kemudian membuka browser lalu masuk ke account FB.
Deg!! Anabel tertegun menatap layar laptop yang menampilkan dirinya yang sedang bertatapan mesra dengan Marc Marquez di depan bangunan bekas masjid Cordoba.
Anabel menghela nafas pelan, masih tidak tau harus bagaimana. Foto itu dibuat seminggu lalu saat Anabel dan Marc sama sama bertugas ke Aragon. Sebenarnya masih banyak foto berdua bersama Marc yang lain selain foto itu. Tapi tidak pernah terpikir oleh Anabel bahwa Marc akan mengupload foto itu di FB yang notabene akan tersebar ke seluruh teman-teman mereka.
Anabel meneruskan pekerjaannya, sejenak berita dari Sandra mengusir kantuknya. Tanpa terasa jam sudah menunjukkan 5 sore ketika, Erica rekan seruangan Anabel berpamitan. “ Mba Anabel, mau lembur? Aku duluan ya mbak...mau jemput anakku les...”
‘Okay...take care yah...” Jawab Anabel. Seiring perjalanan waktu ada banyak hal yang berubah pada diri Anabel, bukan lagi Anabel yang anti sosial dan cuek.
Di ruangan itu tinggal Anabel sendirian. Ia menghentikan sejenak aktivitasnya. Berjalan ke dekat jendela memandang hujan di luar yang masih tersisa. Dari balik jendela Anabel memperhatikan beberapa teman-temanya yang pulang, ada yang dijemput suaminya, ada yang dijemput anaknya. Suasana di Granada memang memungkinkan untuk bisa membentuk ikatan keluarga yang lebih normal, seperti menjemput istri, menjemput anak atau anak sepulang kuliah menjemput mamanya. Pemandangan seperti ini mustahil diperoleh di Madrid, jangankan saling menjemput istri bahkan bertemu pun hanya beberapa jam menjelang tidur bahkan menit. Hiruk pikuk MAdrid benar benar menyita waktu antara suami-istri, orangtua-anak.
Anabel kembali ke mejanya menghampiri hapenya yang bergetar-getar, tanda pesan baru masuk.
Sandra : “hey, coba kau lihat foto kalian jadi cover di FB nya, jangan bilang kalian tidak ada hubungan apa2 yah...jujurlah sama aku Anabel....”
Anabel duduk kembali lalu membuka link FB, sebenarnya sudah entah berapa lama media sosial satu itu tak pernah lagi dijamahnya, sejak seringkali orang men-tag aneka macam jualan di wall FBnya.
Tanda merah notifikasi muncul ada 24. “astaga !!” pekik Anabel
Anabel membukanya, banyak sekali likes di foto itu, Anabel tersenyum senang. Ada notifikasi message juga. Anabel membukanya
Mietha “ Anabel, inikah calon suamimu? Hehe kalian cocok hapily ever after seperti dongen- dongeng yah...”
Midha “ Anabel, akhirnya kamu bisa move on, gud job girl! Tampak dia baik dan bertanggungjawab, kuharap di tidak seperti Valentino...doa yang terbaik selalu untukmu sahabatku...”
Anabel tersenyum lega, mietha dan midha 2 sahabat yang selalu mendukungnya dalam saat-saat tersulit sekalipun. Masih ada beberapa pesan, sengaja dibaca belakangan karena mereka tak terlalu dekat dengan Anabel
Maria Carrasco menulis “sangat tidak pantas, wanita yang sudah menikah memasang foto bersama laki-laki lain!, saya tidak menyangka ! “
Wajah Anabel memerah membaca pesan dari Maria, detak jantungnya tak menentu. Anabel melanjutkan membaca pesan lainnya
Vanessa: “nooon, apa kabar yang kudengar betul, banyak yang tanya ke aku tentang statusmu sekarang. Noon kamu harus jujur, jangan sampai orang disekitarmu salah sangka, please konfirmasi ya dear....”
Jordi Torres cowok centil sekantornya yang suka kepo:” Anabel, apa suamimu ngga marah lihat fotomu bareng cowok lain?”
Anabel tak meneruskan membaca pesan yang lain. Anabel pikir penduduk FB sudah punah ternyata masih banyak.
------------//------------
Keesokan harinya, beberapa rekan kantor tampak mengelompok dan bubar saat Anabel mendekat. Anabel berpikir pasti karena foto-foto yang Marc upload, semalaman Anabel sudah melarang Marc untuk menguploadnya bahkan meminta yang terlanjur di upload untuk di remove, tapi percuma malah Marc mengatakan akan mengupload foto lain yang lebih hot. Sial! batinnya
“Marc please jangan diupload, dan please remove....”
“Kenapa? Lalu untuk apa kita foto-foto berdua yang begitu banyak, hanya untuk arsip?”
‘Bukan begitu...aku cuma menjaga perasaan seseorang...”
“Siapa?, aku sudah bilang aku ini single kan? Aku suka sekali foto- foto kita di sana, aku ingin membagikan ke orang lain juga, dan lihat banyak sekali yang suka dengan foto kita...”
“Marc ,...kamu baca kan komentar-komentar di bawah foto- foto itu?”
“iya aku baca, biar aku saja yang menjawabnya...”
Ah, Marc ....!” keluh hati Anabel.
Hari itu mood Anabel kacau. Apalagi setelah Laia sahabat di kantornya mengatakan sesuatu tentang Marc .
“Anabel, kau harus tau Marc itu terbiasa dengan dunia artis, entertaiment, sikap manisnya itu general, ke semua orang, aku tau kamu merindukan seseorang yang memperhatikanmu dan memperlakukanmu dengan manis, tapi jangan sampai kau tertipu oleh Marc , sudah banyak di kantor yang menjadi korban keisengan Marc , dia hanya memainkan perasaanmu. Aku tidak ingin kamu jadi korban keisengan Marc .”
Alhasil siang itu tidak sesendokpun nasi mampir ke perutnya.
Betulkan yang dikatakan Laia? Haruskan ia melakukan seperti yang dikatakan Vanessa?
Anabel benar-benar bingung. Rasanya sulit mempercayai yang dikatakan Laia, namun juga berat melakukan hal yang diminta Vanessa.
Anabel menjadi orang terakhir yang masih bertahan di kantor, semua sudah pulang kecuali satpam. Anabel membenamkan wajahnya di kedua lengan yang ia silangkan di atas meja.
Suara telepon di meja kerjanya bedering, memecah keheningan.
“Ibu Anabel, ada Mr. Marc menunggu “
Sontak Anabel terperanjat, “Ahh suruh tunggu pak, sebentar lagi saya keluar”
Anabel tidak habi spikir bagaimana Marc tiba-tiba muncul di Granada, bukankah seharusnya dia ada di Madrid. Waktu tempuh dari Madrid ke Granada sekitar 4 jam.
Anabel merapikan rambutnya dengan jari, mengelap wajahnyanya yang berminyak dengan tissu, meraih tasnya kemudian berjalan menuju lobby kantornya.
Marc berdiri menyambutnya, masih dengan balutan busana kerja. Marc selalu rapi berbusana dan apapun yang dikenakannya tampak enak dilihat. Tapi bukan itu yang membuat Anabel tertarik dengan Marc .
“hai nona, kusut begitu?? Kamu harusnya seneng dong aku tiba tiba muncul di sini...?’ Sapa Marc ramah.
Anabel menarik paksa kedua ujung bibirnya untuk membentuk senyum. Satpam kantor yang sedari tadi berdiri mengangguk hormat saat Anabel dan Marc berlalu, tidak ada tatap heran atau tatapa penuh tanda tanya. Tentunya, sekuriti di kantor itu masih baru, dan terakhir Valentino, suami Anabel menjemputnya adalah 4 tahun yang lalu.
Suasana di dalam mobil menjadi kaku, berbeda sekali dengan suasana dalam mobil saat mereka sama-sama bertugas di Aragon. Keduanya akrab berbincang, mengomentari jalanan, mengamati wajah-wajah penduduk Aragon, jalan-jalan di pasar tradisional, berpanas-ria di pantai, diiringi tawa tanpa rasa lelah.
Marc memarkir mobilnya di halaman cafe de las sonrisas.
Anabel hanya diam, sementara Marc memesankan makanan dan minuman untuknya “ Waffle bluberry, oh iya wafflenya kering yah lalu minumanya Ice lemon mints untuk nona manis yang sedang hilang mood di depan saya ” oceh Marc dengan gaya khasnya. Pelayanan cafe itu hanya tersenyum dan mencatat semua pesanan yang disebutkan Marc .
Anabel menatap Marc “dari mana kamu tau aku suka makanan dan minuman itu?” tanya Anabel dengan ekspresi heran
Marc tersenyum lebar “ Marc ...” sambil bangga menepuk dadanya
“Anabel, aku bukan dukun, aku cuma punya ini “ sambil menunjuk kepalanya “ untuk mengingat hal-hal yang pernah kamu katakan yang perlu aku ingat “
Pertahanan hati Anabel pun luluh, ingatannya melayang pada Valentino yang telah 6 tahun menjadi suaminya namun hingga kini tak pernah mengingat hari ulangtahunnya apalagi makan kesukaannya. Anabel tersenyum getir mengingat Valentino. Laki-laki yang telah banyak menguras airmata dan uangnya.
“hey,,,jangan melamun...” sergah Marc sambil mengusap punggung tangan Anabel.
Anabel menarik tangannya. Marc mengangkat kedua tangannya “Okay....maaf...”
“Terimakasih karena sudah ingat dengan makanan kesukaanku” jawab Anabel dingin, menutupi perasaan yang sebenarnya.
‘Anabel, tentang foto-foto itu, maafkan aku, aku sudah menggantinya dan juga meremove. Hmm, pasti kamu jadi bertengkar hebat dengan suamimu kan? “ pancing Marc . Seringkali Marc berusaha memancing Anabel untuk bercerita tentang suaminya namun tidak pernah sepatah katapun keluar dari bibir Anabel cerita tentang Valentino, suami Anabel.
Anabel cepat menggeleng. Tentu saja bukan karena Valentino.
“Ehmm, aku tidak melarangmu lagi mengunggah foto-foto itu, itu hakmu, aku cuma....”
Anabel belum menyelesaikan kalimatnya ketika pelayan resto datang dengan membawa makanan pesanan mereka.
Setelah beberapa potong pancake masuk ke perut Marc , ia melanjutkan percakapan
“tadi belum selesai, cumaa apa...?”
Anabel meneguk ice lemon mints nya agar makanan dimulutnya segera melanjutkan perjalanan ke perut.
“ hmm iya,...aku cuma ngga pede. Foto dipajang sama model..” jawab Anabel asal-asalan sambil menahan senyum.
Marc terbahak, sampai pelayan yang berdiri tak jauh menoleh ke arah meja mereka
“Anabel, badanmu pun seperti model, eh iya kenapa kamu ngga jadi model aja sih dulunya?”
‘Aku? Aku ngga mau jadi pajangan, berjalan di atas catwalk dengan muka datar tanpa ekspresi supaya orang tidak memperhatikan peraganya tapi lebih memperhatikan bajunya, lalu apa bedanya kita dengan gantungan baju?”
Marc kembali tertawa, setiap kali berbicara dengan Anabel, Marc selalu merasa dirinya dibuat kagum oleh sosok Anabel, komentar-komentar Anabel selalu saja berbeda dengan jawaban cewek-cewek yang selama ini ditemuinya.
“hmm aku lebih suka, dihargai karena pemikiranku, bukan karena fisik.” pungkas Anabel
Marc bertepuk tangan. Anabel melotot “ idihh apa2an sih ...udah dehhh...” pinta Anabel sambil tangannya berusha meraih tangan Marc agar berhenti tepuk tangan.
Marc menuruti. Lalu melanjutkan menghabiskan sisa pancake di piringnya.
Anabel masih belum selesai makan, dalam urusan makan memang Anabel kurang cekatan, makannya lama karena terlalu lama dikunyah.
Marc mengamati cara Anabel makan sambil tersenyum. Diriya berandai-andai wanita yang dihadapannya adalah bukan istri orang, berusaha untuk memberi pengertian pada dirinya sendiri bahwa keramahan Anabel hanyalah keramahan seorang kakak terhadap adiknya, tidak lebih. Meski hatinya sakit untuk membunuh perasaan cinta yang muncul pada Anabel. Kadang Marc mengutuki dirinya yang selalu saja gagal menjalin hubungan namun kali ini mungkin lebih parah, jatuh cinta pada orang yang salah, sampai kiamatpun tidak akan dibenarkan merebut istri orang. Meski pikiran itu sempat terbersit kala setan lewat dikepalanya.
“Marc , pesan makanan lagi sana, biar ngga jadi sekuriti yang ngawasin orang makan...” protes Anabel, akibat mengunyah sambil bicara Anabel lalu tersedak, dan terbatuk batuk.
Marc reflek menyodorkan minum yang langsung disambar oleh Anabel, sesaat tangan mereka bersentuhan, sentuhan yang getarannya sampai ke hati masing-masing. Namun rasa gatal ditenggorokan Anabel memaksanya untuk menghentikan sensasi itu. Anabel segera meminumnya.
Marc melihat sisa-sisa waffle di ujung bibir Anabel, di raihnya tissue untuk membersihkannya, namun tangannya terhenti sejenak di udara. Hatinya bimbang. Marc hendak menarik tangannya, namun Anabel justru menangkapnya lalu menuntun ke sudut bibirnya, “ ehm aku makannya belepotan yah, ngga manner banget” celoteh Anabel malu-malu kemudian pipinya memerah.
Marc masih terus membersihkan sudut bibir Anabel meski sudah tidak ada sedikitpun sisa waffle di sana “Anabel, aku merasa waktu tidak berpihak padaku, mengapa kita bertemu saat kamu sudah menikah? Hingga aku tidak bisa berkata : Anabel, I am in love with you...”
Anabel terpaku menatap Marc , dan dari bibirnya meluncur kalimat yang selama ini ia tahan “Marc , waktu berpihak kepadamu....”
Seperti tersadar dari lamunan, Marc menarik tangannya yang sedari tadi masih menyusuri sudut bibir Anabel. “Waktu berpihak kepadaku?” tanya Marc mengulangi
Anabel mengangguk sambil tetap menatap Marc “Aku dan Valentino resmi berpisah 2 tahun yang lalu, aku sengaja merahasikannya, karena aku tidak tau kapan aku siap menjalin hubungan lagi dengan seseorang, dan kamu adalah seseorang yang pertama kali membuatku berani jujur....Marc apakah kamu akan tetap berkata I”m in love?”
“Dua tahun Anabel? Itu artinyaa setahun lalu saat kita pergi ke Sevilla saat pertama kali aku ingin mengajakmu berfoto berdua, itupun sebenarnya, kamu sudah berpisah dengan Valentino?”
Anabel mengangguk “iya, Marc ...maafkan aku, aku hanya ingin meyakinkan diriku dan perasaanku ...”
Marc meraih tangan Anabel, mengenggamnya erat-erat. “Anabel....ketika pertama kali cinta mengetuk hatiku saat gathering kantor di Barcelona, saat itu hujan turun deras di Barcelona dan kamu datang dengan wajah sendu, aku tidak tau apa yang terjadi denganmu, tapi aku sangat tertarik denganmu, misterius. Tapi aku berpikir mungkin karena aku baru putus dengan calon istriku hingga aku mencari pelrian saja. Namun setahun kemudian rasa tertarik untuk mendekatimu tidak juga hilang, diam-diam dan sehalus mungkin aku berusaha dekat denganmu, aku bahagia ada di dekatmu tanpa memilikimu itu sudah cukup, karena aku tau kau sudah ada yang punya. Lalu kesempatan itu datang lagi, ketika beberapa waktu lalu kita sama sama di tugaskan ke Aragon, kamu nampak lebih rileks dan lebih santai, bahkan aku tidak menyangka kamu mau diajak foto berdua bahkan terkadang, kamu yang minta kita foto berdua. Kamu juga tidak protes saat aku melingkarkan tangan di pinggangmu, Anabel....Oh Tuhan aku hampir tidak percaya semua ini”
Anabel menarik tangannya dari genggaman tangan Marc “ Aku juga tidak percaya semua ini, aku tidak percaya kamu benar-benar jatuh cinta denganku, kamu aktor kamu cuma senang menarik perhatian, tapi aku tidak akan membiarkan itu terjadi aku tidak mau menjadi korbanmu seperti Vania, Malinka, destina maupun Melissa yang cuma kamu kasih harapan kosong!!!”
Anabel lalu beranjak dari duduknya, setengah berlari menuju jalan raya. Marc panik, ia tinggalkan 2 lembar uang kertas euro dimeja lalu berlari mengejar Anabel.
Di halaman parkir itu Marc berhasil mengejar Anabel, diraihnya tubuh ramping Anabel ke dalam pelukannya. Marc mendekap tubuh Anabel erat-erat. Tidak ada suara protes dari Anabel justru terdengar isak tangis Anabel. Marc membalikkan tubuh Anabel menghadapnya. Marc mengangkat dagu Anabel dengan lembut, menyelipkan rambut yang sebagian menutupi wajah Anabel ke belakang telinga, lalu menghapus airmata Anabel dengan kedua ibujarinya.
“Anabel, aku pernah hampir menikah lalu tiba-tiba semuanya batal, aku drop, aku tidak peduli kesehatanku, kamu bahkan pernah memberikan obat tapi mungkin kau sudah lupa. Aku tidak tau bagaimana cara menyembuhkan lukaku selain dengan jatuh cinta lagi, aku berusaha jatuh cinta dengan Vania, Malinka, Dstina maupun Melisa, tapi pada akhirnya hambar seperti sayur tanpa garam dan bumbu. Aku justru tergetar dengan kehadiranmu sejak pertama bertemu meski aku tidak percaya dengan perasaanku, secepat itukah aku jatuh cinta? Atau benar- benar cintakah yang kurasakan padamu? Aku mengujinya, aku menjalin hubungan dengan mereka semua untuk menguji perasaanku, apakah mereka bisa membuatku melupakanmu? Nol besar Anabel...tetap saja Anabel dan Anabel yang selalu muncul. Aku tidak tau bagaimana aku harus membuktikan bahwa aku bisa lebih baik dari Valentino selain kamu mengijinkan aku untuk membuktikannya...kumohon Anabel jujurlah dengan hatimu, tidak perlu dengan kata kata, kau hanya cukup dengan membalas pelukanku jika kau memiliki rasa yang sama denganku....”
Marc menarik Anabel ke dalam pelukannya, untuk beberapa saat Anabel membeku di tempat, hatinya bimbang. Ketika akhirnya Anabel melingkarkan tangan dipunggung Marc membalas pelukan.
----//------
Pernikahan Anabella Claudia Rodriguez dan Marc Marquez di helat di sebuah gedung megah The Fira de Barcelona Gran Via, di Barcelona kota tempat orang tua Anabel berada. Usai pernikahan mereka terbang ke Italy tepatnya ke Tuscany, tempat yang sangat dikagumi Anabel. Mereka berbulan madu di sana.
Tuscany, Italy
Tuscany merupakan salah satu daerah di Italy yang paling indah. Di sebuah hotel dengan arstitektur unik yang mirip dengan istana dalam dongeng, menghadap padang hijau yang luas dan berbukit. Angin musin semi yang sejuk. Anabel menyandarkan kepalanya di pangkuan Marc .
“Marc , kapan kau pertama tertarik denganku?’ tanya Anabel manja sambil memainkan kancing baju Marc yang setengah terbuka
“hmm kau masih ingat waktu meeting di NH Calderon, Barcelona? Waktu itu kau datang dengan mata sembab, dan kau tau malam sebelumnya aku pun tidak tidur karena patah hati, pernikahanku batal. Aku sedih namun kulihat mendung di wajahmu lebih gelap. Apa yang terjadi saat itu?”
“Aku bertengkar hebat dengan Valentino, malam itu aku memutuskan menginap di calderon, aku berharap Valentino mencariku dan memintaku pulang, tapi ternyata tidak, bahkan sampai akhirnya aku kembali ke Granada, Valentino tetap tak menemuiku. Sejak itu Valentino tak pernah muncul ketika aku akhirnya mengetahui bahwa Valentino tinggal bersama mantan model victoria secret yang sudah tidak laku. Keteguhan hatiku untuk mempertahankan pernikahan pun hancur, ketika orang ke 3 hadir. Valentino marah besar ketika akhirnya aku tau tentang wanita itu, Valentino memukulku hingga aku terjatuh dan mengalami gegar otak. Aku dirawat selama 4 hari, dan selama di rawat itu pula Valentino tak pernah menunjukkan penyesalan, akhirnya aku memutuskan untuk bercerai dengan Valentino, bahkan keluargaku sangat mendukung keputusan ini, prosesnya sangat mudah karena Valentino sama sekali tidak muncul sekalipun di persidangan. Setelah perceraian itu, ternyata aku menjadi lebih tenang dan rileks, aku yakin keputusanku sudah tepat....”
Marc membelai rambut Anabel yang panjang terjuntai, lalu mencium keningnya.
“Anabel, kamu wanita pintar, keputusanmu selalu tepat, termasuk keputusanmu untuk mau menikah denganku hehe....” goda Marc sambil mengacak rambut Anabel.
Anabel memukul manja dada Marc “ iiih dasar deh...”
‘Anabel, aku punya sesuatu untukmu lihat ini ...” Marc mengambil kotak perhiasan yang sedrai tadi ia sembunyikan di balik punggungnya. Membuka kotak berwarna merah itu lalu menunjukkannya ke Anabel
“Marc ?? Ini kan cincin yang kamu beli di Sevilla waktu itu, kamu suruh aku pilih, kamu bilang itu untuk hadiah temanmu...iya kan?”
Marc tersenyum, “Aku sengaja memintamu untuk memilihnya, entahlah aku ingin menghadiahkan cincin ini untukmu suatu hari, dan aku terus menyimpannya hingga hari ini tiba”
Marc memakaikan cincin itu ke jari manis Anabel, sangat cocok dan pas karena setahun lalu Anabel telah mencobanya. “Marc ...aku tidak tau harus berkata apa? kamu membuatku jatuh cinta lagi, terimakasih untuk semuanya “ lalu Anabel memeluk Marc .
“Aku akan membuatmu jatuh cinta denganku setiaaaap hari....btw, kamu suka kan cincin itu?”
Anabel melepaskan pelukannya, menatap Marc “ tentu saja aku suka, kan aku yang memilihnya, meski saat itu aku iri dengan sahabat yang kamu bilang ingin kamu beri cincin ini, saat itu aku berhayal cincin itu untukku dari kamu sebagai tanda cinta...”
“benarkah ??’ tanya Marc tak percaya, Anabel mengangguk yakin. Marc meraih tubuh Anabel lalu dipeluknya kuat-kuat.
_END_